Kesibukan kuliah, organisasi, dan tuntutan pribadi sering membuat mahasiswa lupa satu hal yaitu mendengarkan diri sendiri. Memahami diri melalui proses refleksi dengan kesadaran penuh atau mindfulness dapat dilakukan melalui teknik STOP.
Psikolog, Dwi Nurul Baroroh, M.Psi., memaparkan teknik STOP terdiri dari empat langkah untuk mengelola emosi. Pertama, Stop atau berhenti sejenak dari segala aktivitas rutin. Lalu, Take a deep breath atau mengambil napas dalam melalui hidung dan hembuskan perlahan melalui mulut hingga beberapa kali sampai merasa lebih tenang. Berikutnya, Observe atau mengamati apa yang dirasakan oleh tubuh, pikiran, dan perasaan. Terakhir, Proceed atau melanjutkan aktivitas setelah merasa lebih tenang dan fokus.
Dalam kegiatan bertajuk “The Art of Self-Reflection: Mengapresiasi Diri dan Menghadapi Insecurity” pada 28 November 2025 yang diselenggarakan Career and Student Development Unit (CSDU) FEB UGM di Alumni Corner FEB UGM, ia mengajak mahasiswa untuk memahami pentingnya mengenali diri sebagai fondasi kesehatan mental dan pertumbuhan pribadi.
Dwi menekankan bahwa mengenal diri bukan sekadar memahami kelebihan yang dimiliki, tetapi juga mengakui kelemahan, pola perilaku, dan bagaimana seseorang dipandang oleh orang lain. Ia mengutip pandangan Socrates bahwa hidup tanpa refleksi tidak layak dijalani. Melalui proses mengenali diri, individu dapat menjalani peran-peran kehidupannya dengan lebih efektif.
Sesi interaktif Two Mirrors Game menjadi salah satu bagian yang paling menarik perhatian peserta. Mereka diminta menuliskan kelebihan dan kekurangan pada kertas berbentuk kipas. Kegiatan tersebut menjadi kesempatan bagi peserta untuk mengenali diri dan mengetahui pandangan orang terhadap mereka. Aktivitas ini dilanjutkan dengan penjelasan mengenai Model Komunikasi Jendela Johari, yang membantu peserta memahami empat sisi diri yaitu area terbuka, area buta, area tersembunyi, dan area tak dikenal. Melalui model ini, peserta diajak melihat bahwa proses mengenali diri adalah perjalanan yang terus berkembang.
Dwi juga menjelaskan bahwa proses mengenal diri selalu melibatkan aspek kognitif dan emosional. Ia pun mengajak peserta menulis jurnal pribadi, melakukan self-talk, hingga mengamati kembali pola perilaku sehari-hari. Individu yang mampu memahami dirinya akan lebih siap menerima keadaan apa adanya sehingga melahirkan kepercayaan diri yang sehat.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penerimaan diri merupakan salah satu indikator kesehatan mental. Individu yang mampu melihat kekuatan dan kelemahan secara seimbang cenderung lebih realistis, tegas, dan mampu berhubungan dengan lingkungannya secara sehat. Beberapa peserta menggambarkan bahwa proses ini tidak mudah, namun sangat penting untuk menumbuhkan kejujuran terhadap diri sendiri. Model kesadaran yang disampaikan Dwi mulai dari self-awareness hingga self-actualization mendorong peserta untuk menyadari bahwa setiap orang memiliki proses perkembangan yang unik.
Di akhir sesi, peserta diajak membuat clay yang digunakan untuk menghias cermin mereka masing-masing. Aktivitas kreatif ini bertujuan untuk menghadirkan simbol refleksi diri secara lebih nyata, di mana cermin menjadi representasi dari bagaimana seseorang mengekspresikan dirinya.
Reportase: Orie Priscylla Mapeda Lumalan
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals
