• Tentang UGM
  • SIMASTER
  • SINTESIS
  • Informasi Publik
  • SDGs
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
  •  Tentang Kami
    • Sekilas Pandang
    • Sejarah Pendirian
    • Misi dan Visi
    • Nilai-Nilai
    • Pimpinan Fakultas
    • Pimpinan Senat
    • Pimpinan Departemen
    • Pimpinan Program Studi
    • Pimpinan Unit
    • Dewan Penasihat Fakultas
    • Laporan Tahunan
    • Fasilitas Kampus
    • Identitas Visual
    • Ruang Berita
    • Dies Natalis ke-70
  • Program Akademik
    • Program Sarjana
    • Program Magister
    • Program Doktor
    • Program Profesi
    • Program Akademik Singkat
    • Program Profesional & Sertifikasi
    • Program Sarjana Internasional (IUP)
    • International Doctorate in Business (IDB)
    • Kalender Akademik
    • Ruang dan Kegiatan
  • Fakultas & Riset
    • Keanggotaan Fakultas
    • Akreditasi Fakultas
    • Jaringan Internasional
    • Dosen
    • Profesor Tamu dan Rekan Peneliti
    • Staf Profesional
    • Publikasi
    • Jurnal Yang Diterbitkan
    • Makalah Kerja
    • Bidang Kajian
    • Unit Pendukung
    • Kemitraan Konferensi Internasional
    • Call for Papers
    • Pengabdian Kepada Masyarakat
    • Perpustakaan
  • Pendaftaran
  • Home
  • Berita

Memahami Akuntabilitas sebagai Hukuman atau Penghargaan

  • Berita
  • 28 Juni 2025, 20.57
  • Oleh : shofihawa
Christopher J. Napier memaparkan perspektif akuntabilitas dan tanggung jawab dalam konferensi AAEE 2025 di Bali.

Akuntabilitas sering disalahartikan sebagai upaya mencari pihak yang bisa disalahkan ketika hasil tidak sesuai harapan. Padahal, esensi akuntabilitas jauh lebih luas, bukan soal kesalahan, melainkan bagaimana tanggung jawab dijalankan.

Hal tersebut disampaikan oleh Christopher J. Napier, Profesor Emeritus di bidang Akuntansi di Royal Holloway, Universitas London, Jumat 27 Juni 2025 dalam konferensi internasional 4th Biennial Emerging Scholars Colloquium and Conference on Accounting and Accountability in Emerging Economies (AAEE).  Dalam konferensi yang berlangsung di Sanur Prama Sanur Beach Hotel, Bali ini Napier mengajak peserta untuk menyelami makna dan evolusi akuntabilitas dari sudut pandang yang berbeda dalam pemaparannya yang bertajuk “Perspectives on Accountability: Religious, Political and Economic”.

Napier menyampaikan bahwa konsep akuntabilitas terus berkembang. Awalnya, akuntabilitas dimaknai sebagai kewajiban atau tanggung jawab untuk memberikan laporan atau pertanggungjawaban atas tindakan yang menjadi tanggung jawab seseorang. Laporan ini tidak selalu berkaitan dengan aspek keuangan. Sementara dalam pendekatan modern akuntabilitas terjadi ketika pengambil keputusan memiliki kewajiban atau secara faktual terdorong untuk memberikan pertanggungjawaban. Dalam konteks ini pihak yang terdampak oleh keputusan tersebut memiliki hak atau secara faktual mampu menuntut pertanggungjawaban atas tindakan atau kelalaian pengambil keputusan.

Lebih lanjut Napier mengatakan bahwa akuntabilitas bukan sekadar pelaporan, tetapi pelaporan yang harus membawa konsekuensi, baik berupa penghargaan maupun hukuman bagi pihak yang bertanggung jawab. Dalam praktiknya, akuntabilitas sering dipersepsikan secara negatif sebagai bentuk hukuman, padahal seharusnya juga mencakup peluang untuk mendapatkan apresiasi atau penghargaan. Pandangan ini penting dalam menganalisis hubungan akuntabilitas, termasuk dalam konteks korporasi.

Ia mencontohkan penerapan akuntabilitas di ranah publik yang sering kali hadir sebagai bentuk tindakan konkret seseorang atau institusi yang dimintai pertanggungjawaban. Misalnya, kasus yang ramai dibicarakan di Inggris, seperti anggota parlemen yang lolos dari sanksi meski kinerjanya buruk, presenter TV Gregg Wallace yang mengundurkan diri setelah tuduhan pelecehan, dan perusahaan Fujitsu yang terlibat dalam skandal sistem komputer bermasalah.

“Menariknya, tiga kasus ini menyoroti satu hal yang sama yakni akuntabilitas identik dengan hukuman, bukan dengan penghargaan,” ujar Napier, Jum’at (27/06).

Napier menambahkan bahwa kecenderungan ini tercermin dalam penggunaan bahasa. Salah satunya yaitu penggunaan frasa ‘held accountable’ (dimintai pertanggungjawaban) yang lebih sering didengar karena publik ingin melihat adanya akibat nyata seperti pemecatan, hukuman, dan penggantian kerugian.

Berangkat dari kasus ini, Napier menelusuri akar religius dari konsep akuntabilitas dengan mengangkat referensi dari teks-teks suci. Ia menyebutkan bahwa kata “accountable” pertama kali tercatat dalam bahasa Inggris melalui puisi The Vision of Piers Plowman pada tahun 1380 yang berbunyi “Every rich man will be accountable to Christ” yang artinya “Setiap orang kaya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Kristus”.

Tak hanya itu, Napier turut mengulas paradoks dalam ajaran Katolik dan Kristen tentang surga, neraka. Untuk menjawab paradoks tentang pengampunan dosa, Gereja Katolik Roma mengembangkan doktrin api penyucian, di mana meskipun dosa diampuni melalui kematian Kristus, pembersihan dosa tetap diperlukan sebelum seseorang dapat masuk surga. Sebaliknya, beberapa aliran Protestan menolak doktrin ini dan justru mendorong para penganutnya untuk menjaga “catatan spiritual” sebagai bentuk kesadaran akuntabilitas di hadapan Tuhan.

Napier lalu menjelaskan akuntabilitas dari agama Islam dengan konsep ‘hisab’ yang berarti perhitungan atau pertanggungjawaban yang digambarkan secara kuantitatif. Ia menyebut hari penghitungan (Yawm al-Hisab) sebagai momen ketika semua amal dan niat manusia ditimbang secara adil dan catatan perbuatan diberikan sebagai hasil akhir.

Ia pun menyoroti tentang fenomena “accountability sinks” yaitu situasi di mana tidak ada pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban secara nyata. Akuntabilitas sering dipandang negatif oleh pihak yang dimintai pertanggungjawaban karena dianggap berisiko menimbulkan kritik atau sanksi. Dalam organisasi modern, tanggung jawab individu sering dikaburkan melalui prosedur kaku atau keputusan yang diambil oleh algoritma, sehingga sulit menentukan siapa yang benar-benar bertanggung jawab.

Reportase: Shofi Hawa Anjani
Editor: Kurnia Ekaptiningrum

Sustainable Development Goals

SDG 4 SDG 5 SDG 8 SDG 9 SDG 10 SDG 16 SDG 17

Views: 542
Tags: SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan SDG 16: Perdamaian Keadilan Dan Kelembagaan Yang Tangguh SDG 17: Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan SDG 4: Pendidikan Berkualitas SDG 5: Kesetaraan Gender SDG 8: Pekerjaan Layak Dan Pertumbuhan Ekonomi SDG 9: Industri Inovasi Dan Infrastruktur SDGs

Related Posts

Softskill - Interview Skill FEB UGM 2025

Alumni FEB UGM Bagian Tips Sukses Wawancara Kerja Bagi Mahasiswa

Berita Jumat, 14 November 2025

Kemampuan berkomunikasi efektif, memahami diri, dan menyampaikan nilai secara meyakinkan menjadi kunci sukses dalam proses wawancara kerja. Kesadaran inilah yang ingin ditumbuhkan melalui kegiatan Mandatory Soft Skills: Interview Skills, yang digelar Career and Student Development Unit (CSDU) FEB UGM bersama Lutfi Anggriawan, MR 5, CFP, CHRM, Branch Office Head (Assistant Vice President) BRI Cabang Yogyakarta Cik Ditiro yang juga alumni Manajemen FEB UGM.

Lutfi, menyampaikan interview skills merupakan kemampuan kandidat untuk mempresentasikan diri dan kompetensinya secara efektif dalam proses wawancara, termasuk dalam komunikasi verbal, non-verbal, serta kemampuan menjawab pertanyaan dengan tepat dan terarah.

Tim Basket Putra FEB UGM

Tim Basket FEB UGM Raih Emas dan Perak Porsenigama 2025

Prestasi Jumat, 14 November 2025

Tim Basket Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) kembali menorehkan prestasi gemilang di Pekan Olahraga dan Seni Universitas Gadjah Mada (Porsenigama) 2025.

Pengukuhan Guru Besar Gugup Kismono

Prof. Gugup Kismono Dikukuhkan Guru Besar, Soroti Work Life Balance di Era Gig Economy

Berita Kamis, 13 November 2025

Dunia kerja masa kini tengah menghadapi tantangan besar akibat perubahan orientasi hidup generasi muda dan meningkatnya tekanan digital. Perubahan besar dalam dunia kerja ini menuntut cara pandang baru terhadap keseimbangan hidup.

Entrepreneurs Table

Tiga Ide Bisnis Inovatif Mahasiswa FEB UGM Pemenang Program Pra-Inkubasi YES! 2025

Berita Rabu, 12 November 2025

Kelompok LAZE, RB Nusantara, dan Bantoo dinobatkan sebagai tiga pemenang Program Pra-Inkubasi Young Entrepreneur Show! (YES!) 2025 yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Mahasiswa Manajemen (IKAMMA) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM).

Berita Terkini

  • Alumni FEB UGM Bagian Tips Sukses Wawancara Kerja Bagi Mahasiswa
    14 November, 2025
  • Tim Basket FEB UGM Raih Emas dan Perak Porsenigama 2025
    14 November, 2025
  • Prof. Gugup Kismono Dikukuhkan Guru Besar, Soroti Work Life Balance di Era Gig Economy
    13 November, 2025
  • Tiga Ide Bisnis Inovatif Mahasiswa FEB UGM Pemenang Program Pra-Inkubasi YES! 2025
    12 November, 2025
  • Milky Moo, Usaha Mahasiswa FEB UGM dengan Sentuhan Sehat dan Ramah Lingkungan
    12 November, 2025

Agenda

  • 14Nov Public Lecture: Private Equity Introduction
All Events
Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Jln. Sosio Humaniora No.1, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia 55281

Peta & Arah
Informasi Kontak Selengkapnya

Direktori Fakultas

  • Informasi Publik
  • Manajemen Ruang
  • Manajemen Aset
  • Manajemen Makam

Mahasiswa

  • Komunitas Mahasiswa
  • Layanan Mahasiswa
  • Asrama Mahasiswa
  • Pengembangan Karir
  • Paparan Internasional
  • Beasiswa
  • Magang

Alumni

  • Komunitas Alumni
  • Layanan Alumni
  • Pelacakan Studi
  • Pekerjaan & Magang
  • Beasiswa

Social Media

© 2025 Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

Kebijakan PrivasiPeta Situs

💬 Butuh bantuan?
1
FEB UGM Official WhatsApp
Halo 👋
Bisakah kami membantu Anda?
Buka percakapan
[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju