Putusan Peradilan Masih Membebani Perekonomian Negara
- Detail
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2613
Ekonom UGM, Dr. Rimawan Pradiptyo, M.Sc., mengkritisi besarnya biaya sosial korupsi yang harus ditanggung oleh rakyat akibat putusan peradilan yang menetapkan koruptor mengembalikan dana jauh lebih kecil dari total dana yang dikorupsi.
Berdasarkan hasil penelitian Rimawan, terdapat sejumlah 73,07 triliun rupiah dana yang telah dikorupsi oleh 540 koruptor pada tahun 2008. Kendati demikian, tuntutan jaksa tentang uang yang harus dikembalikan oleh koruptor hanya 32,41 triliun rupiah. Pada umumnya, terpidana melakukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Kemudian, oleh MA hanya 5,32 triliun rupiah saja dana yang harus dikembalikan kepada negara.
“Bayangkan, hanya 7,29% dana yang mesti dikembalikan ke negara. Lalu, siapa yang menanggung kerugian sebesar 73,07 triliun? Tentu saja rakyat sebagai pembayar pajak yang baik,” kata Rimawan dalam Seminar Bulanan "Biaya Sosial Korupsi: Estimasi dan Implementasi", Kamis (25/2) sore, yang digelar di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) UGM.
Lebih menyedihkan lagi, lanjut Rimawan, vonis hukuman yang dijatuhkan kepada terpidana korupsi kebanyakan kurang dari sepuluh tahun. Vonis ini tentunya tidak akan memberikan efek jera kepada para koruptor. Apalagi mereka diuntungkan dengan hanya mengembalikan dana 7 persen saja dari total yang dikorupsi. “Orientasi koruptor adalah uang, maka efek jera akan maksimum jika hukuman dilakukan untuk memiskinkan koruptor,” ujarnya.
Menurut Rimawan, sistem hukum yang berlaku di Indonesia masih bersifat irasional dalam pandangan ilmu ekonomi. Agar berlaku secara rasional, nilai denda ideal yang dijatuhkan, terutama kepada terpidana korupsi, seharusnya disesuaikan dengan biaya sosial yang dihasilkan dari kejahatan tersebut. “Untuk berlaku secara rasional, maka nilai denda tidak dicantumkan eksplisit di dalam UU. Namun, diganti nilai denda yang disesuaikan dengan biaya sosial kejahatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP),” tuturnya. Selain itu, tambahnya, dimungkinkan perampasan aset yang mencurigakan kepada terpidana dengan metode pembuktian terbalik.
Sumber: www.ugm.ac.id