Bagi Muhammad Dirga Ananta Firdaus (21) matras judo bukan sekedar alas latihan. Di sanalah pria asal Makasar ini belajar, jatuh, bangkit, terus bertumbuh, hingga mengukir sederet prestasi.
Judo tidak hadir secara tiba-tiba dalam dalam kehidupan Dirga. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang lekat dengan olahraga judo. Sang ibu memiliki latar belakang kuat di cabang olahraga ini. Bahkan dojo tempat Dirga berlatih semasa kecil dipandu langsung oleh kakeknya yang menjadi sensei.
“Awalnya mengikuti judo untuk mengisi waktu senggang. Namun seiring waktu dan bertambahnya usia, sensi dojo tempat saya berlatih yang kebetulan kakek saya mulai memproyeksian saya untuk mengikuti pertandingan-pertandingan tingkat regional kota dan provinsi,” papar mahasiswa Program Studi Manajemen FEB UGM angkatan 2023 ini.
Pengalaman pertama turun ke arena kompetisi menjadi titik penting dalam perjalanan Dirga. Pada usia 14 tahun, ia mengikuti Pekan Olahraga Pelajar Daerah Sulawesi Selatan 2018. Dari ajang inilah ia mulai mengenal tekanan pertandingan sekaligus belajar mengelola rasa gugup. Dari pengalaman tersebut menjadi fondasi mental yang kuat dalam perjalanan judo berikutnya.
Baginya, ketegangan sebelum bertanding justru menjadi bagian yang paling berharga. Rasa takut dan cemas bukan untuk dihindari, melainkan dihadapi. Masuk ke matras dan bertukar serangan dengan lawan menjadi latihan keberanian.
“Sensasi takut dan tegang ketika ingin bertanding tidak bisa saya temukan di tempat yang lain. Saya selalu mencoba untuk mengikuti kompetisi dengan perasaan bangga bagaimana saya bisa mengalahkan ketakutan tersebut.” ungkapnya.
Proses panjang itu pun membuahkan hasil. Dirga mencatatkan sejumlah prestasi dari berbagai ajang kejuaraan judo. Ia meraih medali perunggu pada Pekan Olahraga Pelajar Daerah Sulawesi Selatan 2018, medali perak Judo Open Sulawesi Selatan 2018, serta medali perak Bhayangkara Cup Sulawesi Selatan. Di tingkat universitas, Dirga konsisten menyumbangkan prestasi melalui medali perak Pekan Olahraga dan Seni Universitas Gadjah Mada (Porsenigama) 2023, medali perunggu Porsenigama 2024, hingga pencapaian terbaiknya pada Porsenigama 2025 dengan raihan medali emas dan perunggu.
Namun bagi Dirga, capaian tersebut bukan tujuan akhir. Ia menegaskan bahwa judo tidak hanya berbicara soal teknik bantingan atau kekuatan fisik. Tantangan terbesarnya justru berada di luar pertandingan yakni menjaga pola tidur, mengatur pola makan dan berat badan, serta mengendalikan emosi jelang bertanding. Selain itu juga konsisten menjalani tambahan seperti jogging, gym, dan workout.
Memasuki dunia perkuliahan di FEB UGM, kecintaannya pada judo tetap terjaga. Ia bergabung dengan UKM Judo UGM dan menjalani latihan rutin dua hingga tiga kali dalam sepekan, sambil menyeimbangkan tuntutan akademik dan aktivitas olahraga.
Perjalanan panjang menekuni judo juga tidak lepas dari peran orang-orang terdekat. Dirga menyebut keluarga, khususnya sang ibu, sebagai sumber dukungan terbesar. Peran sensei dan rekan latihan pun turut membentuk konsistensi Dirga hingga hari ini.
Ia mengaku banyak suka duka selama menggeluti olahraga judo. Namun hal yang paling berkesan baginya selama menekuni olahraga ini adalah saat mengikuti Porsenigama 2025. Pasalnya, melalui kegiatan tersebut ia akhirnya dapat merasakan bagaimana berdiri di tempat tertinggi pada podium kompetisi Judo.
“Saya belum pernah mendapatkan emas dalam pertandingan judo. Alhamdulillah saat Porsenigama 2025, saya bisa merasakan hal tersebut dan sangat bahagia akan hal itu,” pungkasnya.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum



