- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 5739
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika (KTT AA) tahun 2005 telah menghasilkan beberapa poin kesepakatan. Salah satunya adalah deklarasi New Asian-African Strategic Partnership (NAASP). Deklarasi tersebut merupakan wujud konkret pembentukan "jembatan" intra kawasan dengan komitmen kemitraan strategis baru antara Asia dan Afrika, yang mencakup kerja sama ekonomi, solidaritas politik, dan hubungan sosial budaya.
Dr. Sri Adiningsih, M.Sc., tim ahli ekonomi Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP) UGM, mengatakan kerja sama NAASP dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama antarnegara Asia-Afrika. Kawasan Asia Afrika adalah wilayah yang dinamis, berkembang, dan menjadi motor kekuatan perekonomian dunia. Kawasan Asia-Afrika merupakan kawasan yang sangat menjanjikan, pertumbuhan ekonominya melebihi pertumbuhan ekonomi dunia. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia mencapai 7,3% dan Afrika 4 %, sementara tingkat pertumbuhan ekonomi dunia hanya 3,1%.
"Jika kita menjalin kerja sama, maka sangat berpotensi untuk meraih keuntungan yang besar karena kawasan tersebut memang cukup menjanjikan. Namun demikian, di ranah domestik juga dibutuhkan berbagai persiapan serta menggali potensi dan mengajak dunia usaha untuk memanfaatkan celah-celah yang ada," paparnya dalam acara "Sosialisasi 55 Tahun KAA: Peran dan Manfaat Kerja Sama NAASP bagi Indonesia" di Hotel Phoenix Yogyakarta, Selasa (6/4).
Disebutkan Adiningsih, saat ini Indonesia baru memanfaatkan kerja sama perdagangan barang dan jasa dengan negara di kawasan Asia. Sementara itu, kerja sama dengan negara Afrika belum banyak digarap karena sebagian besar komoditas ekspor unggulan Indonesia hampir sama dengan komoditas ekspor di kawasan tersebut.
Dirjen Aspasaf Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, T.M. Hamzah Thayeb, dalam pidatonya yang dibacakan oleh Sesditjen Aspasaf Kemlu RI, Kenssy D. Ekaningsih, mengatakan kerja sama di bawah kerangka NAASP berperan sebagai wadah bagi negara-negara anggota untuk berkumpul guna mendiskusikan dan merumuskan program kerja sama. Di samping itu, juga menjadi instrumen bagi pencapaian kepentingan nasional Indonesia. "Melalui NAASP dapat meningkatkan postur politik dan kredibilitas Indonesia di mata dunia. Hal tersebut mampu menaikkan posisi tawar Indonesia di mata dunia serta membantu Indonesia dalam memainkan peran yang lebih sentral dalam hubungan masyarakat dunia," jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Hamzah Thayeb dalam acara yang digelar PSAP UGM ini, NAASP membuka peluang kerja sama yang lebih luas dengan negara-negara Asia-Afrika bagi Indonesia. Dengan NAASP, Indonesia memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengidentifikasi berbagai peluang yang ada."Yang terpenting untuk ke depannya adalah untuk menjaga kelanjutan serta kesinambungan kerja sama NAASP dengan melibatkan forum antarpemerintah, organisasi subkawasan, dan interaksi masyarakat," imbuhnya.
Drs. Agus Salim, Plh. Direktur KIK Aspasaf Kemlu RI, mengatakan Indonesia telah melakukan berbagai inisiatif dan program di bawah kerangka kerja sama NAASP. Sekitar 20 program telah dilaksanakan dalam rentang waktu 2006-2007. Indonesia juga berkontribusi besar dalam program solidaritas politik dengan menjadi tuan rumah bagi NAASP Ministerial Conference on Capacity Buliding for Palestine tahun 2008. Kegiatan ini merupakan refleksi dukungan nyata Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3501
Yogya (KU) – Indonesia siap menghadapi China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA). Hal itu disebabkan potensi ekspor Indonesia ke China lebih tinggi daripada ekspor China ke Indonesia. Apabila Indonesia tidak mengikuti CAFTA dengan China, pasar Indonesia justru terancam oleh ekspansi produk dari ASEAN yang mendapatkan keuntungan atas tersedianya bahan baku produk China yang lebih murah.
"Potensi kenaikan ekspor Indonesia ke China masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan ekspor China ke Indonesia,"kata staf Deputi Bidang Pengembangan dan Rekstrukturisasi Usaha, Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Djunaedi, mewakili Menteri Negara Koperasi dan UKM RI, Dr. Sjarifudin Hasan, M.M. M.B.A., yang berhalangan hadir dalam Seminar Nasional "Ekonomi Islam dalam Tantangan Perdagangan Bebas". Seminar digelar di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (30/3).
Disampaikan Djunaedi, ada tiga langkah yang akan dilakukan pemerintah dalam rangka penanggulangan dampak CAFTA. Pertama, mengembangkan pasar domestik melalui pencegahan impor di perbatasan dan pasar. “Melalui tindakan penertiban pelaku impor dan pengawasan di pelabuhan. Pengawasan awal dengan karantina diperketat, pengawasan HKI dan SNI, pengawasan pelabelan penggunaan bahasa Indonesia dan pengawasan produk-produk inovasi,” terangnya.
Langkah kedua yang akan dikerjakan adalah melakukan peningkatan daya saing produk UMKM. Terakhir, yang ketiga, meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dengan cara promosi dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Disebutkan Djunaedi bahwa ada beberapa jenis produk ekspor yang paling dirugikan sebagai dampak CAFTA, di antaranya produk kulit, metal, manufaktur, pakaian jadi, gandum, gula, tebu, padi, beras diproses, dan alat mesin panen. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM akan mengembangkan pusat inovasi untuk pengembangan produk yang berorientasi ekspor.
Djunaedi mencontohkan Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Setiap tahun, negara ini menghasilkan produksi kakao sebanyak 550 ribu ton. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sepertiga yang dapat diproses menjadi produk. Sementara itu, Malaysia dan Singapura yang memiliki 300 dan 100 ribu ton dapat mengolah semua menjadi produk. Adanya orientasi ekspor bahan mentah kakao inilah yang menyebabkan petani kakao dalam negeri dirugikan oleh para pedagang.
"Kakao yang mahal harganya justru yang sudah difermentasi. Namun, para petani kita sering ditipu pedagang yang menerangkan ke petani jika kakao hasil fermentasi atau tidak harganya tetap sama. Namun, setelah kita cek ke pabriknya langsung, ternyata ada perbedaan harga 5 ribu hingga 10 ribu per kilo," imbuhnya.
Dr. Tri Widodo, staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, selaku pembicara dalam seminar tersebut mengemukakan Indonesia saat ini menempati posisi kedua di Asia setelah China untuk kategori industri yang memiliki pekerja dengan tenaga tidak terdidik terbesar. "Kita berada nomor dua setelah China. Diikuti selanjutnya Thailand, sedangkan untuk industri dengan tenaga terdidik dikuasai oleh Jepang dan Korea," pungkasnya.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2601
Ekonom UGM, Dr. A. Toni Prasetyantono, M.A., mengkhawatirkan Uni Eropa akan menjadi ancaman krisis global. Dengan semakin meningkatnya utang di negara-negara Eropa, potensial memunculkan krisis ekonomi global.
“Uni Eropa memiliki karakteristik dengan ekonomi di Amerika dengan jumlah utang yang begitu besar. Sekarang ini, utang Uni Eropa 81,8 persen dari PDB, hampir sama dengan Amerika yang mencapai 84 persen,” kata Toni kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Diskusi Great Thinker ‘Filantropi George Soros dan Neo Kapitalisme’, di Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, Rabu (24/3).
Adapun China, untuk saat ini belum menjadi ancaman krisis global karena memiliki utang yang hanya 17 persen dari PDB. Kendati begitu, yang perlu disoroti adalah aktivitas bisnis properti di negara tersebut yang dikhawatirkan menjadi ancaman seperti pernah terjadi di Amerika pada 2008 lalu. “China masih oke dari sisi utang luar negeri, tapi aktivitas properti agak mengkhawatirkan,” kata staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini.
Sementara Indonesia, negara ini berada di posisi cukup aman karena memiliki utang luar negeri sebesar 29 persen dari PDB. Bahkan, dalam dua bulan terakhir pertumbuhan ekonomi dalam negeri justru meningkat. “Saya sempat meramal pertumbuhan ekonomi kita 5,3 persen awal tahun ini. Namun, dari perkembangan dua bulan terakhir, maka angka 6 persen bisa tembus tahun ini,” ujarnya.
Sehubungan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang membaik, hal itu akan berdampak baik pada peningkatan APBN perubahan. “APBN kita bagus akan memberikan stimulus ekonomi yang baik juga sehingga perlu APBN perubahan,” jelasnya.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan masih adanya upaya beberapa anggota DPR yang masih menolak rapat kerja dengan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, untuk pembahasan APBN perubahan, Toni dengan tegas menganggap sikap tersebut merugikan semua pihak. “Sangat mengganggu. Kita tahu APBN kita itu harus direvisi. APBN disesuaikan dengan kondisi terbaru karena ekonomi kita sekarang membaik. Rapat dengan Menkeu penting untuk membahas APBN revisi. Kalau tidak revisi, maka yang rugi kita semua,” jelasnya.
Toni juga menyarankan beberapa anggota DPR untuk menahan diri dan bersikap profesional, apalagi Sri Mulyani saat ini belum terbukti bersalah secara hukum.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3737
Pengimplementasian UU No. 28 tahun 2009 mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dinilai hanya akan menguntungkan kota-kota besar. Sementara itu, bagi kota kabupaten atau daerah terpencil justru akan menjadi suatu beban. Menurut Dr. Ertambang Nahartyo, M.Sc., peneliti Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) UGM, adanya pendaerahan pajak hanya akan menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) kota besar, sedangkan PAD kabupaten justru akan mengalami penurunan.
Disebutkan Ertambang, hal itu terjadi karena adanya ketidaksiapan daerah atau kabupaten, baik dalam sistem, infrastruktur, teknologi, maupun sumber daya manusia. "Pendaerahan pajak hanya akan menguntungkan bagi kota besar yang sudah memiliki kesiapan, mulai dari fasilitas, SDM, sampai teknologinya," jelasnya di MEP UGM, Kamis (4/3).
Lebih lanjut disampaikan Ertambang, Jakarta akan menjadi kota yang paling diuntungkan apabila UU tersebut diimplementasikan secara efektif. Sementara di daerah, seperti NTT, Sulawesi, dan Papua, UU tersebut tidak akan berjalan dengan efektif. "Bayangkan saja, hanya untuk menarik pajak yang tidak begitu besar nilainya bisa menghabiskan biaya penagihan yang besar akibat ketidaksiapan fasilitas di daerah. Pemerintah daerah pasti lebih memilih untuk tidak memungut pajak. Hal ini memang tidak akan begitu berpengaruh bagi daerah. Namun secara nasional, kerugiannya benar-benar terasa," tambahnya.
Dikatakan Ertambang bahwa proporsi PAD terhadap pendapatan daerah secara nasional dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2004-2005 terjadi penurunan sebesar 0,08. Selanjutnya, pada 2006-2007, turun menjadi 0,07, dan semakin menurun pada 2008 hanya 0,06. Menurut Ertambang, seyogianya pemerintah mengkaji terlebih dahulu kesiapan setiap daerah sebelum diberlakukannya undang-undang ini.
Melihat kondisi tersebut, MEP UGM berencana akan menyelenggarakan Seminar "Implementasi UU No. 28 Tahun 2009: Transisi, Tantangan, dan Harapan". Seminar yang akan gelar Sabtu, (6/3) di Hotel Haytt ini dimaksudkan untuk mencari solusi transisi agar implementasi undang-undang ini dapat berjalan dengan baik sehingga mampu meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu, juga untuk mengantisipasi berbagai persoalan implementasi di daerah dan memperkirakan dampak penerapannya bagi penerimaan pemerintah dan perekonomian daerah.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2515
Ekonom UGM, Dr. Rimawan Pradiptyo, M.Sc., mengkritisi besarnya biaya sosial korupsi yang harus ditanggung oleh rakyat akibat putusan peradilan yang menetapkan koruptor mengembalikan dana jauh lebih kecil dari total dana yang dikorupsi.
Berdasarkan hasil penelitian Rimawan, terdapat sejumlah 73,07 triliun rupiah dana yang telah dikorupsi oleh 540 koruptor pada tahun 2008. Kendati demikian, tuntutan jaksa tentang uang yang harus dikembalikan oleh koruptor hanya 32,41 triliun rupiah. Pada umumnya, terpidana melakukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Kemudian, oleh MA hanya 5,32 triliun rupiah saja dana yang harus dikembalikan kepada negara.
“Bayangkan, hanya 7,29% dana yang mesti dikembalikan ke negara. Lalu, siapa yang menanggung kerugian sebesar 73,07 triliun? Tentu saja rakyat sebagai pembayar pajak yang baik,” kata Rimawan dalam Seminar Bulanan "Biaya Sosial Korupsi: Estimasi dan Implementasi", Kamis (25/2) sore, yang digelar di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) UGM.
Lebih menyedihkan lagi, lanjut Rimawan, vonis hukuman yang dijatuhkan kepada terpidana korupsi kebanyakan kurang dari sepuluh tahun. Vonis ini tentunya tidak akan memberikan efek jera kepada para koruptor. Apalagi mereka diuntungkan dengan hanya mengembalikan dana 7 persen saja dari total yang dikorupsi. “Orientasi koruptor adalah uang, maka efek jera akan maksimum jika hukuman dilakukan untuk memiskinkan koruptor,” ujarnya.
Menurut Rimawan, sistem hukum yang berlaku di Indonesia masih bersifat irasional dalam pandangan ilmu ekonomi. Agar berlaku secara rasional, nilai denda ideal yang dijatuhkan, terutama kepada terpidana korupsi, seharusnya disesuaikan dengan biaya sosial yang dihasilkan dari kejahatan tersebut. “Untuk berlaku secara rasional, maka nilai denda tidak dicantumkan eksplisit di dalam UU. Namun, diganti nilai denda yang disesuaikan dengan biaya sosial kejahatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP),” tuturnya. Selain itu, tambahnya, dimungkinkan perampasan aset yang mencurigakan kepada terpidana dengan metode pembuktian terbalik.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 7388
Perkembangan perekonomian global semakin menuntut keberadaan lebih banyak jasa profesi penilai properti. Sejauh ini, di Indonesia baru ada 300 orang penilai bersertifikat. Padahal Indonesia masih membutuhkan sekitar 3000 orang penilai bersertifikat.
Sejauh mana pengetahuan anda tentang profesi jasa penilai aset dan properti? Kami menantang anda untuk membuat karya tulis dengan tema: "Manajemen Aset dan Penilaian Properti".
Peserta lomba bebas memilih satu dari dua bahasan berkut:
- Profesi Jasa Penilai Properti
- Manajemen Aset dan Penilaian Properti
Syarat dan ketentuan:
- Penulis merupakan sarjana strata satu (S1) atau minimal sedang menulis skripsi;
- Penulis berasal dari bidang Ilmu-ilmu Ekonomi (Akuntansi, Manajemen, dan Ilmu Ekonomi), Ilmu-ilmu Teknik, Ilmu-ilmu Pertanian (Pertanian, Teknik Pertanian, Kehutanan), dan Ilmu Hukum;
- Karya tulis sesuai dengan format JEBI (dapat dilihat di http://jebi.feb.ugm.ac.id);
- Karya tulis maksimal terdiri dari 30 halaman dan diketik dengan spasi ganda
- Abstraksi maksimal terdiri dari 250 kata dan disertai dengan keywords
- Setiap karya tulis yang dikirimkan, disertai dengan nama dan alamat korespondensi penulis
- Karya tulis diterima paling lambat tanggal 31 Maret 2010 di MEP FEB UGM (Jl. Teknika Utara, Barek, Yogyakarta 55281)
Penghargaan:
Tiga penulis terbaik mendapatkan beasiswa Program Master di Magister Ekonomika Pembangunan FEB UGM Konsentrasi Manajemen Aset dan Penilaian Properti.
Informasi selengkapnya silahkan menghubungi:
Admisi MEP FEB UGM
Jl. Teknika Utara, Barek, Yogyakarta 55281
Telp. (0274) 555917, 555918, 518945/46
Faks. (0274) 555922, 518946
Email: admisi[at]mep.ugm.ac.id
Halaman 167 dari 177