HAKI Bukan Monopoli
- Detail
- Kategori: Berita
- Dilihat: 7616
Dr. Bambang Kesowo, S.H., L.L.M., staf pengajar Fakultas Hukum UGM, menyebutkan eksklusivitas yang melekat pada HAKI tidak dapat diartikan sebagai sebuah bentuk monopoli. Sifat eksklusif tersebut hanya sebatas untuk melakukan tindakan tertentu dan bukan untuk membangun kekuatan monopoli.
Dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, HKI termasuk dalam pasal yang dikecualikan. Namun demikian, dikatakan olehnya, eksklusivitas tersebut tidak dapat diartikan bahwa seluruh aspek yang berkaitan dengan HAKI terbebas dan dikecualikan dari aturan antimonopoli atau larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. “HAKI tidak bisa terbebas dari aturan antimonopoli jika pada praktiknya menimbulkan dampak negatif terhadap pasar ataupun merusak iklim persaingan usaha yang sehat,” jelasnya, Senin (15/2), dalam Seminar HKI dan Persaingan Usaha di Era AFTA 2010 yang digelar di Fakultas Hukum UGM.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa apabila pada kenyataannya pemanfaatan HAKI melanggar aturan antimonopoli atau persaingan usaha tidak sehat, semestinya penyelesaian yang digunakan adalah melalui proses antimonopoli atau larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat itu sendiri.
Menanggapi adanya penerapan AFTA dan ACFTA, dikatakan Bambang Kesowo, kerja sama di bidang HAKI membutuhkan perhatian yang cukup serius karena selama ini ujian efektivitas sistem nasional baru berlangsung di tingkat domestik.
Sementara itu, Dra. Sri Adiningsih, M.A., Ph.D., staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, dalam kesempatan tersebut mengatakan pemberlakuan ASEAN Free Trade Area merupakan sebuah kesempatan sekaligus tantangan bagi Indonesia. Posisi Indonesia dapat dikatakan belum cukup kuat untuk bersaing di tingkat ASEAN karena rendahnya kualitas sumber daya manusia serta daya saing internasionalnya.“Liberalisasi pasar tanpa persiapan domestik yang baik hanya akan jadi pukulan bagi Indonesia,” jelasnya.
Namun ditegaskan olehnya, dengan strategi yang tepat dan inovatif, Indonesia tidak perlu terlalu khawatir tidak mampu bersaing saat pemberlakuan AFTA, pembukaan pasar secara umum, bahkan menuju terbentuknya masyarakat ASEAN. Ditambahkan oleh peneliti Pusat Studi Asia Pasifik ini, adanya pemberlakuan AFTA sebenarnya tidak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan kerja sama perdagangan antarnegara anggota ASEAN. Dikatakannya bahwa selama ini produk yang beredar di kawasan ASEAN 70%-nya masih didominasi dari luar kawasan. “Jadi, meski tidak dikenakan tarif masuk, kerja sama perdagangannya tidak akan berjalan secara maksimal karena barang-barang yang beredar kualitasnya sama," ujarnya.
Sumber: www.ugm.ac.id