Inovasi Digital dalam Pendidikan Akuntansi
- Detail
- Ditulis oleh Sony
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3316
World Class Professor (WCP) 2020 diselenggarakan untuk kali yang kedua (23/10/2020), yang mana pada seminar kedua ini mengambil tema "Inovasi dalam Pendidikan Akuntansi". Mengingat kondisi Pandemi Covid-19, maka Seminar diselenggarakan secara daring melalui Platform Zoom Webinar. Dalam seminar kali ini terdapat dua sesi yang masing-masing akan mengulas topik Pendidikan akuntansi dalam perspektif internasional dan perspektif Indonesia.
Narasumber untuk sesi perspektif internasional adalah Prof. Keryn Chalmers selaku Ketua IAAER dan Dekan Sekolah Bisnis Swinburne di Swinburne University of Technology, Prof. Jacqueline Birt sebagai Ketua AFAANZ, serta Dr. Janine Muir sebagai Dosen Akuntansi di Swinburne University of Technology. Narasumber untuk sesi perspektif Indonesia adalah Dr. Syaiful Ali, Dosen Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, dan Isnaeni Achdiat selaku Managing Partner, Indonesia Market, EY Consulting, serta Singgih Wijayana, Ph.D., Kepala Program Studi Akuntansi FEB UGM dan Anggota Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI).
Sesi pertama adalah penyampaian topik dalam perspektif internasional oleh Prof. Jacqueline Birt yang akan Membahas topik mengenai Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan Akuntansi. Diskusi dibawakan oleh Prof. Keryn Chalmers yang mengantar diskusi dan pemaparan mengenai perspektif internasional ini. Jacquiline menyampaikan bahwa sebagai pendidik, kita harus memastikan bahwa mahasiswa kita adalah yang dibutuhkan dalam dunia profesi yang sebenarnya.
"Sebagai akuntan pendidik, kita ingin mahasiswa kita mengerti untuk membuat atau menyediakan informasi untuk pengguna internal maupun pemegang keputusan eksternal", paparnya.
Itulah mengapa menurutnya, peran akuntansi saat ini berdampak pada teknologi yang sekarang juga terjadi perubahan dalam dunia bisnis. Jacqueline mengatakan bahwa mahasiswa akuntansi di era saat ini tak hanya membutuhkan skill akuntansi, tapi mereka juga membutuhkan skill teknologi digital. Ia menjelaskan bahwa sebaiknya mahasiswa akuntansi memiliki dua skill berkaitan dengan teknologi digital.
"Big Data dan Data Analytics, memahami bagaimana kompleksitas Big Data, mekanisme dan alat bantu apa untuk menganalisis Big Data, serta Data Analytics yang membantu kita untuk meningkatkan efisiensi, dan memanajemen risiko dengan lebih baik. Kedua hal tersebut adalah hal yang sangat penting untuk mahasiswa pahami di era saat ini", ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa mahasiswa perlu mengembangkan skill komunikasi dan behavioral skill. Menurutnya, Inilah yang bisa memunculkan professional sceptisism bagi calon akuntan.
"Kita tidak bisa menggantungkan seluruh keputusan pada data, sebab data memiiki keterbatasan tertentu. Oleh karenanya kita perlu memahami bagaimana arti data tersebut. Inilah pentingnya professional scepticism dikembangkan untuk mahasiswa kita", jelas Jacqueline.
Narasumber Kedua dalam perspektif internasional adalah Dr. Janine Muir yang memaparkan materi dan berbagi pengalaman mengenai Pembelajaran Online dalam Pendidikan Akuntansi. Janine memberi contoh pembelajaran online yang ia terapkan selama perkuliahan. Menurutnya, perkuliahan tidak boleh hanya sekedar memberi konten bacaan untuk mahasiswa, tapi lebih juga bagaimana mereka bisa merasa masuk ke dalam pembelajaran yang sedang berlangsung.
Sebab esensi pengajaran online, menurutnya, perlu memastikan mengenai keterlibatan mahasiswa. Sangat penting untuk memikirkan keterlibatan siswa dalam hal dua dimensi membangun keterlibatan, dan membangun koneksi.
"Kita perlu mendorong keterlibatan mahasiswa dengan menggunakan mikrofon dan video mereka. Mereka mungkin tidak nyaman pada awalnya, dan tugas kita sebagai pendidik adalah membuat mereka nyaman, itulah bagian dari pendidikan akuntansi untuk membantu siswa mengatasi hambatan yang mungkin mereka miliki", kata Janine.
Sesi selanjutnya adalah penyampaian topik dalam perspektif Indonesia oleh Isnaeni Achdiat yang akan membahas topik mengenai Pendidikan di Era Disruptif. Diskusi dibawakan oleh Singgih Wijayana, Ph.D yang mengantar diskusi dan tanya jawab mengenai perspektif Indonesia. Isnaeni mengatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Indonesia harus tersambung dengan praktik atau kebutuhan Dunia Industri.
Menurutnya, dari kacamata dunia praktik, banyak pergeseran drastis dan memunculkan banyak pertayaan apakah lulusan akuntansi masih relevan di era teknologi.
"Pemerintah, organisasi besar, perusahaan besar sudah banyak menerapkan Big Data Analytics, inilah hal yang harus dikuasai agar kita tidak terdisrupsi, agar kita tetap relevan. Mahasiswa harus belajar dan mengerti apa itu teknologi", ungkap Isnaeni.
Isnaeni mengungkapkan bahwa di era teknologi saat ini, terdapat sumber daya baru yang dapat dioptimalkan.
"Di era saat ini, data adalah sumber daya baru, ada organisasi yang tidak punya banyak physical asset, mereka tidak punya pabrik, minim aset, tapi mereka sangat profitable", jelasnya.
"Kekayaan sekarang ini bisa muncul dari algoritma yang canggih, ditambah lagi data, kemampuan dia analisis, dan digabungkan lagi dengan ekstra data, baik itu semi structured, unstructured, itu yang membuat kita memilki kekayaan data", tambahnya.
Terkait dengan Pendidikan akuntansi, ia mengungkapkan bahwa transformasi Pendidikan akuntansi, perlu diarahkan pada bagaimana Pendidikan teknologi itu bisa diserap oleh semua akuntan tanpa terkecuali
"Bukan hanya program, kurikulum Pendidikan akuntansi harus belajar programming, minimal harus ada, karena kita punya kemampuan untuk melakukan logic program, programming saat ini wajib di seluruh program studi, termasuk akuntansi”, jelasnya
Selain itu, menurutnya yang bisa dilakukan adalah memperkaya kurikulum akuntansi, memasukkan mata kuliah programming, dan harus menambah cross faculty credit, menambah kolaborasi pengajar dengan praktisi.
"Kurikulum juga harus fokus pada Digital Business, dan pengembangan softskill.", paparnya.
Untuk mendukung hal tersebut, Isnaeni mengatakan bahwa kurikulum pendidikan akuntansi harus dirubah secara dinamis, dan perlu memasukkan digital material dalam pembelajaran.
Sesi selanjutnya adalah penyampaian materi oleh Dr. Syaiful Ali yang membahas mengenai inovasi Pendidikan Akuntansi. Syaiful mengatakan bahwa di era Covid-19 ini, terjadi double disruption, sebab Covid-19 membuat proses bisnis berubah. Ia memberi contoh dari banyaknya transaksi cashless.
Selain itu, menurutnya, Covid-19 juga membuat resesi ekonomi yang berdampak pada efisiensi, sehingga inilah yang membuat existing job menjadi tanda tanya besar. Oleh karena itu, Syaiful menyampaikan bahwa tenaga kerja sekarang diharapkan bisa beradaptasi, reskilling kemampuan dalam melakukan pekerjaan. Misalnya dari awalnya mengajar offline, pendidik harus bisa mengajar juga secara online.
"Menurut The Future Jobs Report 2020-, di 2025, 85 juta pekerjaan akan displace, akan banyak perubahan, akan banyak interaksi human dengan machine dan algoritma”, paparnya mengutip data dari World Economic Forum.
"Mungkin akuntan tidak akan hilang, tapi pekerjaan akuntan akan berubah, itulah bagaimana Pendidikan akuntansi bisa meningkatkan skill akuntansi dalam konteks teknologi informasi", ungkapnya.
Dalam konteks Big Data, yang paling penting adalah defining and finding the right problem, dan softskill yaitu critical thinking diperlukan di awal untuk men-trigger langkah2 berikutnya, menentukan ketersediaan data dan mengolah data", jelasnya.
Ia menyampaikan data bahwa dalam konteks implementasi di ASEAN, penerapan Big Data dalam industri baru sekitar 13%.
"Sebenarnya kita tidak ketinggalan banget, kita bisa catch up dalam konteks ini, karena di lapangan memang sangat dibutuhkan sekali", pungkasnya.
Reportase: Sony Budiarso/Kirana Lalita Pristy
Video: https://youtu.be/BUj98goq7yU