Peran Bank Pembangunan Multilateral dipandang penting sebagai katalis untuk pembiayaan sektor pemerintah
- Detail
- Ditulis oleh Kirana
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2267
Pada Kamis (21/07) Penelitian dan Pengembangan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) FEB UGM menyelenggarakan webinar dan sharing session bertemakan "Megaproject Financing and Multilateral Development Banks' Role in Infrastructure Project De-risking". Acara ini merupakan rangkaian menuju T20 Summit dan hasil diskusinya akan dijadikan rekomendasi dalam Task Force 8 (TF8) Notes untuk komunike T20. Sesi webinar dan diskusi dimoderatori oleh Prof. Dr. Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc., IPU., ASEAN.Eng, selaku Lead Co-Chair Task Force 8.
Think20 (T20) merupakan jaringan lembaga penelitian dan akademisi terkemuka dari komunitas internasional yang berkontribusi pada KTT G20. T20 menghasilkan komunike yang memasukkan rekomendasi berdasarkan penelitian berbasis bukti untuk dibagikan kepada para pemimpin G20 sebagai bahan pertimbangan mereka dalam komunike G20 selama KTT G20. Sedangkan, Task Force 8 (TF8) adalah salah satu bagian dari T20 Indonesia yang fokus pada Pembiayaan dan Infrastruktur yang Tangguh (Resilient Infrastructure and Financing).
Pada sesi kali ini, hadir empat pembicara ahli terkait tema yang diangkat. Pembicara pertama adalah Ricky Camelien yang merupakan Director of Business Development and Asset Expansion dari PT Marga Utama Nusantara. Pada presentasinya, Ricky menyebutkan beberapa aspek yang menjadi faktor kunci sukses (key success factor) dalam mengembangkan mega proyek infrastruktur, di antaranya terdapat proposal proyek, pendanaan proyek, mitra, dan kualitas pembangunan. Selain itu, Ricky juga menjelaskan tentang bagaimana membangun sebuah struktur pendanaan yang kompetitif bagi pengembangan infrastruktur. Menurutnya, terdapat empat poin yang perlu dipertimbangkan, yaitu biaya konstruksi, struktur pendanaan proyek, risiko mata uang, dan tipe self-equity.
Selanjutnya, pembicara kedua adalah Arsianto Poerwanto selaku Managing Director Investment Banking Group dari PT Samuel Sekuritas. Berfokus pada pembahasan menghilangkan risiko pada pendanaan mega proyek terkait proyek jalan tol. Arsianto membahas beberapa poin pada sesi diskusi tersebut, yang pertama mengenai jaminan pemerintah (government guarantee). Menurutnya, jaminan pemerintah adalah sesuatu yang sangat baik untuk dimiliki, tetapi sulit untuk didapatkan. Kemudian, beliau membahas terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mendiskusikan seputar akuisisi tanah dan juga penyesuaian tarif otomatis. Terakhir, Arsianto menjelaskan tentang penggunaan instrumen finansial yang tepat, di antaranya ada pendanaan jangka panjang oleh Bank, mekanisme hedging, dan instrumen jangka panjang lainnya seperti obligasi.
Acara berlanjut menuju sesi oleh pembicara ketiga, yaitu Aloysius Kiik Ro selaku Deputy President Director dari PT Hutama Karya (Persero). Pada sesinya, beliau berbagi seputar proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Aloysius mengatakan bahwa Jalan Tol Trans Sumatera dinilai layak secara ekonomi, tetapi tidak secara finansial. Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia menugaskan Hutama Karya sebagai BUMN untuk mengembangkan JTTS. Pemerintah memberikan dukungan penuh kepada Hutama Karya untuk mengembangkan JTTS melalui berbagai skema serta sumber pendanaan. Selain itu, Aloysius juga membahas tentang aset recycling yang juga dilakukan Hutama Karya dalam mengembangkan JTTS untuk mengurangi risiko finansial yang ada.
Kemudian, topik mengenai pendanaan dari mega proyek PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) pada sesinya dibahas oleh pembicara keempat, yaitu Maya Rani Puspita selaku Vice President of Financial Institution dari PT PLN (Persero). Maya membahas mengenai macam-macam skema pendanaan bagi PT PLN seperti pinjaman dua tahap, onshore/offshore direct lending tanpa/dengan jaminan pemerintah, obligasi global maupun lokal, dan lainnya. Selain itu, ia juga membandingkan dan membahas pertimbangan antara pendanaan dari Bank Pembangunan Multilateral dan Bank Komersial. Di akhir sesinya, Maya menjelaskan terkait beberapa milestone PT PLN (Persero) dalam mendanai proyek-proyeknya, di antaranya PLN menandatangani pembiayaan pinjaman USD 600 juta dengan ADB untuk mendorong proyek energi bersih dan pada Desember 2020 PLN berhasil mengeluarkan pinjaman hijau pertama senilai USD 500 juta. Acara ditutup dengan sesi diskusi antara pembicara dengan para partisipan.
Reportase: Kirana Lalita Pristy
Video webinar: https://youtu.be/VL-s5lnawEw