
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengalami penurunan tajam menyebabkan pasar modal Indonesia mengalami tekanan besar dan diberlakukannya trading halt atau penghentian sementara perdagangan saham. Dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), I Wayan Nuka Lantara, Ph.D menyatakan bahwa fenomena ini mencerminkan krisis kepercayaan investor domestik dan asing terhadap situasi politik dan ekonomi di Indonesia.
“IHSG yang anjlok menunjukkan perspektif yang negatif dari pelaku pasar modal. Ketika indeks turun drastis, harga-harga saham di perusahaan dengan kapitalisasi terbesar terutama di sektor perbankan mengalami penurunan signifikan dan membuat para investor kehilangan kepercayaan disusul dengan tindakan menjual saham cepat-cepat,” jelasnya.
Pengamat perbankan, keuangan dan investasi ini mengatakan bahwa akar dari pesimisme ini dapat ditelusuri dari berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidakpastian di sektor politik dan ekonomi yang memunculkan persepsi bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani potensi krisis di Indonesia.
“Hal ini terlihat dari sejumlah kebijakan yang kurang bisa menenangkan pasar. Sebagai contohnya, ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkan efisiensi. Masyarakat diminta untuk menerapkan efisiensi sedangkan pemerintah tidak konsisten melakukannya, misalnya dalam ukuran kabinet yang jumbo” ujarnya.
Selain itu, hal yang memperkeruh kondisi ekonomi adalah daya beli masyarakat melemah dan adanya target pertumbuhan ekonomi yang tidak realistis. Defisit anggaran yang semakin besar serta peningkatan beban utang negara yang jatuh tempo pada Juni tahun 2025.
Dari sisi politik, stabilitas dan penegakan hukum juga menjadi perhatian utama dengan adanya pengesahan beberapa undang-undang yang memicu kontroversi dan ketidakpuasan masyarakat. Ketidakjelasan arah kebijakan dan minimnya gebrakan nyata mengikis kepercayaan publik.
Dampak Pada Perekonomian Nasional
Wayan menyebutkan bahwa ketidakpastian ini berdampak luas pada perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah kerugian besar yang dialami oleh investor domestik pemula dan berusia muda yang baru belajar berinvestasi.
“Ini dapat menurunkan semangat mereka untuk berinvestasi. Bahkan, bagi mereka yang telah mengumpulkan dana bertahun-tahun untuk investasi membuat nilai aset mereka anjlok,” tambahnya.
Lebih luas lagi, kondisi ini berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi, menurunnya investasi baru dan menyebabkan peningkatan angka pengangguran dengan masifnya gelombang pemutusan hubungan kerja. Jika tidak kunjung membaik, hal ini akan membuat negara berpotensi bangkrut.
“Beban utang yang jatuh tempo semakin besar sementara penerimaan negara dari pajak justru mengalami penurunan dapat berujung pada meningkatnya ketidakpuasan masyarakat dan berujung pada gejolak sosial yang bukan mustahil berpotensi memicu kerusuhan,” ujarnya.
Belajar dari Pandemi Covid-19
Dalam menghadapi situasi ini, Wayan menegaskan bahwa pemerintah harus menunjukkan keseriusan dalam menangani krisis termasuk cara berkomunikasi dengan publik yang dinilai sangat buruk bahkan terkesan bercanda dan menciptakan ketidakpastian lebih lanjut. Menurutnya, pembelajaran dari masa pandemi COVID-19 dapat menjadi referensi dalam mengatasi kepanikan pasar yang pada saat itu pemerintah menerapkan kebijakan Asymmetric Auto Rejection dengan membatasi penurunan harga saham maksimal hanya 7% dalam sehari. Selain itu, komunikasi kebijakan yang lebih jelas mengenai arah pemulihan ekonomi juga dapat membantu mengembalikan kepercayaan pasar.
Wayan menawarkan tiga hal utama yang perlu diperbaiki untuk memulihkan IHSG dalam jangka panjang. Pertama, kebijakan pemulihan ekonomi yang jelas dan realistis. Lalu, penegakan hukum yang lebih tegas dan adil, bukan tebang pilih. Selanjutnya, mewujudkan stabilitas politik yang lebih baik dengan mengurangi pembentukan kebijakan yang kontroversial.
Bagi para investor, Wayan menyarankan untuk lebih berhati-hati dalam berinvestasi. Apabila memungkinkan, investor perlu menahan aset tunai, mencari sumber penghasilan tambahan, dan kembali mengevaluasi pola pengeluaran.
“Jika memungkinkan, tahan aset tunai dan perkuat cadangan dana darurat. Tetap lakukan investasi ke instrumen yang lebih stabil seperti obligasi pemerintah, deposito, atau emas,” katanya.
Meski kondisi pasar saat ini masih penuh tantangan, Wayan tetap optimis bahwa dengan langkah yang tepat, Indonesia dapat kembali memulihkan kepercayaan di pasar modal.
“Setipis apa pun harapan, tetap harus ada. Tapi harapan saja tidak cukup, perlu tindakan konkret dari semua pihak, terutama pemerintah,” tutupnya.
Reportase: Shofi Hawa Anjani
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals: