Cetak
Kategori: Berita
Dilihat: 2633

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) pada Senin (23/03) mendapat kunjungan spesial dari Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2009-2014. Kedatangan Prof. Boediono untuk memenuhi undangan acara Economics Talk yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) bertempat di Djarum Hall, Pertamina Tower lantai 6.

Economics Talk merupakan acara pembuka dari serangkaian diskusi ekonomi yang akan diselenggarakan oleh HIMIESPA. Pada Economics Talk yang pertama, tema yang diangkat adalah “Perkembangan Ekonomi Global dan Tantangannya bagi Indonesia.” HIMIESPA berharap forum diskusi ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap perekonomian Indonesia langsung dari tokoh-tokoh ahli. Hadir pula Prof. Wihana Kirana Jaya M.Soc, Dekan FEB UGM dan Denni Purbasari, S.E., M.Sc., Ph.D, dosen Ekonomika Internasional FEB UGM dalam diskusi siang itu.

Para peserta nampak antusias dengan kedatangan Pak Boediono, nampak dari antrean pengambilan tiket yang panjang dan habis kurang dari 30 menit. Dalam ruangan, peserta juga banyak bertanya kepada Prof. Boediono.

Dalam diskusi tersebut, Prof. Boediono menyampaikan bahwasanya dalam ekonomi global ada 2 hal yang harus diperhatikan, yaitu kurs dan suku bunga. Hal yang dapat kita lakukan adalah teknik untuk menyesuaikan dengan dinamika yang ada. Itulah yang menjadi seni tersendiri dalam ekonomi. Selain itu, Prof. Boediono juga menceritakan bahwasanya kemajuan ekonomi tidak hanya dilihat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)-nya saja, melainkan juga produktivitas tenaga kerja, inovasi, alokasi keuangan oleh kelas menengah, dan kemampuan negara untuk menentukan nasibnya sendiri.

Sebelum menutup acara, Prof. Boediono bercerita tentang bagaimana Indonesia dapat keluar dari masa penjajahan dan memerdekakan diri karena orang-orang terbaiklah yang berjuang di garda terdepan. Saat ini, Indonesia dapat maju dan keluar dari jerat kemiskinan jika orang-orang terbaik bersedia untuk terlibat menjadi pemangku kebijakan dan tidak sekadar berpangku tangan. Hal ini tentu membutuhkan sebuah pengorbanan.

Sumber: Azka/FEB