Memahami Potensi Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan dari IKN
- Detail
- Ditulis oleh Rizal
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2460
Sabtu (4/10), Forum Studi dan Diskusi Ekonomi (FSDE) menyelenggarakan seminar yang bertajuk "Advance to Ibu Kota Nusantara: Indonesia Initial Attempt to an Equitable Economy and Sustainable Development". Dilaksanakan di Auditorium Soekadji Ranuwihardjo Gedung Magister Manajemen (MM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), seminar ini merupakan salah satu rangkaian dari The 18th Forum Studi dan Diskusi Ekonomi (FSDE), yakni acara tahunan dari Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (Himiespa) FEB UGM. Pada kesempatan kali ini, seminar diisi oleh tiga narasumber, yakni Faisal H. Basri, S.E., M.A. (Ekonom Senior dari Universitas Indonesia), Dr. Onesimus Patiung, S.Hut., M.P (Direktur Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Ibu Kota Negara (IKN)), dan Drs. Andrinof Achir Chaniago (Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).
Acara dimulai dengan doa dan pembawaan lagu Indonesia Raya serta Himne Gadjah Mada. Sajian alunan orkestra dari Gadjah Mada Chamber Orchestra lantas menghibur para hadirin. Selanjutnya, Muflih Irfan Luthfi sebagai Chairman dari the 18th FSDE memberikan sepatah dua patah kata sebagai sambutan. Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM, yaitu Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc., Ph.D, juga menyampaikan sekapur sirih sebagai pembuka. Acara pun memasuki sesi seminar yang dimoderatori oleh Muhammad Ryan Sanjaya, yakni Sekretaris dari Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
Sesi Pertama: IKN dan Integrasi Perekonomian Nasional
Pembicara pertama yang mengisi seminar adalah Faisal H. Basri, S.E., M.A. (Ekonom Senior dari Universitas Indonesia). Pembahasan dimulai dengan keunikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dengan luas perairan mencapai dua pertiga keseluruhan wilayah dan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Namun, sumbangan angkutan laut, moda logistik dengan biaya yang paling minimum, malah cenderung menurun. Penurunan tersebut menyebabkan Logistics Performance Index (LPI) dari Indonesia menurun, dari peringkat ke-46 menjadi ke-61 secara global. Dengan kata lain, bentuk kepulauan menyebabkan disintegrasi perekonomian negara.
Lantas, apakah IKN merupakan jawaban dari disintegrasi tersebut? Saat ini, pembangunan ekonomi masih terpusat di kawasan Jawa. Adapun pemindahan IKN telah dicanangkan oleh pemerintah sejak 2019. Sementara itu, pembiayaan ibu kota dialihkan untuk bersumber dari investor asing. Akan tetapi, rencana tersebut belum terealisasikan sehingga sampai saat ini, pembiayaan IKN masih bergantung pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Terlebih, estimasi oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menunjukkan bahwa IKN akan cenderung berdampak negatif terhadap perekonomian. Oleh karena itu, pemerintah masih perlu memikirkan secara matang rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan, terutama dari sisi perekonomian.
Sesi Kedua: Dampak Pembangunan IKN terhadap Kerusakan Lingkungan
Acara dilanjutkan oleh paparan dari pembicara kedua, yakni Dr. Onesimus Patiung, S.Hut., M.P (Direktur Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Ibu Kota Negara (IKN)). Beliau menjelaskan bahwa pemindahan IKN ke Kalimantan sejalan dengan upaya perwujudan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. Namun, di balik tujuan ekonomi yang hendak dicapai, pembangunan IKN juga memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan. Semisal saja, wilayah IKN yang akan dikembangkan hanyalah 65 persen dari keseluruhan luas wilayah. Adapun sisa dari wilayah akan dikembalikan dalam bentuk hutan hujan tropis (reforestasi) atau dimanfaatkan sebagai wilayah produksi pangan. Upaya konservasi lingkungan dari proyek IKN pun turut didukung dengan pembentukan 8 key performance indicator (KPI) terkait berbagai indikator.
Perwujudan keberlanjutan lingkungan dapat dilihat pula dari tiga konsep perkotaan yang dipilih dalam pengembangan IKN, yaitu Kota Hutan (kota yang didominasi oleh hutan), Kota Spons (kota yang meningkatkan peresapan sehingga dapat mencegah banjir), serta Kota Cerdas (kota yang memanfaatkan teknologi). Selain itu, pemerintah turut melakukan minimalisasi dampak kerusakan lingkungan dari pembangunan IKN. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah pelaksanaan persetujuan lingkungan, seperti yang tertera dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembangunan infrastruktur IKN telah mempertimbangkan dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan.
Sesi Ketiga: Alasan untuk Memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan beserta Tantangan dari Segi Politik
Narasumber terakhir dari seminar ini adalah Drs. Andrinof Achir Chaniago (Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Sebagai permulaan, beliau menjelaskan bahwa permasalahan kompleks dari segi sosio-ekonomi yang terjadi di Jakarta, maupun Pulau Jawa secara keseluruhan, terjadi akibat maraknya urbanisasi. Salah satu contoh permasalahan yang sering ditemui di Jawa adalah kemacetan. Selain itu, isu lain yang menjadi problematika adalah penyediaan pangan bagi penduduk. Alih fungsi lahan yang kerap terjadi di Jawa mengancam ketahanan pangan negeri ini.
Di sisi lain, pemerataan pembangunan juga menjadi tujuan yang hendak dicapai dari upaya pemindahan ibu kota. Pemindahan ibu kota diharapkan dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang diemban oleh kawasan Indonesia Timur. Dengan demikian, alasan-alasan tersebut menjadi landasan dari proyek IKN yang dicanangkan pemerintah. Sesi pun dilanjutkan oleh sesi diskusi antara pembicara. Kemudian, dilaksanakan sesi tanya jawab oleh peserta. Hal ini sekaligus menutup acara pada hari ini.
Reportase: Rizal Farizi
Lihat video selengkapnya di https://www.youtube.com/live/_BIJgG9oKfY