Cetak
Kategori: Berita
Dilihat: 1239
Economic Jazz 2018

Perhelatan Economic Jazz di UGM sudah memasuki usia yang ke 31 tahun. Sudah banyak musisi jazz nasional maupun internasional yang manggung di konser ini. Tapi, kenapa sih jazz?

Tony Prasetiantono, promotor Economic Jazz menceritakan sedikit seluk beluk festival ini dari tahun ke tahun saat Konferensi Pers UGM Jazz 2018 di Hotel Royal Ambarukmo (02/11/2018). Tony menjelaskan, alasannya saat pertama kali mengadakan Economic Jazz di UGM tahun 1987 ialah, jazz saat itu menjadi genre musik yang banyak digemari orang Indonesia. Meski sebetulnya menurut dia musiknya tidak jazz betul, tapi lebih fusion jazz atau smooth jazz. Nama-nama seperti Mozaforte, Karimata atau Fourplay banyak mendapatkan pendengar di Indonesia.

Tony termasuk yang tergila-gila dengan musik itu. Ia mengidentikkan kegilaan anak muda zaman itu terhadap musik jazz dengan kegilaan kawula muda saat ini terhadap musik Korea. "Jadi koreanya kami itu ya Bob James, Candra Darusman, mereka adalah dewa-dewa yang kami kagumi," jelasnya.

Sebagai bentuk kekaguman tadi, Tony merasa tak cukup mendengarkan lewat kaset atau piringan hitam, tapi juga harus mengundang mereka untuk manggung. Maka digelarlah hajatan Economic Jazz. Di festival yang pertama pada 1987, bintang tamu yang diundang merupakan musisi jazz nasional, di antaranya ada Karimata dan Ruth Sahanaya.

"Yang umum diundang kebanyakan smooth jazz bukan jazz yang kompleks," terang Tony. "Jadi kenapa jazz, saya kira jujur saja mungkin lebih ke arah personifikasi kita senengnya apa, karena saya senengnya musik itu," lanjutnya.

Hingga kini Economic Jazz terus berlangsung dan termasuk festival jazz yang paling konsisten di Indonesia, sudah 31 tahun lamanya. Meski bukan yang tertua. Festival jazz di Universitas Indonesia sudah masuk usia yang ke 41.

"UI sudah ke 41 itu luar biasa, masalah daya tahan ini yang harus kita kagumi."

Walaupun sudah 31 tahun, tidak setiap tahun festival digelar. 7 kali festival ini absen digelar. Jadi, UGM Jazz 2018 ini merupakan bagian dari Economic Jazz ke 24. Alasan absennya festival dalam beberapa tahun tersebut menurut Tony kebanyakan karena promotornya sedang sibuk sekolah. 

Dari waktu ke waktu Economic Jazz mengalamai metamorfosis. Sejak 2011 ia mengubah orientasi dari artis lokal ke internasional. "Karena saya merasa sudah saatnya UGM punya konser yang internasional. Pertanyaannya gimana caranya?" tanya Tony. Kemudian ia belajar dari Peter Gontha yang sudah berkecimpung di Java Jazz Festival. Darinya Tony mendapatkan jaringan untuk berhubungan dengan artis internasional.

Artis Internasional pertama yang berhasil diundang ialah Michael Paulo tahun 2011. Di perhelatan 2018 ia mengundang Bob James Trio.

"Tahun depan? Gak tahu. Katanya mau Fourplay tapi kita lihat lah bujetnya cukup apa enggak. Sudah janji tapi dompet tipis ya tobat," gurau Dosen FEB UGM ini.

Sumber: kagama.co