Cetak
Kategori: Berita
Dilihat: 3662

Konsep Keistimewaan Yogyakarta pada realisasinya harus relevansi dengan pilar-pilar "istimewa", sehingga tepat guna dan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat Yogyakarta.

Pada Jum’at (15/8) bertempat di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (BAPPEDA DIY) terselenggara pertemuan rapat sosialisasi dan BAPPEDA DIY dengan Dashboard for Excellence Quality and Productivity Improvement (DEQPI) Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) untuk membahas kerjasama dan kegiatan riset dengan fokus dan tujuan yang sesuai pada aspek Keistimewaan DIY.

Kepala BAPPEDA DIY, Drs. Tavip Agus Rayanto, M.Si. menyambut optimis langkah kerjasama ini, mengingat pentingnya riset sebagai bagian dari upaya perubahan dan perbaikan di segala aspek sesuai dengan filosofi Keistimewaan Yogyakarta.

Muhammad Edhie Purnawan, M.A., Ph.D., Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama dan Alumni FEB UGM dalam sambutannya mewakili Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc., Ph.D., Dekan FEB-UGM dan Tim DEQPI FEB-UGM, menyampaikan bahwa perlu adanya kolaborasi yang dapat membantu perekonomian dan kemajuan di Yogyakarta. Beliau juga menyampaikan bahwa DEQPI, salah satunya dapat memberikan kontribusi dan peran penting seperti pembangunan dan operasi indeks sebagai indikator pencapaian. Salah satu indeks yang dapat disosialisasikan DEQPI seperti indeks wanita bekerja, indeks ekonomi, indeks akuntabilitas, dan sebagainya. Indeks tersebut misalnya dikembangkan lagi dengan memasukkan elemen keistimewaan DIY seperti salah satu contohnya unsur budaya.

Selain itu, pengentasan kemiskinan di Yogyakarta menurut Kepala BAPPEDA DIY adalah salah satu hal yang prioritas beberapa tahun terakhir ini. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu cara dalam upaya pengentasan kemiskinan. Beliau menambahkan bahwa pendidikan berbasis budaya adalah salah satu konsep yang diharapkan dalam pembangunan DIY dengan keistimewaannya.

Sebagai tahap awal komitmen kerjasama, Tim DEQPI FEB UGM diwakili oleh Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D. dan Akhmad Akbar Susamto, S.E, M.Phil., Ph.D. memaparkan beberapa konsep dari implementasi indeks yang nantinya dapat dikembangkan sesuai dengan aspek Keistimewaan Yogyakarta dalam mencapai pembangunan keunggulan yang berkualitas. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, pengembangan indeks dapat dilakukan di semua aspek kehidupan. Pada tingkat pemerintahan misalnya, indeks akan menjadi raport untuk evaluasi dan perbaikan kinerja pemerintah. Pentingnya pengukuran indeks dikarenakan sifat objektif indeks yang berdasar pada aspek yang menjadi prioritas. Data pengukuran dapat diperoleh melalui data primer dan sekunder.

Direktur DEQPI, Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D., dalam presentasinya memaparkan bahwa dari sisi kesejahteraan, pengentasan kemiskinan, dan economic sustainability, dapat dikembangkan Indeks Unik Wanita Bekerja (WWU Index) di Yogyakarta sehingga menghasilkan rumusan kebijakan dan sistem bekerja yang UNIK bagi wanita bekerja berdasarkan pada keunikan wanita. Keunikan wanita bekerja ini diharapkan dapat membuka peluang kerja kepada seluruh lapisan wanita baik yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal tersebut dapat dicapai dengan adanya indeks penyetaraan kemampuan atau mapping skill informal ke profesional. Konsep “kehadiran bekerja secara fisik” dapat dialternatifkan dengan “konsep bekerja dari rumah” baik secara virtual office atau online communication. Jenis pekerjaan tersebut, seperti menjadi “agen BAPPEDA DIY” dalam usaha pengendalian inflasi di pasar tradisional dengan ikut serta melaporkan secara online atau mobile kepada BAPPEDA DIY harga-harga sembako yang tidak sesuai dengan kebijakan yang ada. Berbagai konsep unik untuk meningkatkan produktifitas wanita bekerja dapat lebih diwujudkan sehingga wanita dapat bekerja dengan lebih bahagia tanpa harus mengesampingkan keluarganya dan tetap bekerja secara profesional. Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D., melanjutkan, dengan pengembangan indeks unik wanita bekerja maka diharapkan dapat menciptakan dampak positif yang bermanfaat bagi wanita bekerja dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Hal ini juga berdampak pada ekonomi nasional secara umumnya mengingat bursa wanita bekerja di Indonesia cenderung mengalami kenaikan.

Selain itu, Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D. juga memberi contoh lain dari pengembangan indeks, salah satunya adalah standarisasi kualitas pelayanan atau quality service standardization dengan menganalogikan status fasilitas warung makan seperti status hotel bintang lima, empat, melati dan sebagainya. Warung makan pinggir jalan di Yogyakarta yang selama ini dianggap kurang “higienis” dan kurang dioptimalkan sehingga kurang mendapat minat wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D., memaparkan bahwa hal ini dapat menjadi peluang di sektor pariwisata apabila dikelola dengan baik. Realisasi hal tersebut dapat dilakukan dengan pengembangan indeks berdasarkan aspek budaya, kearifan lokal, pariwisata, dan kualitas sehingga dapat terstandarisasi sehingga warung makanan menjadi eksotisme tersendiri bagi DIY tanpa meninggalkan filosofi keistimewaan.

Akhmad Akbar Susamto, S.E, M.Phil., Ph.D. menyampaikan bahwa di Yogyakarta dapat dibuat indeks daya saing dan pembangunan keistimewaan berdasarkan elemen “keistimewaan”, dimana indikator-indikator dibangun dari filosofi kebudayaan, kesejahteraan, pendidikan, pariwisata, dan bidang lainnya. Nantinya indeks tersebut menjadi kajian sebagai rekomendasi stakeholder dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan di tingkat makro.

DEQPI FEB UGM mengharapkan pengaplikasian indeks di lingkungan BAPPEDA DIY dapat mendukung program dan tujuan BAPPEDA DIY dalam peningkatan kualitas masyarakat Yogyakarta dalam berbagai aspek kehidupan. Pada pelaksanaannya, indeks tersebut dievaluasi secara real-time dan menjadi rekomendasi untuk perbaikan pada program yang telah terlaksana. Kondisi tersebut menjadi bagian continuous improvement yang sejalan dengan pembangunan keunggulan berkualitas. Kedepannya, diharapkan Yogyakarta dapat menjadi index centre sehingga dapat menjadi rujukan kota lain di Indonesia juga di dunia internasional.

Komitmen kerjasama antara BAPPEDA DIY dan DEQPI FEB UGM akan dilanjutkan dengan penyiapan konsep indeks yang sesuai dengan filosofi "keistimewaan" Yogyakarta untuk pemaparan dan diskusi yang lebih mendalam dengan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X. Konsep indeks yang sesuai dengan visi dan misi antara semua pihak khususnya masyarakat Yogyakarta, tentunya akan tepat sasaran dan riset tersebut dapat menjadi bagian dari program perencanaan BAPPEDA DIY sehingga dapat terealisasikan.

Pertemuan yang berlangsung di gedung BAPPEDA DIY ini dihadiri oleh Kepala BAPPEDA DIY, Drs. Tavip Agus Rayanto, M.Si.; Ir. Sugeng Purwanto, M.M.A (Kepala Bidang Perekonomian); Dra. Puji Astuti, M.Si. (Kepala Bidang KESRA); Danang Setiadi (KESRA); Dionysius Desembrianto, S.E., M.Si., M.A. (Bidang Pengendalian); Gutik Lestari (Renstik) dan beberapa bidang terkait lainnya juga beberapa asisten BAPPEDA DIY dan DEQPI FEB UGM. Pertemuan diakhiri dengan penyerahan cinderamata dari DEQPI FEB UGM kepada BAPPEDA DIY dan penyerahan buku “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru” untuk DEQPI FEB UGM oleh BAPPEDA DIY.

Sumber: Agung/DEQPI