
Di era BANI (brittle, anxious, non-linear, incomprehensible), dunia dipenuhi oleh ketidakpastian dan perubahan disruptif yang kerap menimbulkan kecemasan. Perkembangan teknologi yang begitu masif, terutama kecerdasan buatan, diprediksi akan menggantikan sejumlah pekerjaan manusia di masa depan. Kondisi ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang kelak akan memasuki dunia kerja, sehingga persiapan karier yang matang menjadi hal penting agar tidak mudah terseret arus disrupsi teknologi.
Untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan tersebut, Career and Student Development Unit (CSDU) FEB UGM menyelenggarakan acara bertajuk “Internship Insights: Learning, Growing, and Thriving” yang digelar secara luring di Ruang Alumni Corner FEB UGM pada Kamis (21/08). Dalam acara ini, Sigit Bayu Cahyanto, Penerima Beasiswa LPDP Magister UGM 2025 sekaligus Mahasiswa Berprestasi UGM Program Studi Diploma 2023, membagikan pengalaman serta tips dalam menghadapi seleksi magang maupun kerja di era disruptif ini.
Sigit menegaskan bahwa di era yang serba cepat dan penuh disrupsi, pencapaian akademik seperti Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tidak lagi cukup, sebab banyak kandidat lain yang memiliki prestasi serupa. Oleh karena itu, untuk dapat bersaing perlu memahami diri sendiri terlebih dahulu, seperti menyadari apa yang bisa dikembangkan dan dimaksimalkan selama berkuliah.
Ia juga mendorong mahasiswa untuk tidak hanya terpaku pada satu bidang saja, melainkan terbuka untuk belajar di bidang lainnya. Hal ini dikarenakan kebutuhan kemampuan dan jenis pekerjaan terus berganti setiap tahunnya seiring dengan perkembangan teknologi. Sebagai contoh, di masa depan pekerjaan seperti akuntan, customer service, data entry clerk, dan kasir, diprediksi akan digantikan oleh mesin.
Oleh karena itu, untuk dapat bertahan, mahasiswa perlu memiliki pola pikir bertumbuh atau growth mindset yang kuat, sehingga dapat mendorong mahasiswa untuk berani mencoba hal baru tanpa cepat puas diri. Ketekunan dan konsistensi dalam setiap usaha juga menjadi kunci untuk dapat bertahan menghadapi tantangan. Tak hanya itu, rasa ingin tahu yang besar dapat membuka banyak peluang belajar. Sementara itu, keberuntungan hanya akan hadir ketika persiapan matang bertemu dengan kesempatan yang tepat.
“Misalnya, kita jangan sekadar memanfaatkan kesempatan berorganisasi atau magang untuk menambah koneksi di LinkedIn saja, tetapi gunakan kesempatan itu untuk terhubung lebih dalam dan memberikan dampak nyata bagi orang lain,” jelasnya.
Sigit juga menjelaskan mengenai tahapan rekrutmen perusahaan, mulai dari seleksi administrasi, psikotes, wawancara, uji kompetensi atau tes teknis, hingga medical check-up. Menurutnya, setiap tahapan memiliki pendekatan tersendiri, seperti menjaga konsistensi dalam menjawab tes psikotes, menggunakan metode STAR (situation, task, action, result) dalam wawancara, serta yang terpenting adalah tidak mudah menyerah.
Tak lupa, Sigit menyampaikan pentingnya personal branding yang baik di LinkedIn bagi mahasiswa. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat headline yang menarik, menggunakan foto profil profesional, mencantumkan detail kontak dan informasi, serta tidak ragu menampilkan pencapaian akademik maupun aktivitas terbaru. Akan tetapi, jika belum memiliki banyak proyek untuk ditampilkan, mahasiswa dapat menampilkan tugas mata kuliah sebagai portofolio di LinkedIn.
“Kuliah adalah masa yang tepat untuk membentuk versi terbaik dari diri sendiri. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya tidak dipandang sebagai sekadar kewajiban atau pilihan orang tua, melainkan investasi untuk meningkatkan kapasitas diri. Sebab, di dunia kerja nanti, yang membedakan bukan lagi peringkat akademik, melainkan hal spesifik apa yang membuat kita berbeda dari kandidat lainnya,” pungkas Sigit.
Reportase: Najwah Ariella Puteri
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals