FEB UGM Gelar Mubyarto Public Policy Forum Forum Tahunan Bekerja Sama dengan ANU Indonesia Project
- Detail
- Ditulis oleh Ika
- Kategori: Berita
- Dilihat: 1537
Rabu(21/8) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM bekerja sama dengan ANU Indonesia Project menggelar forum akademik dan pembuat kebijakan Mubyarto Public Policy Forum 2019. Auditorium Lantai 8 Gedung Pusat Pembelajaran Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada ini menjadi tempat diselenggarakannya acara ini. Acara dimulai pukul 9.00 dengan sambutan oleh Wakil Dekan Bidang Kerjasama dan Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Amirullah Setya Hardi, Ph.D. dan perwakilan dari Australian National University (ANU) Indonesia Project. "Acara ini merupakan gelaran turin dan sudah diselenggarakan pada tahun ketiga", ujar Amirullah.
Profesor Benjamin Olken dari Departemen Ekonomi Massachusetts Institute of Technology memulai diskusi dengan topik, "Merancang Program Anti-Kemiskinan di Negara-negara Berkembang di Abad ke-21: Pelajaran dari Indonesia kepada Dunia". Profesor Olken membahas mengenai evaluasi secara acak yang dilakukan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia yang mencakup pentingnya berbasis komunitas dan self-targetting, peran informasi nyata dalam mengurangi kebocoran manfaat, dan dampak jangka menengah dari program transfer tunai bersyarat. Profesor Olken juga memaparkan mengenai tantangan pemerintah di negara-negara berkembang dalam menghadapi, merancang, serta menerapkan program perlindungan sosial.
Sesi selanjutnya adalah keynote speech oleh perwakilan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Dr. Bambang Widiyanto. Bambang menjelaskan mengenai pendekatan berbasis bukti untuk proses pembuatan kebijakan. Ia memberi contoh seputar peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam menyampaikan bantuan tunai pendidikan. Menurutnya, sebelum tahun 2013, kurang dari 10% siswa dari rumah tangga miskin menerima BSM, sehingga untuk meningkatkan akurasi penyampaian BSM, sistem pemberian yang sebelumnya school-based, harus diubah menjadi households-based. Bambang juga menuturkan perihal pengeluaran pemerintah untuk pendidikan pada 2016 sebesar USD 16,5 juta, yang setengahnya mencakup gaji guru dan tunjangan, tetapi tunjangan profesi guru menyebabkan tidak ada peningkatan dalam hasil belajar siswa. ”Guru-guru di daerah terpencil menerima tunjangan daerah terpencil satu kali lipat dari gaji pokok mereka. Guru bersertifikat menerima tunjangan profesional, juga pada satu kali gaji pokok mereka, tapi guru yang menerima tunjangan daerah terpencil memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan penerima“, ujarnya. Selain itu, ia juga memaparkan perihal kepastian pertanggungjawaban dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan layanan pendidikan, reformasi subsidi listrik, dan konvergensi anggaran.
Turut hadir pula, Dr. Elan Setiawan dari UGM, Dr. Mulyadi Soemarto dari UGM, dan Dr. Firman Witoelar Kartaadipoetra dari ANU. Elan Setiawan menjelaskan perihal berbagai masalah tentang mempromosikan kebijakan sosial berbasis bukti di Indonesia. Ia menuturkan bahwa menghasilkan bukti yang kuat hanya setengah jalan untuk meningkatkan kebijakan yang efektif. Setengah jalan lainnya adalah mendapatkan dukungan untuk adopsi dan kapasitas di pihak pemerintah untuk melaksanakan kebijakan atau program dengan benar. Selain itu, Elan juga menjelaskan mengenai Program Keluarga Harapan, Raskin dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), serta bagaimana meningkatkan penargetan program perlindungan sosial.
Sumber: Ika/Humas