Menghitung Kerugian Negara dengan Metode Pemeriksaan Investigatif
- Detail
- Ditulis oleh Sony
- Kategori: Berita
- Dilihat: 5201
Pada Selasa (8/6), Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) bekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menyelenggarakan Kuliah Umum dengan tema "Metodologi Pemeriksaan Investigatif". Kuliah umum diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meetings. Acara ini dimoderatori oleh Singgih Wijayana, M.Sc., Ph.D., Kepala Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Narasumber kuliah umum adalah Dr. Agus Joko Pramono, M.Acc., Ak., CA., CPA., CSFA., CFrA. selaku Wakil Ketua BPK RI, dan Dr. Heri Subowo sebagai Auditor BPK RI.
Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D., Dekan FEB UGM, menyampaikan sambutan pembuka untuk mengawali jalannya kuliah umum ini. "Kuliah umum ini sangat penting bagi kita semua khususnya profesi akuntan karena narasumber kuliah umum ini sangat mumpuni di bidangnya. Ini penting (juga) untuk kahasiswa di bangku kuliah harus mengetahui bagaimana kondisi praktek. Atas nama civitas FEB UGM dan MAKSI FEB UGM, kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Agus Joko Pramono dan BPK RI. Selamat mengikuti kuliah yang sangat bermanfaat tentang bagaimana metode pemeriksaan investigatif, khususnya dalam sektor publik di Indonesia.”, kata Eko.
Sesi pertama kuliah umum adalah pemaparan seputar Metodologi Pemeriksaan Investigatif oleh Dr. Agus Joko Pramono. Agus menyampaikan bahwa terdapat tiga lingkup pemeriksaan keuangan negara.
"Lingkup pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa keuangan negara adalah opini, kinerja yang akan memberi rekomendasi terkait hasil audit kepada auditee, serta pemeriksaan tujuan tertentu yang salah satunya adalah pemeriksaan investigasi. Pemeriksaan investigasi sendiri digunakan untuk mendalami sesuatu, menghitung kerugian keuangan negara, dan sebagai keterangan ahli dalam persidangan", kata Agus.
Menurutnya, pemeriksaan investigasi terdiri dari empat tahap, yaitu pra perencanaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Tahap pra perencanaan dimulai dari memahami ruang lingkup proses investigasi, dan berusaha mengungkap penyimpangan apa yang terjadi dalam konteks keuangan negara. Selanjutnya, bagaimana pemeriksaan investigasi akan dilaksanakan.
"Perlu disusun predication yang cukup melalui informasi internal, maupun eksternal seperti aparat penegak hukum dan non penegak hukum. Tujuannya, untuk menentukan predication yang kuat karena banyak isu hoaks yang tidak dilandasi dengan dasar yang cukup, sehingga harus dilakukan proses cross check atau verifikasi untuk memvalidasi akurasi dari informasi tersebut", kata Agus.
Selanjutnya, dilakukan tahap perencanaan berupa penelaahan informasi awal. Jika dirasakan terdapat gejala, informasi dan minimal unsur 4W+1H (What, Who, Where, When, How) tercukupi, maka tahap pemeriksaan dapat masuk ke tahap perencanaan dengan membuat audit program untuk memulai investigasi. Agus memaparkan bahwa dalam tahap penyusunan audit program ini akan menetapkan arah, tujuan, lingkup, hingga mengembangkan hipotesis dengan membuat prosedur audit.
"Dari hipotesis ini akan ditemukan kesimpulan sementara berdasarkan hasil penelaahan dan hubungan dari variabel-variabel yang ada", ungkap Agus.
"Tahapan yang paling krusial dalam melakukan audit investigasi adalah tahap perencanaan, karena tahap ini merekonstruksikan waktu, dan effort yang cukup banyak, apalagi ketika ada pergesaran predication", tambahnya.
Setelah itu, dilakukan penyusunan diagram program pemeriksaan yang menguraikan prosedur pengendalian internal yang berisi prosedur seperti dasar hukum pemeriksaan, standar pemeriksaan, tujuan dan ruang lingkup pemeriksaan, entitas yang diperiksa, susunan tim dan biaya pemeriksaaan hingga waktu penyampaian dan distribusi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Menurut Agus, tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan langkah-langkah pemeriksaan dalam rangka pembuktian hipotesis. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang merupakan eksekusi dari tahap perencanaan yang bertujuan untuk mengumpulkan bukti bahwa terjadi perbuatan melawan hukum.
"Tahap pelaksanaan dimulai dengan pengumpulan bukti berdasarkan fakta-fakta melalui wawancara, atau analisis dokumen yang tersedia. Dilanjutkan dengan evaluasi bukti, dan disusun konsep kesimpulan dengan pihak-pihak terkait. Pemeriksa menggunakan bukti untuk membangun pengungkapan sebuah kasus fraud yang terjadi.", jelasnya.
Agus menjelaskan mengenai alat bukti yang digunakan dalam pemeriksaan, antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, surat atau dokumen, serta keterangan terdakwa. Menurut Agus, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan bukti.
"Teknik mengumpulkan bukti yang digunakan dalam pemeriksaan meliputi vouching, observasi dengan mendatangi lapangan, konfirmasi, pengecekan fisik, permintaan keterangan, prosedur analitis, benchmarking, FGD, hingga penggunaan ahli dan digital forensik", terangnya.
Setelah tahap pengumpulan bukti, menurut Agus, tahap selanjutnya adalah teknik mengevaluasi bukti dilakukan dengan menganalisis bukti, memeriksa relevansi bukti, dan verifikasi bukti, evaluasi bukti, pembuktian hipotesis hingga tahap professional judgment untuk mengetahui kemampuan pemeriksa mengevaluasi keadaan, apakah bukti ini hasil rekayasa atau tidak untuk mengetahui kualitas bukti. Setelah analisis bukti, pemeriksa menyusun konsep kesimpulan yang dapat atau tidak mendukung pemeriksaan yang mencakup unsur 5W+2H (What, Who, Where, When, Why, How, How Much).
"Konsep ini didiskusikan dengan Aparat Penegak Hukum (APH) apakah memenuhi konsep penyimpangan dan hasil diskusi", paparnya.
Agus menjelaskan tahap terakhir adalah pelaporan, yang menurutnya, tahap ini adalah tahap penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), dokumen tertulis kesimpulan atas hasil pemeriksaan investigative yang berisi mengenai penyusunan Konsep Hasil Pemeriksaan (KHP) dan finalisasi simpulan.
Sesi selanjutnya adalah penyampaian materi oleh Dr. Heri Subowo yang menjelaskan mengenai contoh kasus dalam metodologi Pemeriksaan Investigatif mengenai cara penghitungan kerugian negara menggunakan pemeriksaan investigatif dalam kerangka professional framework yang disusun oleh BPK RI yang dimulai dengan penelaahan informasi awal atas permintaan audit investigasi, penghitungan kerugian negara dengan penyusunan tahap pra perencanaan sampai tahap pelaporan LHP, yang memuat informasi mengenai kerugian negara, dan tahap penyusunan hingga pelaporan Pemberian Keterangan Ahli.
Reportase: Sony Budiarso/Kirana Lalita Pristy