Prof. Dr. Didi Achjari, S.E., M.Com., Akt. Dikukuhkan Sebagai Guru Besar
- Detail
- Ditulis oleh Kirana
- Kategori: Berita
- Dilihat: 4220
Pengukuhan Guru Besar bagi Prof. Dr. Didi Achjari, S.E., M.Com., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM resmi diselenggarakan pada Selasa (12/10). Acara tersebut berlangsung secara luring dihadiri tamu terbatas di Balai Senat Universitas Gadjah Mada dan juga disiarkan langsung melalui kanal Youtube Universitas Gadjah Mada. Didi Achjari menjadi salah satu dari 351 guru besar aktif di UGM dan 27 guru besar aktif di FEB UGM. Sebelum ditetapkan menjadi Guru Besar, Didi Achjari telah menamatkan studi sarjana di program studi akuntansi FEB UGM, mendapatkan gelar Master of Commerce dari University of New South Wales, dan meraih gelar Doctor of Business Administration di Curtin University of Technology.
Di hadapan tamu yang hadir, Didi Achjari menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul "Dampak Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Relevansi Informasi Akuntansi". Hal yang melatarbelakangi pidato ini adalah adanya suatu fenomena fantastisnya nilai perusahaan startup atau digital. Tetapi, jika dibandingkan dengan nilai bukunya, nilai pasar perusahaan-perusahaan tersebut sangatlah timpang. Hal itu mengindikasikan adanya faktor lain yang menjadi dasar penilaian oleh investor atau kreditor sebagai potensi ekonomi di masa mendatang namun tidak muncul dalam laporan keuangan. Pidato pengukuhan ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut dari perspektif akuntansi.
Dalam pidatonya ia menjelaskan, perusahaan digital termasuk startup banyak mengeluarkan biaya investasi untuk membuat bisnis yang efisien, meneliti dan membuat produk baru, membuat model bisnis yang bisa bersaing, mengembangkan SDM yang kompeten dan inovatif, serta untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengeluaran biaya tersebut khususnya pada pemanfaatan TIK yang di era ini telah menjadi semacam faktor produksi dan bersifat wajib akan membuat perusahaan mampu memenangkan persaingan sekaligus bernilai tinggi, tetapi ternyata kenyataannya tidak mudah untuk diakui sebagai aset di laporan keuangan.
Kondisi tersebut memunculkan 3 permasalahan: membebankan pengeluaran investasi yang besar akan mengakibatkan perusahaan berpotensi harus mengakui kerugian selama bertahun-tahun di awal berdirinya, perusahaan tidak banyak memiliki aset karena pengeluarannya dibiayakan, laporan keuangan yang buruk akan mempersulit perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan dari investor atau kreditor. "Peran informasi keuangan yang terus menurun dalam pembuatan keputusan investor merupakan kritik tajam terhadap ilmu akuntansi karena tidak mampu memberikan informasi yang relevan untuk penggunanya," ujarnya.
Di akhir pidato Didi Achjari menyimpulkan bahwa dengan semakin banyaknya perusahaan digital yang hadir, tantangan bagi ilmu akuntansi adalah bagaimana bisa melakukan kapitalisasi pengeluaran investasi dengan akurat. Menurutnya, jika problem tersebut bisa diatasi, dampaknya akan signifikan bagi perekonomian Indonesia. Perusahaan startup dan digital akan bisa tampil lebih baik secara laporan keuangan sehingga lebih banyak investor dan kreditor dapat terlibat untuk mendanai bisnis yang prospektif dan inovatif. Hal ini kemudian berpotensi melahirkan lebih banyak lagi perusahaan unicorn bahkan decacorn yang akan bisa menggerakan perekonomian di Indonesia.
Reportase: Kirana Lalita Pristy/Sony Budiarso.