Menonton film bagi kebanyakan orang menjadi cara sederhana untuk melepas lelah setelah rutinitas padat atau sekedar mengikuti cerita yang tengah populer. Namun tahukah Anda, jika aktivitas ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan saja, tetapi dapat membantu dalam proses healing atau penyembuhan emosional dan psikologis.
Menonton film untuk menjaga kesehatan menat ini dikenal dengan istilah cinematherapy. Lewat film menjadi wahana untuk menumbuhkan kesadaran diri, empati, dan pemaknaan terhadap pengalaman hidup.
Dalam upaya mendukung kesehatan mental sivitas akademikanya, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) menyelenggarakan sesi cinematherapy. Kegiatan ini berlangsung pada Rabu (10/12/2025) di Ruang Audio Visual FEB UGM dengan screening film berjudul Diorama. Kegiatan ini kembali dihadirkan sebagai ruang refleksi dan penyembuhan.
Sesi cinematherapy ini merupakan bagian dari acara Berlayar yang diadakan Career and Student Development Unit (CSDU) berkolaborasi dengan Dharma Wanita Persatuan (DWP) FEB UGM. Menghadirkan konselor School Based Mental Health, Sakti Mutiara.
Film “Diorama” berdurasi sekitar 20 menit ini mengisahkan pengalaman seorang anak perempuan korban perundungan dan hubungannya dengan ibu sebagai orang tua tunggal, disajikan dari sudut pandang anak.
Usai pemutaran, peserta diminta menuliskan perasaan dan hal-hal yang relevan sebagai bahan diskusi. Beragam emosi mengemuka, mulai dari sedih, marah, hingga perasaan campur aduk, terutama menyoroti minimnya komunikasi sehat antara ibu dan anak. Sejumlah ibu menyampaikan empati terhadap tokoh anak yang merasa tidak didengarkan, sekaligus memahami tantangan emosional ibu tunggal yang kerap kelelahan.
Diskusi juga menyoroti titik balik cerita ketika ibu memahami isi hati anak melalui tulisan, simbol bahwa anak ingin didengar dan dipahami, bukan semata dituruti. Dari perspektif mahasiswa, konflik kerap muncul karena perbedaan “bahasa” komunikasi. Mahasiswa menekankan perlunya ruang dialog hangat dan jujur, mengingat setiap fase usia memiliki tantangan tersendiri, terutama di era digital. Sesi ini juga membuka ruang berbagi pengalaman korban perundungan yang berdampak serius pada kesehatan mental serta menegaskan pentingnya dukungan keluarga, lingkungan, dan nilai spiritual.
Sakti Mutiara menegaskan pentingnya komunikasi dua arah, pemahaman emosional timbal balik, serta kesadaran bahwa tantangan orang tua dan anak sama-sama berat. Di akhir sesi ia mengajak peserta membangun community of care. Anak membutuhkan kehadiran orang tua, didengarkan dan menunjukkan kepedulian kecil yang berdampak besar bagi kesehatan mental.
Reportase: Shofi Hawa Anjani
Editor: Kurnia Ekaptiningrum




