fbpixel

EBNEWS - Dua hal utama yang layak menjadi perhatian utama suatu bisnis adalah bagaimana meningkatkan prospek bisnis di masa depan, dan bagaimana mengendalikan risiko yang bisa menyebabkan kerugian. Prospek dan risiko bagaikan dua sisi mata uang yang perlu dikelola dengan baik, sehingga diharapkan memberi kontribusi pada penciptaan nilai perusahaan. Prospek suatu bisnis bisa ditingkatkan dengan cara memperbaiki proses bisnis dan kinerja perusahaan, sehingga akan meningkatkan daya tarik dan nilai perusahaan di mata investor. Sementara di sisi lainnya, pengendalian risiko bisa dilakukan dengan penerapan manajemen risiko. Manajemen risiko sendiri bisa diartikan sebagai proses untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko, probabilitas kejadian dan dampak yang bisa ditimbulkan, serta menentukan metoda-metoda yang efektif untuk mengurangi dampak negatif dari masing-masing jenis risiko.

Beragam jenis risiko berpotensi dihadapi suatu bisnis, seperti risiko yang menyebabkan kerugian fisik (kebakaran, gempa bumi, banjir, tsunami), atau risiko yang terkait dengan fluktuasi harga input, risiko tingkat bunga, risiko politik, risiko hukum, risiko nilai tukar mata uang asing, dan termasuk juga risiko yang diakibatkan perubahan cuaca. Berbagai instrumen dan metoda yang digunakan untuk mengurangi dampak kerugian akibat jenis risiko tersebut sifatnya beragam, dari tindakan preventif, asuransi, hingga kontrak-kontrak derivatif seperti kontrak forward, futures, option, swap, dan derivatif cuaca (weather derivatives) sebagai instrumen yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi risiko yang muncul akibat perubahan cuaca yang ekstrim.

Tulisan ini membahas tentang dampak negatif dari perubahan cuaca terhadap bisnis, dan pengertian dan manfaat derivatif cuaca sebagai instrumen lindung nilai yang bisa digunakan perusahaan untuk melindungi diri dari kerugian yang disebabkan perubahan cuaca.

Perubahan Cuaca Dan Risiko Bisnis

Salah satu sumber risiko yang akhir-akhir ini semakin menyita perhatian adalah risiko yang terkait dengan perubahan cuaca (weather risk). Risiko cuaca bisa diartikan sebagai ketidakpastian aliran kas perusahaan di masa depan yang disebabkan oleh perubahan cuaca yang tidak bersifat bencana alam (non-catatstrophic) seperti suhu udara, kelembaban, curah hujan, salju, dan atau kecepatan angin (Brocket et al., 2005). Dengan demikian, risiko cuaca pada intinya berbeda dengan risiko yang disebabkan oleh bencana ekstrim seperti angin topan, banjir, tsunami dan lainnya. Untuk jenis risiko tersebut, instrumen yang selama ini banyak digunakan adalah asuransi (misal asuransi kebakaran, asuransi kebanjiran, asuransi gempa). Sedangkan untuk risiko akibat perubahan cuaca yang menyebabkan turunnya volume penjualan atau membengkaknya biaya (tidak bersifat bencana alam), instrumen yang lebih cocok adalah dengan menggunakan kontrak derivatif cuaca.

Operasi suatu bisnis bahkan sukar dipisahkan dari pengaruh perubahan cuaca. Pemanasan global yang diindikasikan oleh meningkatnya suhu atmosfer bumi berpotensi menyebabkan perubahan cuaca yang bisa menyebabkan kerugian bagi bisnis yang sensitif terhadap perubahan cuaca, seperti perusahaan yang bergerak pada industri pertanian, penerbangan, wisata, perikanan, pertambangan dan lainnya. Contoh yang cukup sering terjadi adalah pada bisnis penerbangan, dimana akibat cuaca yang buruk, seringkali beberapa jadwal penerbangan harus dibatalkan, dan berarti perusahaan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan, sementara biaya operasional harus tetap dikeluarkan. Brocket et al. (2005) memberikan ilustrasi menarik terkait dengan sumber risiko cuaca dan dampak kerugian yang bisa ditimbulkan, seperti dalam tabel berikut ini:

Untuk kasus bisnis pada bidang industri perikanan, Syahailatua (2008) menyimpulkan bahwa perubahan iklim global menyebabkan peningkatan suhu air laut, dan merubah keseimbangan populasi plankton sebagai makanan utama ikan laut, serta selanjutnya menyebabkan migrasi dan perubahan populasi ikan, yang selanjutnya berdampak negatif terhadap bisnis perikanan.

Penelitian bersifat survei dilakukan oleh Bank et al. (2009) melibatkan sampel perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang wisata olahraga ski salju di Austria. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa responden berpendapat bahwa pemanasan global bisa berdampak pada menipisnya tingkat ketebalan salju, yang selanjutnya diikuti turunnya jumlah kunjungan wisatawan, dan mengurangi total penerimaan, dan bahkan menyebabkan kerugian. Survei tersebut juga menyimpulkan meningkatnya kesadaran para pelaku bisnis wisata olahraga salju atas pentingnya instrumen derivatif cuaca yang bisa digunakan sebagai sarana mengurangi dampak kerugian akibat perubahan cuaca.

Hoffman et al. (2009) berpendapat bahwa pada dasarnya ada tiga alternatif yang bisa dilakukan perusahaan ketika berhadapan dengan risiko cuaca. Alternatif pertama adalah melakukan tindakan-tindakan preventif untuk memproteksi bisnis dari kerugian akibat risiko cuaca. Kedua, melakukan ekspansi di luar bisnis utama, atau yang lebih dikenal dengan tindakan diversifikasi. Terakhir, dengan berbagi risiko atau mentransfer dampak kerugian yang diakibatkan risiko cuaca kepada pihak lainnya. Pemanfaatan derivatif cuaca merupakan salah satu contoh dari alternatif ketiga tersebut.

Apa Itu Derivatif Cuaca?

Istilah derivatif dikenal tidak hanya dalam bidang keuangan saja, tapi juga pada bidang lainnya. Dalam ilmu kimia misalnya, derivatif merujuk pada suatu substansi yang terkait dan diturunkan dari substansi lainnya. Sedangkan dalam matematika, derivatif terkait dengan suatu persamaan yang diturunkan dari suatu persamaan lainnya. Makna serupa juga berlaku dalam bidang keuangan. Derivatif bisa diartikan sebagai surat berharga yang nilainya ditentukan berdasarkan nilai dari aset lainnya yang menjadi acuan nilai (underlying asset). Jenis aset yang menjadi acuan bisa bermacam-macam, bisa berupa aset fisik (misalnya komoditas pertanian atau barang tambang), aset finansial (misalnya saham, indeks pasar, tingkat bunga, kurs mata uang asing), atau aset acuan lainnya (suhu udara, ketebalan salju).

Dengan demikian, berdasarkan aset yang manjadi acuan nilai, derivatif bisa diklasifikasikan menjadi: (1) commodity derivatives – derivatif yang nilainya ditentukan oleh aset-aset berupa komoditi pertanian, perkebunan, pertambangan, dan lainnya; (2) financial derivatives – derivatif yang nilainya ditentukan oleh pergerakan nilai aset-aset finansial, seperti saham, obligasi, kurs, dan indeks bursa; (3) weather derivatives – berupa jenis derivatif yang nilainya didasarkan pada perubahan indikator cuaca, seperti suhu udara, ketebalan salju, kelembaban, dan lainnya.

Ide dasar dari derivatif cuaca adalah bahwa perubahan cuaca (misalnya perubahan suhu udara) bisa saja menyebabkan penurunan volume penjualan atau pembengkakan biaya yang selanjutnya bisa menyebabkan ketidakpastian aliran kas perusahaan di masa depan. Untuk itu, para pengguna derivatif cuaca berusaha untuk memperkirakan kemungkinan suhu udara ke depan berdasarkan data historis pergerakan suhu udara rata-rata bulanan, dan memperlakukan perkiraan perubahan suhu udara tersebut seperti halnya pergerakan indeks harga komoditi atau harga surat berharga yang bisa dijadikan aset acuan (underlying asset). Sebagai misal, suatu perusahaan komiditi pertanian mengantisipasi bahwa jika suhu udara diatas 350C, maka kuantitas dan kualitas hasil pertaniannya akan menurun, dan bisa menyebabkan kerugian. Untuk mengurangi risiko, perusahaan tersebut membeli kontrak derivatif cuaca (menjadi pihak buyer), serta membayarkan sejumlah premi kepada pihak penerbit kontrak (issuer), dan jika di kemudian hari suhu udara misalnya berada di atas suhu udara yang disepakati (350C), maka kerugian yang diderita oleh perusahaan komoditi pertanian tersebut akan ditanggung oleh pihak penerbit kontrak derivatif cuaca (issuer). Situasi ini bisa diilustrasikan seperti dalam persamaan berikut:

Dimana, DD berarti perbedaan tingkat suhu udara (degree day) antara suhu udara yang disepakati (t=350C) dengan suhu udara aktual (T) pada hari yang disepakati (exercise date).

Contoh lainnya adalah pada perusahaan yang bergerak di bidang wisata ski salju. Hal yang paling ditakutkan adalah jika perubahan cuaca menyebabkan ketebalan salju kurang dari ketebalan rata-rata (misalkan 20cm). Jika hal tersebut terjadi, maka ditakutkan jumlah pengunjung akan berkurang, dan penerimaan perusahaan akan berkurang. Untuk mengurangi besarnya kerugian, perusahaan bisa menandatangi kontrak derivatif cuaca yang akan memberikan kas bagi perusahaan tersebut, apabila misalnya pada waktu yang disepakati (exercise date) ternyata ketebalan salju dibawah tingkat ketebalan yang disepakati.

Siapa Pengguna Potensial Derivatif Cuaca?

Derivatif cuaca diharapkan bisa menjadi jawaban untuk mengatasi risiko yang disebabkan oleh perubahan cuaca, khususnya untuk perusahaan yang karakteristik bisnisnya sensitif terhadap perubahan cuaca. Pasar untuk derivatif cuaca di beberapa negara besar di dunia seperti di AS, UK, Australia, Perancis, Jerman, dan Jepang juga menunnjukkan tren peningkatan. Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh Price-Waterhouse Cooper, tercatat pada tahun 2003-2004 jumlah transaksi derivatif cuaca mencapai jumlah US$4,7 miliar, dan meningkat drastis pada tahun 2005-2006 menjadi US$45,2 miliar (dikutip dari Weather Risk Management - WMA, 2013).

Siapa saja pengguna derivatif cuaca. Berdasarkan laporan WMA, pihak-pihak yang selama ini melakukan transaksi derivatif cuaca bisa dikelompokkan menjadi: (1) pihak yang menggunakan derivatif cuaca untuk sarana lindung nilai (hedgers); dan (2) pihak yang melakukan spekulasi untuk mencari keuntungan (speculators). Ditinjau dari jenis industrinya, para pengguna derivatif cuaca sebagian besar berasal dari perusahaan-perusahaan (baik pihak produsen maupun konsumen) yang bergerak dalam bidang: energi listrik; gas alam; perminyakan; pertanian; transportasi, dan bisnis lainnya yang sensitif terhadap perubahan cuaca.

Sebagai instrumen manajemen risiko yang relatif baru, derivatif cuaca memang belum banyak dikenal di Indonesia. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan akan instrumen derivatif cuaca untuk mengurangi risiko akibat perubahan cuaca juga diperlukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pemahaman dan pengetahuan karakteritisk dan manfaat penggunaan derivatif cuaca kiranya sangat diperlukan untuk menambah pilihan instrumen lindung nilai yang bisa digunakan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian akibat perubahan cuaca. Hal lainnya yang perlu dipikirkan tentu saja infrastruktur pasar untuk derivatif cuaca (saat ini hanya tersedia bursa derivatif komoditi dan derivatif finansial di Indonesia), serta perangkat hukum yang bisa melindungi dan mengikat pihak-pihak yang berminat dan terlibat dalam transaksi derivatif cuaca.

Daftar Pustaka

Bank, M., and Weisner R., 2009. Determinants of weather derivatives usage in the Austrian winter tourism industry. Tourism Management 30, p. 1-7.
Brockett, P.L., Wang, M., and Yang, C., (2005), “Weather derivatives and weather risk management”, Risk Management and Insurance Review, 8, p. 127-140.
Hoffmann, V.H., Sprengel, D.C., Ziegler, A., Kolb, M., and Abegg, B., (2009), “Determinants of corporate adaptation to climate change in winter tourism: an econometric analysis”, Global Environmental Change 19, p. 256–264.
Syahailatua, A., (2008), “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Perikanan”, Oseana, 2, p. 25-32.
Weather Risk Management Association (2013), “Trading weather risk”, http://www.wrma.org/risk_trading.html, diakses pada 14 Februari 2013.

---
Artikel Dosen: Manajemen Risiko dan Derivatif Cuaca
Dimuat pada majalan EBNEWS Edisi 14 Tahun 2013