Bagi Muh Ridho Kurniawan Saadi (21), menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah mimpi besar yang tampak jauh dari garis hidupnya. Tumbuh di sebuah desa kecil di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara wilayah yang jauh dari pusat pendidikan, Ridho sejak awal bercita-cita merantau untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Tekad itu yang menuntunnya hingga akhirnya berdiri sebagai wisudawan terbaik FEB UGM pada Wisuda Periode I Tahun Akademik 2025/2026.
Langkah Awal dari Buton
Ridho berhasil lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,94 dengan masa studi 3 tahun 11 bulan 2 hari sehingga mendapatkan predikat cumlaude. Perjalanan dari Pulau Buton hingga lulus mengajarkan bahwa mimpi yang dijaga bisa berubah menjadi kenyataan. Latar belakang keluarga sederhana dan keterbatasan akses tidak menyurutkan langkahnya. Ia meyakinkan orang tuanya bahwa peluang beasiswa dapat menjadi jalan untuk melanjutkan studi. Kesungguhan itu membuahkan hasil, ia diterima di Program Studi Akuntansi FEB UGM dengan dukungan beasiswa KIP-Kuliah.
“Awalnya orang tua sedikit khawatir karena mereka tidak ada gambaran menyekolahkan anak sejauh ini. Namun setelah saya menjelaskan terkait peluang beasiswa dan peluang pendapatan dari banyak sumber lainnya seperti lomba, kepanitiaan hingga asistensi dosen, orang tua saya menjadi lebih tenang,” ungkapnya, Rabu (26/11/2025) usai menjalani wisuda di Grha Sabha Pramana UGM.
Ridho mengaku ketertarikannya pada ilmu akuntansi tidaklah datang secara tiba-tiba. Ketertarikan kuat pada bidang ekonomi dan akuntansi sudah tumbuh pada dirinya sejak bangku SMP. Minat tersebut tumbuh saat ia mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) IPS SMP dan berhasil meraih medali perunggu. Keterlibatannya dalam OSN berlanjut di tingkat SMA, ia dua kali mewakili Sulawesi Tenggara dalam OSN Ekonomi SMA.
“Saat mengikuti lomba nasional, saya menjadi sadar bahwa kesempatan belajar akan jauh lebih luas jika saya merantau dan pilihan saya jatuh ke FEB UGM,” ujarnya.
Bertumbuh di FEB
Ia pun menceritakan alasan memilih FEB UGM. Menurutnya FEB UGM adalah tempat yang tepat karena memiliki berbagai keunggulan salah satunya terakreditasi internasional AACSB. Ia yakin dengan keunggulan ini akan berdampak besar pada kualitas belajar mahasiswa dan kemampuan lulusannya. Selain itu lingkungan UGM dan Yogyakarta yang beragam membuatnya yakin akan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih kaya.
Selama menjalani perkuliahan, sejak tahun 2021 lalu, Ridho mengaku tidak menemukan kendala berarti yang menghambat studinya. Sebab FEB UGM sangat mendukung dan memfasilitasi mahasiswa baik dalam bidang akademis maupun non akademis. Namun, perjalanan kuliahnya tidak selalu mudah. Juli 2023 menjadi bulan yang berat baginya karena sang ibu meninggal akibat penyakit jantung. Ridho mengenang bahwa ibunya adalah sosok yang selalu percaya bahwa ia dapat menyelesaikan setiap hal dengan baik.
“Telepon terakhir bersama ibu, waktu itu saya cerita telat mengumpulkan salah satu tugas Ujian Akhir Semester karena kecerobohan dalam melihat deadline ujian. Namun, beliau lah yang meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja,” kenangnya.
Meski begitu, Ridho tetap berusaha menjalani perkuliahan sebaik mungkin. Ia pun menekankan pentingnya untuk memahami minat dan keinginan diri sendiri, bukan meniru pilihan orang lain. Sebab, dengan menekuni hal yang benar-benar disukai, proses belajar menjadi lebih menyenangkan dan hasilnya pun biasanya lebih maksimal. Lalu, memperbanyak pertemanan saat kuliah juga menjadi faktor penting dalam mendukung kelancaran studi.
Menjaga Mimpi
Saat menyampaikan sambutan wakil wisudawan di Grha Sabha Pramana UGM, Ridho menyampaikan bahwa penting untuk menjaga mimpi. Ia meyakini ungkapan “If we can dream it, we can make it come true”? adalah benar adanya. Meski mungkin sebagian orang tidak langsung meyakini hal ini, pun dengan dirinya demikian pada awalnya.
“Namun, ketika saya menoleh ke belakang, saya sadar bahwa gelar yang disematkan kepada diri kita hari ini sejatinya adalah mimpi dari versi diri kita di masa lalu,” tuturnya.
Masih lekang dalam ingatannya, sebagai anak yang tumbuh besar jauh dari sini, di Pulau Buton Sulawesi Tenggara, bisa kuliah di Jawa apalagi di Universitas Gadjah Mada adalah mimpi yang terasa begitu jauh dan sulit untuk digapai. Namun, jauh dan sulit bukan berarti mustahil.
“Mimpi itulah yang kemudian menjadi arah tujuan, menyulut api semangat, membuka pintu-pintu kesempatan, hingga akhirnya saya dan teman-teman sekalian dapat menjadi bagian dari Gadjah Mada Muda,” ucapanya.
Menjaga Mimpi
Dihadapan ribuan wisudawan Program Sarjana UGM, Ridho mengatakan bahwa semua orang pasti pernah membayangkan masa kuliah akan terasa seperti di film-film. Penuh dengan pertemanan yang solid, kesempatan baru, dan ruang besar untuk berkembang. Hal tersebut memang secara nyata diperoleh saat kuliah. Namun, perjalanan selama kuliah bukanlah hal yang mudah. Ada banyak rintangan, malam panjang ditemani tugas yang silih berganti hingga revisi skripsi yang seakan tiada henti.
“Tapi lihatlah mimpi teman-teman untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai dan meraih gelar sarjana akhirnya menuntun kita sampai di hari yang penuh kebanggaan ini. Menjadi sarjana bukanlah akhir dari mimpi itu. Justru inilah permulaannya langkah pertama kita untuk mengejar mimpi-mimpi yang lain. Percayalah, if you can dream it, I believe you will and surely, you’ll make it come true,” paparnya.
Ia pun menyampaikan pesan tentang arti mimpi dan keberkahan dalam perjalanan pendidikan. Ia menggambarkan bahwa mimpi adalah kekuatan yang mendorong langkah seseorang dari dalam, sementara berkat dalam berbagai bentuknya menuntun perjalanan dari luar.Mengangkat ungkapan dari tanah kelahirannya, “Kabarakatina tana Wolio,” sebuah doa yang kerap diajarkan orang tua dan guru untuk diucapkan ketika menghadapi sesuatu yang penting. Ungkapan itu bermakna bersandar pada berkah agar jalan kehidupan dibukakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Filosofi tersebut, menurutnya, menjadi pengingat bahwa setiap langkah manusia selalu bertumpu pada berkat.
“Dan di momen ini, kita semua yang hadir adalah bukti nyata dari keberkahan itu. Terima kasih, almarhumah Mamake di atas sana, dan Bapake yang duduk di tribun penonton,” ucapnya.
Ridho pun menyampaikan harapan agar seluruh ilmu dan pengalaman yang didapat selama kuliah dapat menjadi manfaat bagi masyarakat.
“Sebagai pribadi yang hidup dari berkat, sudah sepantasnya kita dan mimpi-mimpi kita menjadi berkat bagi sekitar,” pungkasnya.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum







