EBIZ - Ketika penggunaan dan pemanfaatan situs jejaring sosial (social networks) kian merebak dan imbas yang ditimbulkan di masyarakat sudah tidak bisa terbendung lagi, maka di saat itulah kemudian disadari kalau inovasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang selama ini diadopsi layaknya "pedang bermata dua". Artinya, dibalik makna konstruktif yang dimunculkan terdapat pula unsur destruktif yang memerlukan kewaspadaan tersendiri dari para penggunanya. Seperti diketahui, di dunia sekarang ini terdapat lebih dari 900 situs dan aplikasi berbasis Internet yang dapat dikategorikan sebagai jejaring sosial (Wilson, 2009). Aplikasi berbasis Internet dan situs jejaring sosial berikut turunannya yang banyak dikenal masyarakat antara lain: Windows Live Spaces, Google Orkut, YouTube, Friendster, MySpace-Bebo, Twitter-Twine, Facebook, Flickr, Linkedin-Friend of a friend, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Tidak banyak yang menyangka kalau penyebaran (diffusion) situs jejaring sosial ternyata mampu menembus segmen geografis, demografis, dan bahkan psikografis para penggunanya secara terintegratif dalam waktu yang relatif singkat(1). Artinya, penggunaan situs jejaring sosial sudah tidak lagi membatasi diri pada kelompok umur, wilayah, atau kelas sosial tertentu saja. Fenomena yang terjadi menggambarkan inovasi kultural yang mempunyai daya pengaruh sangat kuat dalam pembentukan perilaku dan gaya hidup di masyarakat. Indikasi mengenai hal tersebut dapat disimak dari sebaran dan jumlah pengguna. Pada kuartal pertama tahun 2010 ini saja jumlah akun jejaring sosial di dunia sudah melebihi angka 300 juta atau kalau disetarakan dengan jumlah penduduk dalam suatu negara, maka jumlah akun jejaring sosial tersebut akan menempati urutan ke delapan jumlah penduduk dunia.
Dengan jumlah akun yang begitu besar, bisa dibayangkan berapa besaran atau volume transaksi yang terjadi dan bertumpu pada aplikasi jejaring sosial walaupun tentu tidak semua akun yang aktif dipergunakan akan bermuara pada kepentingan finansial. Itu sebabnya, pertanyaan yang sering dilontarkan publik dalam kaitan ini antara lain adalah mengapa aplikasi Internet dan situs jejaring sosial bisa tumbuh dan berkembang pesat? Bagaimana menyikapi pro dan kontra yang terjadi? Apakah memang terdapat pergeseran orientasi pemenuhan kebutuhan sosial di dalam masyarakat? Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjawab semua pertanyaan itu, namun lebih pada memaknai fenomena yang ada dan kemudian secara implisit menemukan alur jawaban dari pertanyaan publik yang muncul ke permukaan tersebut.
Dua Sisi dalam Situs Jejaring Sosial
Seperti halnya pada waktu teknologi Internet diperkenalkan secara meluas di masyarakat, polemik mengenai pro dan kontra aplikasi jejaring sosial juga terjadi. Masih segar dalam ingatan banyak orang mengenai kemampuan aplikasi jejaring sosial untuk menggalang dukungan massa dan pembentukan opini publik terhadap figur atau institusi yang ada di negeri ini. Namun demikian, media massa juga telah mengungkap ragam modus penyimpangan atau penyalahgunaan situs jejaring sosial yang terjadi di beberapa kota di Indonesia (lihat misalnya Antara News, 16 dan 25 Februari 2010). Sebagian anggota masyarakat memang mulai geram dengan fenomena penyimpangan yang ada, namun tidak kuasa sepenuhnya untuk membendungnya. Lontaran ide untuk melarang penggunaan situs jejaring sosial terutama di kalangan remaja dan anak-anak usia sekolah juga dinilai tidak sepenuhnya efektif karena hal itu justru akan memancing sekelompok anggota masyarakat mencari celah dan sekaligus upaya kreatif untuk mengeksploitasi dengan caranya yang lain.
Dalam konteks organisasi bisnis, polemik mengenai imbas jejaring sosial juga terjadi dan pencarian solusi alternatif terhadap penyebaran inovasi tersebut juga telah menjadi agenda tersendiri. Memang, pada satu sisi, tidak bisa dipungkiri lagi kalau aplikasi jejaring sosial dapat berpotensi mengundang praktik menyimpang (malware threats) dan pemborosan sumber daya organisasi, terutama dalam hal penggunaan bandwidth sebagai saluran untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Pada sisi lain, penggunaan situs jejaring sosial telah membuka peluang bisnis baru melalui perluasan aktivitas pemasaran, riset, rekrutmen, dan dukungan untuk penyelesaian masalah teknis yang selama ini tidak mudah di dapat dalam ranah formal. Hal ini berarti bahwa keberadaan situs jejaring sosial dimanfaatkan sebagai komplemen terhadap ragam aktivitas sepanjang alur proses penciptaan nilai (value creation) pada suatu organisasi.
Lebih dari itu, studi empiris mengindikasi adanya alur kritis penyebaran situs jejaring sosial terutama dalam kapasitasnya sebagai media penyampaian inovasi kultural dan perubahan perilaku organisasi. Beberapa faktor yang ditengarai mempengaruhi perilaku yang dimaksud adalah: kemudahan mengoperasikan, kemanfaatan yang diperoleh, kepercayaan pada muatan atau isi yang disampaikan, dan yang lebih menarik lagi adalah karena efek bermain dan menyenangkan yang ditimbulkan (Sledgianowski dan Kulviwat, 2009). Interaksi faktor-faktor tersebut pada gilirannya telah menjadikan aplikasi situs jejaring sosial sebagai media alternatif untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia sebagai makhluk sosial. Mungkin tidak banyak yang menyangkal kalau keinginan memanjakan diri dengan terlibat dalam aktivitas jejaring sosial juga merupakan bagian dari naluri manusia untuk mengenali diri dan dikenali oleh lingkungannya.
Lebih dari itu, ikatan sosial yang terbentuk melalui proses penyajian dan berbagi informasi mengenai kehidupan diri dan sosial yang diungkap dalam layar jejaring sosial ternyata mampu membentuk respons psikologis seseorang dalam berinteraksi (Robles, Nass, dan Kahn, 2009). Kajian lain juga mengungkap bahwa dorongan melibatkan diri dalam aktivitas di jejaring sosial tidak sepenuhnya menyurutkan niatan dan keinginan seseorang untuk tetap berinteraksi secara fisik (lihat Cardon et al., 2009). Dalam banyak hal, justru fenomena sebaliknya yang seringkali terjadi, yaitu aktivitas di jejaring sosial memicu interaksi individu secara fisik. Ini artinya, fakta yang ada sebenarnya hanya menguatkan argumen bahwa inovasi berbasis teknologi informasi tidak akan pernah menggantikan nilai-nilai sosial dan kultural manusia.
Penutup
Penggunaan dan pemanfaatan sistus jejaring sosial secara perlahan melunturkan dikotomi mengenai aliran collectivist-individualist dalam memaknai perubahan perilaku masyarakat. Reputasi individu dan kelompok yang dikembangkan melalui penguatan kredibilitas dan kepercayaan publik (public trustworthiness) pada akhirnya memang dapat dicapai jika seseorang atau kelompok orang mau dan mampu memahami struktur jejaring sosial secara terintegratif (Wong and Boh, 2010). Penggunaan media Facebook dan situs jejaring sosial lainnya merupakan stimulan bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang berfokus pada proses dan ekspresi fungsi kelompok secara dominan. Kaidah utilitarian sepertinya yang menjadi pemicu utamanya. Walaupun begitu, pada saat yang sama, dorongan untuk memperoleh hasil dengan cepat juga menjadi pilihan dari setiap pengguna jejaring sosial sehingga ekspresi diri atau hedonic menjadi lebih dominan. Oleh karena itu, elaborasi lebih jauh mengenai hal ini nampaknya masih diperlukan terutama untuk mencari "kompromi" agar kemanfaatan jejaring sosial mampu melebihi "ongkos perubahan" yang harus ditanggung para penggunanya.
(1) Sebagai ilustrasi, Facebook diluncurkan pertama kali Februari 2004. Semula aplikasi ini hanya dipergunakan secara terbatas oleh mahasiswa Harvard University untuk melacak alumni dan komunitasnya. Namun demikian, berkembang menjadi media jejaring yang menghubungkan banyak orang di berbagai belahan bumi untuk berbagi dan berinteraksi. Sementara itu, Twitter diluncurkan pertama kali Maret 2006 untuk media bertanya dan berkirim pesan singkat. Namun dalam perkembangannya kini telah menjadi media jejaring dan sekaligus ajang promosi diri. Aplikasi jejaring sosial yang lain juga diluncurkan dan kemudian berkembang pada kisaran waktu yang relatif hampir sama.
Referensi
Cardon, W.P et al., "Online and offline social ties of social network website users: An exploratory study in eleven societies", Journal of Computer Information Systems, Fall 2009, p 54-64.
Majchrzak, A., Cherbakov, L., Ives, B.,"Harnessing the power of the crowds with corporate social networking tools: How IBM does it?", MIS Quarterly Executive, Vol. 8., No. 2, June 2009., p. 103-108.
Robles, E., Nass, C., dan Kahn, A."The social life of information displays: How screens shape psychological responses in social context", Human-Computer Interaction, Vol 24., 2009, p. 48-78.
Sledgianowski, D. dan Kulviwat,S. "Using social network sites: The effectd of playfulness, critical mass and trust in a hedonic context", Journal of Computer Information Systems, Summer 2009, p. 74-83
Wilson, J., Engineering & Technology, June 2009, p. 54-56
Wong, S dan Boh, W. "Leveraging the ties of others to build a reputation for trustworthiness among peers", Academy of Management Journal, Vol. 53., No. 1, 2010, p. 129-148.
---
Artikel Dosen: Elaborasi Situs Jejaring Sosial
Dimuat pada majalah EBIZ Edisi 5 Tahun 2010