Survei Tak Akan Surut Meski Terjadi Pandemi
- Detail
- Ditulis oleh Sony
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3297
Pada Kamis (25/6) Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) menyelenggarakan SinarKu (Seminar dan Kuliah Umum) dengan tajuk "Pengumpulan Data Primer Melalui Survei". SinarKu kali ini membahas tentang cara pengumpulan data primer melalui survei dan bagaimana data dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Pandemi Covid-19 yang saat ini terjadi menyebabkan SinarKu tidak dapat dilaksanakan secara offline, oleh karena itu pelaksanaan secara online menggunakan platform Cisco Webex menjadi pilihan utama. Meski begitu, hal tersebut tidak memengaruhi antusias peserta untuk hadir dalam seminar, terbukti 142 peserta turut meramaikan diskusi, baik dari kalangan akademisi, maupun masyarakat umum. Shima Dewi Mutiara Trisna, SE., M.Sc hadir sebagai moderator yang memimpin diskusi bersama narasumber, yakni Anna Triana Falentina, Ph.D. dari Direktorat Pengembangan Metodologi Sensus dan Survei Badan Pusat Statistik.
Anna mengawali diskusi dengan membahas terkait data yang saat ini menjadi komoditas terpenting untuk dasar pengambilan keputusan. Ia membagi secara umum bahwa ada tiga jenis pengumpulan data, yakni data registrasi, data sensus, dan data survei. Menurutnya, ketiga data tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Data Registrasi adalah pencatatan secara individu oleh setiap institusi, menghemat waktu dan biaya, namun memiliki karakteristik terbatas. Data Sensus lebih menggunakan metode pengumpulan data yang mencakup seluruh populasi, meskipun memiliki ketelitian yang kurang, tetapi positifnya, data sensus dapat menyajikan data sampai wilayah terkecil, sedangkan Data Survei adalah data yang diperoleh dengan mengumpulkan data dari sebagian populasi dengan tujuan untuk memperoleh variabel yang lebih rinci dan sesuai dengan kebutuhan. Anna memberi contoh data survei dengan kasus kriminalitas. "Kita ambil contoh data kriminalitas, dari sejumlah sampel yang diambil, kita memerlukan sampel lebih banyak untuk dapat memperoleh data yang jarang terjadi", jelasnya.
Kemudian, Anna melanjutkan pembahasan mengenai tahapan pelaksanaan survei, diantaranya adalah tahap perencanaan yang memuat penentuan tujuan survei dan target populasi, tahap persiapan mulai dari pemilihan sampel hingga pengawasan di lapangan, tahap pelaksanaan yang memuat pengumpulan data di lapangan, serta tahapan pengolahan hingga penyajian. Anna juga memaparkan cara untuk mendesain survei. Hal pertama adalah menentukan tujuan survei, apa yang akan dihasilkan dari survei, apa target populasi, dan apa level generalisasi yang akan disajikan. Kemudian, hal selanjutnya yang diperlukan adalah menyiapkan kerangka sampel yang berhubungan dengan target populasi survei, dan menentukan berapa jumlah sampel yang cukup untuk menggambarkan populasi. Pada bagian ini, Anna mengkritisi terkait kebiasaan yang dilakukan mahasiswa untuk mendapatkan jumlah sampel.
"Biasanya untuk penelitian mahasiswa menggunakan Rumus Slovin. Namun, bila dilihat dari pelaksanaan desain sampel secara ideal, Rumus Slovin tidak mencerminkan apapun terhadap karakteristik unit penelitian kita", ungkapnya. Ia menyarankan untuk menggunakan metode Multiple Indicator Cluster Survey (MICS) untuk lebih mendapatkan karakteristik dan informasi. Tak cukup sampai di situ, Anna juga menambahkan bahwa ada faktor lain yang cukup berpengaruh terhadap desain survei, yaitu alokasi sampel, pemilihan sampel, sampling error, dan metode pengumpulan data. Dari pemaparan tersebut, Anna menyimpulkan bahwa inti dari perancangan survei adalah bagaimana kita dapat mengambil kesimpulan terhadap populasi dari penggunaan data sampel, serta memastikan bahwa tujuan survei terpenuhi dengan presisi yang baik.
Ketika ditanya tantangan apa yang terjadi saat pandemi Covid-19, Anna menuturkan bahwa pandemi Covid-19 ini bukan sebuah halangan. Menurutnya, walaupun saat ini terjadi perubahan dalam moda pengumpulan data, survei tetap penting dan tak akan pernah surut meski terjadi pandemi. Bahkan, survei akan semakin banyak dilakukan, khususnya untuk pemerintah. Hal ini disebabkan pemerintah membutuhkan survei untuk reaksi tanggap pembuatan kebijakan, baik saat pandemi maupun pasca pandemi, serta butuh instrumen untuk melanjutkan data series. Ia menambahkan bahwa pandemi juga akhirnya memaksa untuk mendesain ulang survei dengan menyesuaikan strategi sampling dan moda pengumpulan data yang relevan. "Pandemi ini butuh pendekatan yang lebih fleksibel, tapi berdampak kecil pada kualitas data", ujarnya. Namun, ia mengingatkan bahwa akses publik terhadap teknologi juga harus diperhatikan karena ketika penetrasi internet sangat rendah, maka survei dengan moda internet atau mobile akan meningkatkan bias. Harus dipastikan bahwa penduduk dengan latar belakang yang tidak menguntungkan dapat masuk dalam frame ketika moda tersebut digunakan.
Sumber: Sony Budiarso/Leila Chanifah Z.