Generasi Milenial, Faktor Utama Peningkatan Investor Retail di Pasar Modal
- Detail
- Ditulis oleh Sony
- Kategori: Berita
- Dilihat: 7916
Menyikapi momentum peningkatan investor retail di pasar modal Indonesia, Pada Rabu (13/10/2021) Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (KAFEGAMA) menyelenggarakan Seri Webinar dengan tema utama "Memanfaatkan Momentum Kenaikan Investor Retail di Pasar Modal Indonesia: Peluang, Tantangan, dan Kebijakan". Webinar yang diselenggarakan di platform Zoom dan disiarkan melalui Kanal YouTube KAFEGAMA OFFICIAL ini dimoderatori oleh Eddi Danusaputro, Direktur Utama PT. Mandiri Capital Indonesia, Wakil Ketua Bidang IV PP KAFEGAMA.
Membahas mengenai peluang, tantangan, dan kebijakan yang tepat untuk memanfaatkan peningkatan investor retail, Webinar ini dihadiri oleh narasumber yaitu Dr. Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Umum PP KAFEGAMA, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, M.Sc., Ph.D., Inarno Djajadi selaku Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Dr. Frederica Widyasari Dewi selaku Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas, serta Prof. Dr. Eduardus Tandelilin, MBA. , Ketua Program Studi Magister Manajemen FEB UGM Kampus Jakarta.
Sesi pertama adalah opening speech dari Dr. Perry Warjiyo. Dr. Perry mengatakan bahwa kita masyarakat Indonesia telah melewati masa 18 bulan hidup dengan pandemi, untuk itu ia menyarankan bahwa masyarakat perlu untuk memiliki semangat bangkit, sehat, dan optimis, seperti semangat dari KAFEGAMA yaitu guyub, rukun, dan migunani.
"Dengan Guyub kita bersatu bekerja sama tolong menolong, melalui Rukun kita mencari yang terbaik menjadi satu kekuatan, dan semangat migunani, adalah kekuatan untuk bangkit dan optimis", ungkapnya.
Dr. Perry membahas juga mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021.
"Setelah mengalami pertumbuhan yang tinggi 7,07 persen, insyallah akan terus tumbuh di triwulan III dan IV, dan total di tahun ini akan tumbuh 3,5-4%. Untuk itu ekonomi kita diprediksi akan terus bangkit dan perlu investor baik besar, menengah, maupun kecil, dan kondisi ini adalah peluang untuk berinvestasi". jelasnya.
Sesi kedua adalah pemaparan dari Inarno Djajadi mengenai perkembangan investor retail di pasar modal Indonensia.
Inarno memaparkan menggunakan grafik, bahwa total investor per September 2021 6,431, investor saham 2,9 juta investor, dan dari investor saham terjadi peningkatan 7,2%. Menurutnya, capaian ini tak terlepas dari pengaruh influencer sosial media.
"Kita lihat juga peran influencer sangat berpengaruh pada investor retail, influencer sangat bisa memengaruhi retail investor, khususnya melalui sosial media, ini merupakan perubahan zaman yang kita lihat pada saat pandemi, investor ritel bisa melihat pada perkembangan saham dan bertransaksi dengan lebih baik", paparnya.
Ia menjelaskan bahwa transaksi retail setelah ada kebijakan pembatasan mobilitas (PSBB dan PPKM) menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu dari fisik menjadi online, untuk itu orang yang beraktivitas di rumah diberi kesempatan untuk melihat saham dan berinvestasi di saham lebih panjang dibanding masa sebelum pandemi. Dibuktikan saat sebelum Covid-19 transaksi retail hanya 31%, tapi saat ini transaksi retail kita 55%, bahkan retail mendominasi institusi domestic dan foreign.
Menurutnya, investor retail terbanyak adalah young investor (berumur 40 tahun ke bawah) sebesar 2,083 juta investor atau 78,9% dari jumlah investor saham.
"Jadi memang generasi milenial atau young investor lebih mendominasi dan growth-nya sangat cepat dibanding investor lain. Per agustus 2021, 18-25 tahun naik 450 ribu atau 45,6% dari total new investor di 2021, saat ini memang adalah kebangkitan young investor atau milenial yang mendominasi transaksi di bursa", tutupnya.
Sesi selanjutnya adalah pemaparan Dr. Friderica Widyasari Dewi. Dr. Friderica membahas mengenai tantangan dan strategi pengembangan pasar ritel di Indonesia. Menurutnya, tantangan pengembangan pasar ritel antara lain kurangnya pemahaman masyarakat mengenai investasi di pasar modal, kurangnya sumber daya manusia untuk memasarkan pasar modal, berbagai bisnis proses yang masih belum efisien, keterbatasan insfrastruktur pendukung, masih terbatasnya alternatif produk pilihan di pasar modal, serta maraknya investasi illegal.
"Strategi pengembanan yang diperlukan adalah sistem yang dapat meningkatkan user experience, peningkatan literasi dan edukasi pasar modal, peningkatan digital dan growth mindset bagi SDM, membangun digital culture dan mengelola digital asset, perlindungan terhadap investor dan kolaborasi antar seluruh pihak mulai dari regulator, investor, emiten, intermediaries, dan masyarakat.", jelasnya.
Sesi dilanjutkan dengan pemaparan dari Prof. Dr. Eduardus Tandelilin mengenai peran dan perilaku investor retail. Prof. Ted mengatakan bahwa ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu value dan price.
"Price is real, harga saham hari ini kita tahu, tapi berapa nilainya (yang benar) kita tidak tahu, harga pasar adalah persepsi dari investor terhadap risiko. Untuk itu kita harus bertanya mengenai intrinsic value", paparnya.
Prof. Ted menjelaskan mengenai fundamental analisis mulai dari menyusun pertanyaan mengenai asumsi apa yang digunakan untuk menentukan pertumbuhan dan tingkat return, bagaimana prospek saham dan jenis industri, serta penentuan saham yang menguntungkan di kondisi ekonomi terkini.
"Fundamental analisis diperlukan mulai dari makroekonomi sampai industri, untuk menentukan value dan market price, untuk menentukan apakah saham tersebut undervalued atau overvalued", terangnya.
Untuk strategi meningkatkan retail investor, Prof. Ted menjelaskan bahwa perlu untuk meningkatkan trust investor di pasar modal melalui governance, floating stock agar mudah bagi retail untuk membeli, dan juga strategi bagaimana investor retail bisa menjangkau IPO lebih awal.
Reportase: Sony Budiarso/Kirana Lalita Pristy