INDONESIA-E3 Sebagai Model Perhitungan Ekuilibrium Perekonomian Indonesia
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2709
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bekerja sama dengan Australian National University (ANU) Indonesia Project mengadakan kuliah umum dengan topik "Anti-Globalisastion, Poverty, and Income Inequality." Kuliah umum diadakan pada Jumat, 15 Desember 2017 bertempat di Ruang Kertanegara FEB UGM. Acara yang berlangsung mulai pukul 09.00 hingga 11.00 ini dihadiri oleh mahasiswa S1, S2, praktisi, dosen, dan peneliti. Acara dibuka dengan sambutan oleh Dekan FEB UGM, Dr. Eko Suwardi, M.Sc. yang menekankan mengenai pentingnya topik diskusi untuk Indonesia. Kemudian, dilanjutkan sambutan dari Lydia Napitulu, S.E., M.Sc., yang merupakan perwakilan dari Australian National University.
Kuliah umum pada kesempatan ini disampaikan oleh Prof. Peter Warr yang merupakan John Crawford Professor of Agricultural Economics, and Director, Poverty Research Center, Australian National University. Prof. Warr mengawali paparannya dengan sebuah pertanyaan yaitu apa yang menyebabkan ketimpangan ekonomi di Indonesia meningkat. Berangkat dari pertanyaan tersebut, Prof. Warr menjelaskan mengenai rasio gini Indonesia yang terus meningkat. "Rasio gini merupakan alat yang mengukur ketidakmerataan distribusi penduduk. Apabila koefisien gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan jika koefisien gini bernilai 1 berarti semakin terdapat ketimpangan," jelas Prof. Warr.
Prof. Warr memaparkan bahwa koefisien gini di Indonesia meningkat dari 0,303 pada tahun 2000 menjadi 0,41 di tahun 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan sejauh mana proteksionisme, baik di tingkat global maupun di Indonesia, menjelaskan perlambatan yang diamati dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan ketidaksetaraan.
Untuk menjelaskan hal tersebut, Prof. Warr menjelaskan dengan analisis INDONESIA-E3, yaitu sebuah model perhitungan ekuilibrium pada perekonomian Indonesia dengan rumah tangga terpilah yang memungkinkan perhitungan terperinci dari kemiskinan dan ketidakmerataan atas dampak perubahan kebijakan dan peristiwa eksternal. Inti dari analisis ini adalah perbandingan antara kesejahteraan rumah tangga pada saat kebijakaan yang telah ada dan kesejahteraan rumah tangga pada saat sesuai dengan serangkaian alternatif kebijakan hipotesis.
Prof. Warr menjelaskan, dapat diketahui bahwa peningkatan proteksionisme pada level global sejak tahun 2008 dapat mengurangi tingkat pengentasan kemiskinan tahunan di Indonesia sebesar 0,018 persen. Selain itu, peningkatan proteksionisme di Indonesia antara tahun 2008 dan 2015 mengurangi tingkat pengentasan kemiskinan tahunan sebesar 0,010 persen. Dengan demikian, proteksionisme meningkatkan kemiskinan di Indonesia, namun efek ini kecil. Peningkatan proteksionisme pada tahun 2008 hingga 2015 juga meningkatkan ketidaksetaraan, namun efeknya masih kecil.
"Anti-globalisation had harmful effects for both poverty reduction and inequality within Indonesia. But, that was not the major cause of either the slowdown in poverty reduction or the rise in inequality. The main cause of these changes are important issue for ongoing research," tutup Prof. Warr.
Sumber: Ninda/FEB