
Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022 yang juga alumnus FEB UGM Anies Rasyid Baswedan, Ph,D., hadir kembali di kampus FEB UGM menyampaikan kuliah inspiratif tentang narrative leadership atau kepemimpinan berbasis narasi untuk mewujudkan masa depan yang berkelanjutan dalam rangkaian Global Summer Week 2025. Kegiatan berlangsung Senin, 14 Juli 2025 diikuti 57 mahasiswa dari delapan universitas yang berasal dari sembilan negara.
Anies menyebutkan kepemimpinan berbasis narasi memiliki kekuatan untuk menyatukan visi, membangun kepercayaan dan menggerakkan aksi kolektif. Kepemimpinan model ini sangat penting diimplementasikan, terlebih di tengah krisis iklim, ketimpangan sosial, dan menurunnya kepercayaan publik.
“Ini bukan sekadar masa perubahan, ini adalah masa yang menuntut kepemimpinan dengan kejelasan, keberanian, dan arah,” paparnya, Senin (14/07) di Auditorium Gedung Pusat Pembelajaran FEB UGM.
Anies menjelaskan bahwa dengan kepemimpinan naratif akan membantu orang melihat gambaran besar dan peran mereka di dalamnya. Tentang menawarkan visi masa depan yang terasa mungkin, bermakna, dan layak diperjuangkan.
“Karena orang tidak hanya mengikuti strategi. Mereka mengikuti cerita dan tanpa cerita ke mana kita menuju, tak ada yang akan berjalan bersama kita,” jelasnya.
Ia memaparkan alasan mengapa kepemimpinan berbasis narasi penting dalam isu keberlanjutan. Menurutnya, keberlanjutan tidak cukup dibingkai melalui angka dan kebijakan teknis. Narasi yang bermakna dapat mengubah keberlanjutan dari sekadar kewajiban menjadi misi bersama. Melalui contoh nyata saat memimpin Jakarta, ia menerapkan pendekatan naratif dalam berbagai kebijakan publik kebijakan mulai dari integrasi transportasi, revitalisasi trotoar, hingga pembangunan kembali Kampung Susun Akuarium.
“Setiap kebijakan ini selalu disertai dengan narasi, bukan untuk publisitas, tetapi untuk tujuan. Saat kami meluncurkan trotoar baru, kami tidak hanya memotong pita. Kami berbicara tentang inklusi, tentang merebut kembali ruang bersama, tentang makna menjadi terlihat di kota sendiri. Narasi bukan kemasan, ia adalah jiwa dari kebijakan itu sendiri,” urainya.
Lantas bagaimana cara kerja kepemimpinan berbasis narasi ini secara nyata? Anies menjelaskan kepemimpinan naratif bukan soal karisma atau bercerita penuh emosi demi tepuk tangan. Kepemimpinan naratif adalah cara memimpin dengan niat, struktur, dan tujuan yang mendalam.
“Di jantung kepemimpinan naratif terdapat tiga pilar utama yakin kejelasan, konsistensi, dan ko-kreasi,” ucapnya.
Anies mengatakan bahwa kepemimpinan naratif bukan hanya teori namun telah dipraktikkan oleh beberapa pemimpin. Mereka bukan hanya tokoh politik, tetapi juga pemimpin bisnis yang memahami bahwa makna adalah penggerak dari pergerakan yang menunjukkan bagaimana storytelling dapat membentuk strategi, memulihkan kepercayaan, dan membuka aksi kolektif. Salah satunya adalah Barack Obama yang pada tahun 2008 tampil ke panggung dunia bukan hanya dengan kebijakan, tetapi dengan cerita. Narasinya memberi ruang bagi mereka yang tersisih seperti anak muda, imigran, dan kelas pekerja untuk merasa menjadi bagian dari perjalanan bangsa.
Lebih lanjut Anies menyampaikan kepemimpinan naratif bukanlah sekadar menyampaikan pesan dari atas, melainkan membangun gerakan yang dimiliki bersama. Seorang pemimpin tidak hanya menyuarakan cerita, tapi menciptakan ruang agar orang lain bisa ikut menulis, menerjemahkan, dan memperluasnya sesuai konteks mereka. Pendekatan ini diterapkan dalam pemerintahan Jakarta melalui konsep Kota 4.0, di mana warga didorong untuk ikut merancang, melaporkan masalah, dan menjalankan solusi bersama.
“Narasi juga membantu kita berpindah dari ego-sistem ke ekosistem, dari upaya yang terisolasi menuju kolaborasi yang saling bergantung,” imbuhnya.
Anies menyebutkan tantangan besar abad ini seperti krisis iklim, ketimpangan, dan polarisasi menuntut kesabaran, keteguhan, dan narasi yang kuat untuk menjaga semangat kolektif. Narasi berperan penting sebagai jembatan yang menumbuhkan kepercayaan, menggerakkan perubahan, dan menyatukan nilai dengan tindakan nyata, baik dalam dunia bisnis, pemerintahan, maupun komunitas.
“Mereka mengikuti pemimpin yang narasinya selaras dengan harapan mereka, dan tindakannya selaras dengan ucapannya. Konsistensi melahirkan kredibilitas. Kredibilitas melahirkan kepercayaan. Dan kepercayaan melahirkan gerakan,” urainya.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals