
Integritas menjadi fondasi utama dalam memanfaatkan teknologi, termasuk Artificial Intelligence (AI) di era digital saat ini. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Bimo Wijayanto, S.E., Ak., M.B.A., Ph.D., dalam sesi bertajuk “Menggunakan AI Secara Cerdas dan Berintegritas: Mempersiapkan Mahasiswa sebagai Generasi Transparan di Era Digital Pajak dan Keuangan” di hadapan mahasiswa baru.
Dalam Sesi Inspiring Person yang merupakan rangkaian Pionir Simfoni 2025 pada Rabu (6/8) di Plaza FEB UGM Bimo memulai dengan refleksi masa kuliahnya pada 30 tahun lalu. Ia ingat betul kala itu akses informasi masih terbatas dan tidak seleluasa seperti saat ini.
“Dulu, sumber pengetahuan terbatas di perpustakaan. Sekarang, semua tersedia di ujung jari, tetapi jangan sampai kita terbuai tanpa memahami esensinya,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa tantangan utama yang dihadapi generasi saat ini adalah menjaga integritas dengan menjunjung tinggi kejujuran dan nilai etika serta menjaga konsistensi antara kata dan tindakan. Oleh sebab itu ia mengajak para mahasiswa baru untuk bertekad berbuat jujur karena ini akan berdampak pada reputasi.
“Bertekadlah untuk selalu jujur. Reputasi yang baik akan membuka banyak peluang dan dukungan,” pesannya.
Lebih lanjut Bimo memaparkan peran AI dalam dunia keuangan dan perpajakan. Ia membedakan antara Analytical AI, yang mengolah data historis dan real-time untuk mengidentifikasi pola dan tren, serta Generative AI, yang menghasilkan konten berbasis bahasa alami. Kombinasi keduanya dapat mempercepat proses kerja, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat kapasitas SDM.
“Penggunaan AI menjadi sangat relevan dengan pajak untuk memudahkan pencatatan transaksi ratusan penerimaan negara. Pemanfaatan AI di DJP sendiri kami menggunakan CRM, ARVITA, TCHS, dan 40 inisiatif AI lainnya yang telah direncanakan,” ungkapnya.
Meski AI menawarkan berbagai kemudahan, Bimo mengingatkan risiko akan penggunaan AI apabila tidak digunakan secara bijaksana dan dipahami secara keseluruhan. AI hanyalah sebuah alat yang berbasis machine learning.
“Ia tidak bisa menyaingi nilai moral sehingga keputusan strategis berlandaskan keputusan yang bertanggung jawab. AI hanya mendukung proses supaya lebih cepat, bukan untuk menggantikan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti risiko AI hallucination yang dapat menghasilkan informasi keliru sehingga perlu validasi. Selain itu, privasi data harus dijaga dengan penerapan AI guardrails untuk membatasi akses, mengawasi algoritma, dan memastikan keamanan.
Bimo mengajak mahasiswa untuk menjadi generasi yang transparan dan berintegritas dengan mengoptimalisasi kekuatan mesin AI.
“UGM banyak melahirkan pemimpin. Manfaatkan AI untuk pengembangan diri, berjejaring dengan integritas, dan hasilkan inisiatif nyata bagi bangsa,” pungkasnya.
Reportase: Shofi Hawa Anjani
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals