
Kekuatan storytelling atau cerita dalam memasarkan produk merupakan salah satu kunci sukses membangun bisnis dengan branding yang kuat. Melalui humanisasi, jenama (brand) dapat menghadirkan cerita atau sisi humanis yang membuatnya lebih relatable dan terkoneksi dengan konsumen. Dalam acara “Optimalisasi Digital Marketing & Media Sosial Kampus” yang diselenggarakan di Lantai 8 Gedung Pusat Pembelajaran FEB UGM pada Jumat (21/3/2025), Social Media Strategist, Influencer, sekaligus Content Creator, Farchan Noor Rachman, menjelaskan strategi humanisasi dalam pemasaran dan branding bisnis di media sosial.
Humanisasi dalam Branding di Sosial Media
Farchan menjelaskan bahwa humanisasi pada branding bisnis di sosial media berarti membuat jenama menjadi lebih relatable, personal dan autentik sehingga menciptakan hubungan yang tulus dengan konsumen, baik melalui interaksi percakapan maupun cerita. Farchan menjelaskan bahwa inti dari humanisasi ini adalah membuat brand berlaku seperti manusia, mulai dari cara bercerita hingga bagaimana berinteraksi dengan audiens. Salah satu contoh dari teknik humanisasi ini adalah affiliate marketing, yaitu dengan memanfaatkan influencer, content creator, atau manusia asli dalam mempromosikan produk dengan cara yang lebih relatable bagi target pasar.
Selain itu, aktivasi di media sosial, seperti rajin membalas komentar atau direct message (DM) dapat membantu jenama lebih terhubung dengan konsumennya. Banyak jenama juga mulai menggunakan teknik Employee Generated Content (ECG) atau konten yang dibuat oleh karyawan dari suatu usaha mengenai pengalaman pribadi bekerja atau behind-the-scenes aktivitas di perusahaan.
Farchan menjelaskan bahwa dalam pengelolaan tampilan media sosial tidak harus terpaku pada tata letak yang rapi dan estetik. Gaya visual dan tata letak dapat disesuaikan dengan platform dan target pasar. Misalnya, Instagram lebih cocok dengan tata letak estetik, sedangkan TikTok lebih mengutamakan konten spontan dan humoris sehingga tata letaknya agak berantakan. Menurutnya yang terpenting adalah bagaimana media sosial brand dapat menyampaikan cerita yang kuat dan membangun persona merek.
“Feeds yang rapi tanpa cerita yang kuat akan kalah dengan feeds yang kurang rapi tetapi memiliki storytelling yang kuat di baliknya. Hal ini karena humanisasi penting untuk membentuk kesan brand di mata konsumen itu seperti apa,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Farchan turut menjelaskan tentang tiga konsep dasar yang dapat digunakan untuk mengeksekusi strategi humanisasi dalam social media marketing. Konsep pertama adalah Who (siapa), yang mencakup pemahaman terhadap brand dan komunitasnya. Konsep kedua adalah What (apa) yang mencakup perencanaan konten digital serta koordinasi strategi pemasaran terintegrasi, yang meliputi perencanaan kegiatan komunitas, baik secara daring maupun luring. Konsep ketiga adalah How (bagaimana) yang mencakup strategi komunikasi dengan audiens dan brand lain di media sosial, manajemen konten dengan content pillars untuk menjaga konsistensi branding, dan strategi pemasangan iklan.
Strategi Humanisasi
Farchan menyebutkan terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan humanisme terhadap sebuah jenama. Pertama, membangun persona brand melalui storytelling, yaitu dengan menceritakan sejarah brand, visi dan misi, serta produk-produknya. Dengan begitu, dapat membentuk persona atau karakter unik brand di mata konsumen yang berasal dari cerita-cerita yang disampaikan.
Kedua adalah membuat konten mengenai hal unik dan inovatif, gaya hidup, ataupun tujuan. Alih-alih hanya mempromosikan produk, konten di media sosial sebaiknya harus dibuat dengan menarik, relatable, dan unik agar audiens tidak jenuh.
Ketiga, pemilihan jenis konten visual berperan sangat penting dalam membentuk branding di media sosial. Gambar, video, infografis, GIF, dan meme dapat digunakan sesuai dengan analisis funnel marketing yang paling efektif. Sebagai contoh, GIF dan meme memiliki engagement tinggi tetapi jika menggunakannya secara berlebihan malah akan mengaburkan persona brand yang tengah berusaha dibentuk. Sementara itu, video cenderung memiliki tingkat engagement yang tinggi juga tanpa menghilangkan tujuan promosi. Oleh karena itu, Farchan menyarankan agar proporsi konten video lebih besar dibandingkan konten visual lainnya.
Keempat, seluruh elemen visual, seperti warna, logo, dan desain, harus mencerminkan karakter dan nilai brand sehingga dapat membentuk identitas yang kuat di mata konsumen. Terutama adalah logo yang menjadi aspek penting dan perlu dirancang dengan matang.
Farchan menegaskan bahwa menggunakan suara jenama yang unik melalui storytelling dan brand persona dapat membantu brand terasa lebih manusiawi dalam berkomunikasi dengan audiens. CEO atau pendiri juga perlu tampil di depan umum untuk membangun kepercayaan. Selain itu, perlu aktif melakukan interaksi dengan konsumen, seperti membalas komentar dan DM. Terakhir, menjadi autentik dan berbeda dari jenama lain dapat menciptakan identitas brand yang khas.
Reportase: Najwah Ariella Puteri
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals: