
Kebahagiaan dan rasa haru menyelimuti hati Rizki Oktavianto (25). Dibalik toga yang dikenakannya ia mencoba untuk bisa berdiri tegar dan tetap tersenyum. Disaat teman-temannya merayakan kebahagiaan bersama keluarga atas pencapaian kelulusan dari program magister setelah melalui perjuangan panjang, Rizki justru sendirian tanpa sosok ayah dan ibu yang mendampingi.
Kehilangan Sosok Ibu
Rizki tak kuasa lagi membendung air matanya saat berada di atas podium menyampaikan sambutan kelulusan sebagai wisudawan terbaik Program Studi Magister Sains Akuntansi FEB UGM, Rabu (23/4/2025) di Gedung Magister Sains dan Doktor FEB UGM. Dengan suara yang bergetar menahan tangis, ia mengenang sosok ibunya, Jariyah, yang telah berpulang hanya beberapa pekan sebelum wisuda. Sang ibu adalah satu-satunya pendukung dalam hidupnya yang selalu setia menemani perjuangan meraih cita hingga menyandang gelar M.Sc bahkan menjadi wisudawan terbaik Program Magister Sains periode April 2025 dengan IPK 3,97. Kepergian sang ibu, menyisakan duka mendalam bagi Rizki.
Selama 1 tahun 5 bulan 8 hari, Rizki menempuh pendidikan jenjang magister dengan semangat belajar yang tak pernah surut. Ia mengaku memulai perjalanannya dengan perasaan sebagai orang yang masih bodoh dan haus ilmu. Namun, semangat itu terus tumbuh, dipupuk oleh doa-doa yang tak pernah absen dari sang ibu.
“Ibu saya selalu menyebut nama saya di setiap selesai salat dan zikirnya. Beliau berdoa agar saya menjadi anak yang sholih, sukses dunia dan akhirat,” kenangnya penuh haru.
Puncak kebahagiaan sang ibu datang pada 23 Januari 2025, saat Rizki dinyatakan lulus ujian tesis. Sejak saat itu, ibunya mulai menyiapkan diri untuk hadir dalam momen wisuda dengan membeli baju dan tas baru, dan bahkan mengungkapkan keinginannya untuk menyampaikan terima kasih langsung kepada dosen pembimbing Rizki, Prof. Sony Warsono.
Namun, takdir berkehendak lain. Di hari terakhir Ramadan 1446 H, sang ibu menghembuskan napas terakhir, menyusul ayah Rizki yang telah berpulang 20 tahun lalu. Kehilangan itu terasa sangat berat, terutama karena Rizki adalah anak tunggal. Namun, di tengah duka, ia menemukan kekuatan untuk terus melangkah.
“Untungnya bumi masih berputar, untungnya ku tak pilih menyerah,” katanya, mengutip lirik lagu Bernadya yang memberinya semangat.
Bagi Rizki, mungkin ibunya memilih untuk mendoakan dari tempat yang lebih dekat kepada Tuhan. Dan di hari wisuda ini, ia percaya sang ibu hadir menyaksikan pencapaiannya.
“Alhamdulillah buk, anakmu Rizki Oktavianto sudah resmi bergelar M.Sc.,” ucapnya, menahan tangis.
Ia pun mengutip lirik dalam bahasa Jawa sebagai penghormatan terakhir untuk sang ibunda:
“Suwun ngancani, suwun sampun nyekseni padange dalan sing tak liwati. Pencapaian iki, ibuk sing ndongani.” (Terima kasih telah menemani, terima kasih telah menyaksikan terang jalan yang aku lewati. Pencapaian ini, adalah hasil dari doa-doamu).
Perjalanan Akademik
Ketertarikan Rizki pada akuntansi bermula sejak ia duduk di bangku SMA. Nilai mata pelajaran Ekonomi dan Akuntansi selalu unggul, namun titik balik datang ketika ia membaca sepenggal ayat dalam Al Qur’an yaitu Al-Baqarah ayat 282 yang membahas pentingnya pencatatan utang piutang.
“Dari situ, saya berpikir bahwa pencatatan transaksi keuangan memegang peran penting sebagai bukti yang mampu dipertanggungjawabkan dan membawa manusia pada keselamatan di dunia dan akhirat,” ujar Rizki.
Akhirnya, ia pun memilih jurusan S1 Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta. Selepas lulus S1 ia mengajar sebagai guru tidak tetap di SMAN 1 Bantul. Mimpi menjadi dosen tumbuh seiring dukungan dari dosen dan siswanya saat ia masih mengajar dan memutuskan untuk melanjutkan studi S2 ke Magister Sains Akuntansi di FEB UGM dengan beasiswa LPDP.
Mengikuti perkuliahan dalam kurikulum baru berbasis riset selama 18 bulan bukanlah hal mudah. Namun bagi Rizki, inilah momen penting yang membentuk cara berpikirnya sebagai calon akademisi.
“Perkuliahan benar-benar disusun mengikuti perkembangan keilmuan terkini,” ungkapnya.
Dengan memilih konsentrasi Sistem Informasi, Rizki banyak terlibat dalam diskusi tentang data analytics, data science, hingga artificial intelligence dalam konteks akuntansi. Tak hanya teori, tapi juga bagaimana mengaitkannya dengan realita dan kebutuhan masa depan profesi akuntansi.
Fasilitas kampus yang lengkap, khususnya akses terhadap jurnal internasional, menjadi penopang utama Rizki dalam proses belajar. Namun bukan hanya sisi akademik yang meninggalkan kesan mendalam. Ia juga merasakan dukungan emosional dan sosial yang kuat dari lingkungan kampus mulai dari dosen-dosen yang tulus membimbing hingga rekan-rekan seperjuangan yang saling menguatkan satu sama lain.
“Alhamdulillah, Pak Sony Warsono sebagai pembimbing tesis sangat mendukung. Beliau tidak hanya membimbing akademik, tapi juga memberi banyak nasehat kehidupan,” kenangnya.
Ia juga menyebutkan salah satu rekan kerja ketika mengajar si SMAN 1 Bantul, Ibu Dwi Subekti, M.Pd., banyak membimbingnya menjadi seorang pendidik. Tak hanya itu, sang kolega juga meyakinkan bahwa di masa depan ia mampu memberi inspirasi bagi anak-anak muda.
“Beliau banyak memberikan keteladanan bagi saya tentang menjadi seorang pendidik. Tidak hanya mengajarkan materi pembelajaran, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan seperti kedisiplinan, daya juang, kerja keras, dan ketekunan,” jelasnya.
Selama studi, Rizki tidak hanya mengikuti perkuliahan saja, tetapi aktif di Pusat Kajian Akuntansi Pendidikan (PKAP) FEB UGM sebagai asisten riset. Ia turut memfasilitasi pelatihan LMS SIDEK Edu dan menyusun artikel riset pendidikan akuntansi. Pengalaman paling berkesan adalah ketika ia menjadi tim penyusun buku teks pembelajaran akuntansi bersama Prof. Sony Warsono dan Arika Artiningsih, Ph.D.
Kini gelar magister resmi ia sandang. Ia percaya gelar adalah titipan dan amanah. Ada tiga hal yang semestinya tumbuh dalam pribadi setiap wisudawan yaitu kesyukuran atas gelar yang dititipkan, kompetensi yang dimiliki lebih dioptimalkan untuk berbagi ilmu, dan kebermanfaatan nyata di masyarakat.
“Sukses adalah ketika kita dapat menjadi orang yang bermanfaat dan menginspirasi orang lain meskipun melalui langkah-langkah kecil,” ujarnya.
Sebagai alumni FEB UGM, Rizki mengungkapkan bahwa nilai-nilai FEB telah membentuk pribadi dirinya menjadi lebih tangguh. Ia berusaha mengimplementasikan nilai-nilai tersebut, terutama dari integritas yang menjadi fondasi penting dalam hidup.
Menebar Kebaikan
Rizki memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang dosen tetap di salah satu perguruan tinggi yang mampu membimbing mahasiswa untuk berkompetisi, berprestasi, dan meraih impian mereka. Di balik cita-cita ini terselip harapan ibunya untuk selalu menyantuni anak yatim.
“Ibu ingin saya selalu memperhatikan dan menyantuni anak-anak yatim yang ada di lingkungan sekitar saya karena masa kecil saya juga merupakan seorang anak yatim sejak usia 6 tahun,” ungkapnya.
Rizki juga memberikan pesan kepada mahasiswa yang sedang berjuang menempuh pendidikan, meraih impian, dan menghadapi tantangan hidup. Ia mengajak untuk tetap semangat dan kuat dalam proses meraih mimpi, meski jalan yang ditempuh tak selalu mulus.
“Seperti lagu Selalu Ada di Nadimu (OST Film Jumbo) dari Bunga Citra Lestari: Kala nanti badai ‘kan datang, Angin akan buat kau goyah. Maafkan, hidup memang ingin kau lebih kuat,” pungkasnya.
Reportase: Shofi Hawa Anjani
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals