Universitas Gadjah Mada meraih penghargaan sebagai Perguruan Tinggi Pelaksana Pembentukan dan Penguatan Unit Layanan Disabilitas Terbaik 1 Tahun 2024 pada Anugerah Diktisaintek 2025 di Graha Diktisaintek, Jakarta, Jumat (19/12/2025). Penghargaan tersebut menegaskan komitmen UGM sebagai kampus inklusif.
Pencapaian tersebut tidak lepas dari sosok Wuri Handayani, S.E., Ak., M.Si., M.A., Ph.D. Ketua Unit Layanan Disabilitas (ULD) UGM yang juga merupakan dosen Departemen Akuntansi FEB UGM. Ia memiliki peran besar dalam pengembangan ULD UGM yang dibentuk melalui Peraturan Rektor UGM No. 19/2024 tanggal 20 Mei 2024 dan diresmikan pada 10 Desember 2024 lalu.
Wuri menjelaskan pembentukan ULD merupakan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang tersebut mewajibkan perguruan tinggi menyediakan layanan bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Dorongan pembentukan ULD di perguruan tinggi diperkuat melalui Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas pada Satuan Pendidikan.
Wuri menyebutkan tantangan yang dihadapi mahasiswa disabilitas berlapis. Secara secara individual mereka memiliki kepercayaan diri yang rendah. Secara sosial, mereka penerimaan lingkungan, serta stigma dan sikap masyarakat yang masih memandang kemampuan disabilitas secara sebelah mata. Secara struktural, masih banyak peraturan yang tidak memberikan perlindungan bagi pemenuhan hak pendidikan bagi mahasiswa.
“Di sinilah ULD hadir untuk memastikan bahwa tantangan yang mereka hadapi tidak mengurangi kemampuan mereka menjadi versi terbaik dengan memperoleh akomodasi yang layak sesuai ragam disabilitas, agar dapat menikmati proses pembelajaran setara dengan mahasiswa non disabilitas,” ujar Wuri.
Pengalaman Personal Perkuat Komitmen
Keterlibatan Wuri dalam isu disabilitas berakar dari pengalaman personal dan akademiknya. Bergabung dengan UGM pada 2018, ia mendapati belum adanya ULD di tingkat universitas. Saat itu, pendampingan mahasiswa disabilitas masih bersifat pada kegiatan kemahasiswaan dan belum menyentuh ranah kebijakan.
Pengalaman pribadinya menghadapi diskriminasi struktural, pernah ditolak bekerja karena disabilitas, serta pengalamannya menempuh studi jenjang magister di University of Leeds, Inggris melalui beasiswa Chevening menjadi titik balik.
“Di kampus-kampus di Inggris, layanan disabilitas adalah sistem yang mapan. Sejak registrasi, mahasiswa langsung ditanya dukungan apa yang dibutuhkan agar dapat belajar optimal, baik akademik maupun non akademik,” kenangnya.
Saat menempuh studi S2, Wuri mendalami bidang Disability and Social Policy. Ia belajar bersama mahasiswa disabilitas fisik, netra, dan tuli. Dari pengalaman tersebut memberinya pemahaman bahwa setiap ragam disabilitas memiliki kebutuhan yang berbeda dan dapat difasilitasi secara adil. Inspirasi inilah yang kemudian ia bawa pulang dan mulai melakukan advokasi di UGM sejak 2019.
Merintis di Tengah Tantangan
Proses pembentukan ULD UGM bukan tanpa hambatan. Tantangan utama pada fase awal adalah memastikan keberlanjutan unit dan meyakinkan universitas bahwa ULD merupakan amanah undang-undang sekaligus kebutuhan nyata mahasiswa. Proses advokasi, penyusunan SOP, hingga naskah akademik berlangsung bertahap sejak 2019, sempat terhenti akibat pandemi Covid-19. Momentum kembali menguat pada 2023 melalui workshop dan penyusunan naskah akademik ULD, hingga akhirnya terbit Surat Keputusan pendirian ULD pada Mei 2024. Hingga pada Desember 2024 ULD UGM diresmikan dan menempati kantor di Kompleks Bulaksumur, Jalan Mahoni No. C-18, Sagan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dampak Nyata
Sejak berdiri, ULD UGM telah melayani sekitar 52 mahasiswa penyandang disabilitas dengan ragam kondisi, mulai dari disabilitas fisik, netra, tuli, hingga mental. ULD melakukan asesmen kebutuhan individual dan memberikan rekomendasi kepada fakultas, termasuk pelatihan, coaching untuk meningkatkan kepercayaan diri, serta fasilitasi pembelajaran yang inklusif.
“Mahasiswa disabilitas yang diterima di UGM memiliki kapasitas intelektual yang tinggi dan relatif mandiri. Namun, pada kebutuhan tertentu, mereka tetap memerlukan dukungan sistemik agar dapat berkembang optimal,” jelas Wuri.
Menjadi Center of Excellence
Bagi Wuri, penghargaan Terbaik I ULD pada Anugerah Diktisaintek 2025 merupakan bentuk apresiasi negara terhadap upaya mewujudkan kampus inklusif. Ia pun berharap nantinya ULD UGM bisa memberikan layanan yang lebih baik lagi bagi civitas akademika penyandang disabilitas. Selain itu, UGM diharapkan dapat menjadi kampus yang lebih inklusif dan humanis ke depannya.
“Saya tidak pernah menyangka akan mendapat penghargaan ini. Penghargaaan ini merupakan pengakuan bahwa upaya menjadi inklusif dan humanis diapresiasi,” tuturnya.
Wuri kembali berharap ULD UGM nantinya dapat berkembang menjadi center of excellence dalam isu disabilitas. Unit ini diharapkan tidak hanya memberikan layanan bagi civitas akademika penyandang disabilitas, tetapi juga pusat rujukan untuk riset, pengembangan produk, hingga sistem pembelajaran inklusif.
“UGM adalah miniatur Indonesia. Jika inklusivitas dapat tumbuh kuat dari UGM, saya berharap dampaknya bisa dirasakan lebih luas oleh masyarakat,” pungkas Wuri.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum




