Pembatasan Aktivitas saat Pandemi, Konsumsi Pemerintah Menjadi Kunci Keberlanjutan Fiskal dan Ekonomi
- Detail
- Ditulis oleh Sony
- Kategori: Berita
- Dilihat: 1647
Pusat Kajian Sektor Publik dan Perpajakan (PSST), Laboratorium Akuntansi, Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM pada Jumat (26/02) menyelenggarakan Seminar dengan topik "Meninjau Kembali Keberlanjutan Fiskal Selama Pandemi COVID-19 di Indonesia". Seminar diselenggarakan secara daring melalui Platform Zoom Meetings. Seminar kali ini menghadirkan narasumber seorang praktisi kebijakan fiskal dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), yaitu Adelia Surya Pratiwi, S.E., M.Sc., selaku Kepala Subbagian Strategi dan Manajemen Komunikasi Publik, Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu RI. Moderator pada seminar kali ini adalah Vogy Gautama Buanaputra, M.Sc., Ph.D., AFHEA., Dosen Departemen Akuntansi FEB UGM.
Dekan FEB UGM, Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D., menyampaikan sambutan pembuka yang membahas mengenai pentingnya sustainability fiscal di Indonesia. "Kita semua tahu di seluruh dunia, dan di negara kita, masalah sutainability fiscal ini (masalah) penting. Kita perlu memperoleh informasi dari tangan pertama berkaitan dengan sustainability fiscal di Indonesia ini. Dari latar belakang mikro ke makro, bagaimana pajak untuk individu, badan, menjadi kebijakan setelah diolah Badan Kebijakan Fiskal, dan bagaimana dunia Pendidikan bisa men-support kebijakan fiscal dan governance”, ungkap Eko.
Sesi selanjutnya adalah pemaparan narasumber mengenai keberlanjutan fiskal selama Pandemi COVID-19 di Indonesia. Adelia mengajak untuk sekilas melihat kebelakang dimana kondisi perekonomian bangsa sempat mengalami resesi yang cukup dalam di awal 2020.
"Awal 2020 kita masuk pada kondisi yang penuh tantangan, tahun itu (2020) adalah tentang extraordinary, terjadi pelemahan ekonomi yang tidak sama dengan resesi-resesi ekonomi sebelumnya. Krisis tahun 1998 dimulai dari sektor moneter, sekarang berbeda, resesi ekonomi disebabkan oleh pembatasan aktivitas, kita mendapat pendapatan tapi kesulitan untuk spending untuk aktivitas ekonomi", papar Adelia
Adelia mengatakan bahwa Pandemi mempengaruhi fundamental perekonomian Indonesia, ia mengaitkan kerugian ekonomi suatu negara dibandingkan dengan respon fiscal.
"Jika suatu negara mengalami kontraksi mendalam, yang berefek pada masyarakat dan dunia usaha, kemudian direspon kebijakan fiskal yang compensating, kita diberikan stimulus agar pendapatan tidak menurun ke level yang scaring, pengusaha tidak sampai bangkrut, dan masyarakat punya dana untuk emergency", tambahnya.
Adelia mengutip data kondisi perekonomian Indonesia, dimana pada kuartal I sampai dengan kuartal II 2020 Indonesia mengalami kontraksi sampai minus 5%, dan pada kuartal IV 2020 minus 2,19%. Menurutnya, meski terjadi penurunan yang cukup dalam, Indonesia relatif resilience terhadap penurunan ekonomi karena dibantu oleh konsumsi. “Konsumsi Indonesia tetap kuat meskipun global financial crisis, tapi saat ini kita lihat indikator mengalami penurunan. Jadi kita bisa liat saat pandemi government consumption ini the only driver for economy, disaat kita ngga konsumsi, kita ngga invest, ngga ekspor-impor, satu-satunya harapan adalah konsumsi pemerintah”, ujarnya.
Menurut Adelia, pada Pandemi Covid-19 ini, terdapat sektor-sektor yang mengalami penurunan, ada juga yang mengalami kenaikan. Sektor yang terkontraksi cukup mendalam hingga negatif, di tahun 2020 kita lihat bahwa adalah transportasi, akomodasi dan food & beverage. Namun, ada juga yang mencatat pertumbuhan posititf, antara lain sektor education, agriculture, real estate, dan financial insurance, menurutnya sektor-sektor ini mengalami pertumbuhan yang berbanding terbalik dengan ekonomi nasional di tengah pandemi.
Adelia menambahkan bahwa terdapat beberapa area yang bisa dioptimalkan. Pertama, infection fighting, Indonesia menghadapi pandemi itu sendiri dengan dukungan-dukungan instrumen alat kesehatan yang baik sehingga menurunkan tingkat infeksi dan menormalkan perekonomian kembali. Kedua, Disaster Live, memperhatikan masyarakat dan dunia usaha, dunia usaha harus dibantu dengan kebijakan fiskal, untuk mengatasi permasalahan cashflow yang berpotensi menimbulkan problem likuiditas, oleh karena itu, Pemerintah menyediakan fasilitas insentif pajak, unemployment benefit atas PHK, dan lain-lain.
Adelia mengutip data bahwa meski dalam kondisi kontraksi ekonomi, sustainability fiscal di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara G20, berada diurutan yang cukup menengah di tengah pandemi ini, proyeksi fiskal Indonesia juga berada di level menengah dibandingkan negara lainnya.
"Pemberian health spending, vaksin, social protection, dan pemberian banyak insentif pajak dan pinjaman untuk membuat liquidity constraint terbantu, tapi disisi lain penerimaan pajak mengalami penurunan akibat kebijakan fiskal tadi, investasi di kesehatan ternyata tidak cukup untuk menaikkan revenue kita, di tengah ekonomi turun, pengeluaran justru malah semakin meningkat", jelasnya.
Selain itu, ia menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah harus fleksibel, sebab pandemi membutuhkan banyak penyesuaian. Misalnya pada kebijakan bantuan kepada masyarakat, kebijakan tersebut perlu disusun dan harus dianalisis terlebih dahulu, demand-nya akan diarahkan kemana, pemberian bantuan akan di-spend atau disimpan, itu perlu untuk memastikan agar masyarakat diberi bantuan untuk melakukan kegiatan spending, bukan malah disimpan, ini perlu untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
Reportase: Sony Budiarso/Kirana Lalita Pristy