
Foto merupakan salah satu elemen penting dalam mendukung komunikasi publik. Kehadiran foto tidak hanya sekedar menjadi pelengkap, tetapi memperkuat narasi visual, memperjelas pesan, dan membentuk citra institusi lebih kuat.
Dalam upaya meningkatkan keterampilan dalam bidang fotografi bagi staf profesional yang bergerak di bidang kehumasaan, FEB UGM menyelenggarakan workshop Fotografi. Menghadirkan Ferganata Indra Riatmoko yang merupakan fotografer dari Harian Kompas.
Indra dalam kesempatan itu memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana teknik fotografi dapat mendukung komunikasi visual dan memperkuat branding institusi. Pemahaman tentang jenis kamera, mulai dari DSLR, mirrorless, smartphone, hingga drone, menjadi dasar penting untuk menghasilkan gambar berkualitas sesuai kebutuhan dokumentasi.
Di awal paparannya, Indra menyampaikan tentang konsep segitiga eksposur, yang meliputi aperture, shutter speed, dan ISO. Konsep tersebut menjadi kunci dalam mengatur pencahayaan agar foto tidak hanya jelas, tetapi juga memiliki estetika yang menarik. Sementara teknik pencahayaan, termasuk pemanfaatan cahaya alami dan buatan serta prinsip three-point lighting, membantu menciptakan suasana dan fokus visual yang tepat dalam setiap bidikan.
Indra menjelaskan bahwa komposisi foto juga menjadi faktor utama untuk menyampaikan pesan secara efektif. Penggunaan rule of thirds, framing, dan negative space mampu menarik perhatian dan memperkuat narasi visual. Pendekatan ini membantu fotografer menghasilkan gambar yang tidak sekadar indah, tapi juga komunikatif dan bermakna.
Teknik dokumentasi yang baik, memanfaatkan metode EDFAT (Entire, Detail, Frame, Angle, Time) untuk menangkap berbagai sudut pandang dan detail penting dalam sebuah peristiwa. Indra menjelaskan bahwa hal ini memungkinkan foto menjadi lebih informatif dan kaya cerita. Bahkan penggunaan smartphone, dengan tips khusus, bisa menghasilkan dokumentasi yang tak kalah efektif.
Etika dalam fotografi kehumasan juga mendapat sorotan khusus. Menurut Indra, kejujuran dalam penyajian foto, penghormatan terhadap privasi subjek, dan sensitivitas terhadap konteks sosial menjadi landasan agar karya foto tidak menimbulkan kontroversi atau salah tafsir. Editing dasar seperti koreksi warna dan pencahayaan harus dilakukan dengan bijak, menjaga keaslian foto sekaligus meningkatkan kualitas visual.
Selain teknik visual, Indra menyebutkan penyusunan caption yang lengkap dengan unsur 5W+1H (What, Who, When, Where, Why, How) penting untuk mendukung narasi dan verifikasi informasi yang disampaikan melalui foto. Manajemen file yang rapi, termasuk penamaan yang sistematis dan penyimpanan di Cloud, menjadi praktik terbaik untuk menjaga keamanan dan kemudahan akses dokumentasi.
Di akhir paparannya Indra mengingatkan penting untuk menghindari kesalahan umum seperti foto blur, pencahayaan yang buruk, komposisi yang ceroboh, dan latar belakang terlalu ramai menjadi langkah penting agar hasil akhir selalu profesional dan efektif dalam menyampaikan pesan. Semua ini menunjukkan bahwa fotografi kehumasan bukan sekadar mengambil gambar, melainkan seni dan strategi komunikasi yang terpadu.
Reportase: Orie Priscylla Mapeda Lumalan
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals