Triple Challenges Indonesia dalam Gonjang-ganjing Ekonomi Global dan Penggunaan Analisis Makroekonomika Konsensus Baru
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 1759
Menghadapi dilayangkannya Triple Challenges oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), Kamis (16/6), Laboratorium Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) bersama dengan Macroeconomic Dashboard menyelenggarakan Seminar dan Kuliah Umum (SinarKU) bertajuk "Triple Challenges, Ketidakberlanjutan Suku Bunga Rendah dan Resesi: Analisis Makroekonomika Konsensus Baru". SinarKU kali ini dilaksanakan secara daring via Zoom Meetings. SinarKU dimoderatori oleh Shima Dewi Mutiara Trisna, S.E., M.Sc. dan menghadirkan narasumber, yaitu Prof. Dr. Insukindro, M.A., dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM.
Prof. Insukindro membuka seminar dengan menilik isu ekonomi global, yaitu kenaikan tajam harga komoditas akibat perang Rusia vs Ukraina, lockdown di China, gangguan mata rantai pasokan dunia, serta efek kelanjutan Covid-19. Dikarenakan kenaikan harga komoditas, harga bahan baku di tingkat industri turut naik dan menyebabkan inflasi tinggi di negara maju, diantaranya Amerika Serikat sebesar 8,5% dan Inggris sebesar 9%. Merespons hal ini, dalam Konferensi Pers 23 Mei 2022, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, menyatakan adanya Triple Challenges, yaitu inflasi tinggi, suku bunga tinggi, dan pertumbuhan ekonomi lemah. Prof. Insukindro memaparkan bahwa secara ekonometrika melalui pengujian kointegrasi, hal ini mengindikasikan adanya ketidakberlanjutan suku bunga yang rendah. Triple Challenges juga menyinggung fenomena shrinkflation, yaitu inflasi yang disebabkan perampingan paket di mana perusahaan mengecilkan produk dan menjual dengan harga yang sama. Prof. Insukindro mencontohkan shrinkflation dengan kasus bakpia yang ukurannya kini semakin kecil dibanding ukurannya beberapa tahun silam, tetapi dengan harga yang sama. Perlu digarisbawahi pula bahwa shrinkflation tidak tercatat dalam perhitungan inflasi oleh BPS yang menggunakan metode block sample BPS.
Meninjau laporan Bank Dunia terkait pertumbuhan perekonomian dunia, misalnya di Eropa dan Amerika sedang mengalami penurunan, sedangkan Indonesia tidak mengalami resesi. Sebab, secara perhitungan year over year (y-o-y) Indonesia menunjukan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%. Namun, Prof. Insukindro merujuk ke pendapat Paul Donovan, konsultan keuangan sekaligus penulis buku "The Truth about Inflation" (2022), yang menyatakan bahwa inflasi yang dihitung dengan consumer price index (CPI) cenderung bias ke kelompok berpenghasilan tinggi. Ditambah lagi, Donovan mengusulkan bahwa inflasi seharusnya tidak hanya dihitung dengan indeks harga konsumen namun juga indeks harga produsen, atau dalam dunia akuntansi adalah penilaian aktiva usaha. Sedangkan, dalam penghitungan resesi, Julius Shiskin menyatakan rules of thumb bahwa jika suatu negara dalam dua kuartal berturut-turut mengalami penurunan ekonomi, maka negara tersebut mengalami resesi. Namun, seperti yang akan dibahas lebih lanjut, menurut perhitungan Prof. Insukindro serta mengacu pada Glenn Hubbard, pada kuartal 1 2022, Indonesia mengalami resesi.
Prof. Insukindro menampilkan hasil Konferensi Pers Keputusan Rapat dengan Bank Indonesia (BI) yang dipimpin oleh Perry Warjiyo, S.E., M.Sc., Ph.D selaku Gubernur Bank Indonesia (BI). Dalam diskusi ini, terdapat beberapa keputusan yang dinilai menarik oleh Prof. Insukindro diantaranya bahwa BI mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75% dan suku bunga Landing Facility sebesar 4,25% yang bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi. Berdasar Konferensi Pers tersebut, Prof. Insukindro menaksir fluktuasi ekonomi menggunakan konsep persamaan Hubbard yaitu fet = {Yt-E(Yt)}/E(Yt) dengan fe = fluktuasi ekonomi dan E(Y) = output perkiraan. Mengacu pada persamaan tersebut, jika fe<0 maka negara mengalami resesi, sebaliknya jika fe>0 maka negara mengalami ekspansi. Sedangkan dalam menghitung pertumbuhan ekonomi, Hubbard merumuskan get = (Yt-Yt-1 )/Yt-1 . Mengacu pada persamaan tersebut, jika ge<0 dan berkelanjutan maka negara mengalami kemunduran ekonomi (slump).
Prof. Insukindro menyajikan tabel data BPS tahun kuartal 1 2019 hingga kuartal 1 2022 terkait Produk Domestik Bruto (PDB), pertumbuhan ekonomi quarter to quarter (q-t-q) dan y-o-y, dan CPI serta membandingkan perhitungan BPS dengan perhitungannya menurut persamaan Hubbard. Data tersebut menunjukkan bahwa menurut perhitungan y-o-y Indonesia mengalami resesi pada kuartal 3 2020, sebab pertumbuhan ekonomi menunjukkan nilai negatif dua kuartal berturut-turut. Namun, berdasarkan perhitungan Prof. Insukindro, Indonesia telah mengalami resesi sejak kuartal 1 2020. Selanjutnya, pada kuartal 1 2022 ini Prof. Insukindro menyatakan bahwa Indonesia mengalami resesi, sebab pertumbuhan ekonomi berada pada -0,9586%, bertolak belakang dengan perhitungan Bank Dunia yaitu sebesar 5,01%. Maka diperlukan kehati-hatian atas pernyataan Bank Dunia terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia, tegasnya.
Prof. Insukindro melanjutkan dengan penjelasan aliran baru ekonomika. Dalam sejarahnya, mazhab klasik menurunkan mazhab Keynes, lalu mazhab Keynes menurunkan aliran Keynesian. Mazhab klasik lalu berkonvergensi dengan aliran Keynesian menjadi Sintesis Neoklasik, dengan Paul Samuelson sebagai Godfather aliran Neoklasik. Aliran klasik juga menurunkan klasik baru, klasik baru menurunkan teori siklus bisnis. Di lain sisi, Keynesian menurunkan Keynesian Baru. Keduanya berkonvergensi menjadi Sintesis Neoklasik Baru, dikenal juga sebagai Sintesis Keynesian Baru atau Makroekonomika Konsensus Baru. Prof. Insukindro, merujuk pada Geese & Wagner (2007) menggunakan salah satu model sintesis neoklasik menghitung keseimbangan pasar barang dan kurva penyesuaian inflasi. Prof. Insukindro memodifikasi kurva IS dan MP dengan menggeser sumbu R ke kanan, sehingga di kanan Y=YP positif, vice versa. Merujuk Hubbard, jika titik berposisi positif maka negara sedang ekspansi, sebaliknya jika titik berposisi negatif maka negara sedang mengalami resesi.
Lebih lanjut, berdasar dengan Keynesian Cross, Prof. Insukindro melanjutkan untuk membuat analisis dengan kurva aggregate supply gaya baru. Prof. Insukindro melakukan analisis MGW-PT dengan analisis Geese & Wagner pada perekonomian terbuka. Menggunakan analisis makroekonomika konsensus baru tersebut, dikonklusikan bahwa pada kuartal 4 2021 Indonesia mengalami ekspansi, dengan fluktuasi ekonomi sebesar 0,71%. Namun pada kuartal 1 2022 Indonesia mengalami resesi, dengan fluktuasi ekonomi sebesar -0,85%. Maka diperlukan stimulus moneter yaitu dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga oleh Bank Indonesia. Stimulus fiskal dapat pula dilakukan sebab stimulus fiskal akan menggeser kurva IS ke atas dan aggregate demand ke kanan. Di akhir acara, Shima Dewi mengelaborasikan takeaway dalam SinarKU bahwa di tengah gonjang-ganjing ekonomi global, kondisi perekonomian Indonesia yang menghadapi Triple Challenges, serta menurut perhitungan Prof. Insukindro mengalami resesi, harapannya audiens yang sebagian merupakan pelaku bisnis dan akademisi dapat mengatur strategi agar tidak terperosok dan terdampak oleh jurang resesi.
Reportase: Hayfaza Nayottama