Guru Besar FEB UGM Sebut Pengenaan PPN 12 di Sektor Pendidikan Tidak Tepat
- Detail
- Ditulis oleh Kurnia
- Kategori: Berita
- Dilihat: 17
Pemerintah berencana mengenakan Pajak Penambahan Nilai (PPN) 12% , termasuk di bidang pendidikan khususnya layanan sekolah berstandar internasional. Pengenaan PPN 12 persen ini direncanakan akan diterapkan mulai Januari 2025.
Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Prof. Dr. R. Agus Sartono, M.B.A., menyampaikan pengenaan PPN 12% terhadap sektor pendidikan hendaknya dibatalkan. Ia menilai jika pengenaan pajak tersebut dipaksakan justru akan memperburuk capaian akses perguruan tinggi dan semakin membuat Indonesia tertinggal jauh dengan negara ASEAN lainnya.
“Pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan tidak seharusnya dijadikan objek pajak. Kalau saja kebocoran dan korupsi dapat ditekan, maka lebih dari cukup untuk pembiayaan investasi sumber daya manusia. Jika kita abai terhadap sektor pendidikan maka hanya masalah waktu saja kita justru akan makin terpuruk,” urainya belum lama ini.
Agus kembali menegaskan bahwa pengenaan PPN 12% terhadap pendidikan bertaraf internasional sangatlah tidak tepat. Menurutnya, selama ini pemerintah sendiri gencar mendorong agar pendidikan di Indonesia memiliki kualitas bertaraf internasional.
Sementara itu disisi lain saat ini ada berbagai Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) yang telah lama mengembangkan International Undergraduate Program (IUP). Program ini tidak saja menyumbangkan pembiayaan bagi PTN BH, tetapi juga mampu menarik minat student exchange dari negara lain.
“Melalui IUP PTN BH mampu memberikan subsidi silang bagi anak-anak dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu sehingga mereka mendapatkan akses pendidikan tinggi,” ungkapnya.
Agus menyampaikan kehadiran mahasiswa asing di PTN BH juga memiliki peran strategis dalam jangka panjang. Selain melakukan mendorong ekspor layanan pendidikan, hal tersebut juga berpotensi melahirkan para Indonesianis yang memainkan peran penting dalam membangun hubungan bilateral antar negara.
“Oleh sebab itu rencana pengenaan PPN 12% terhadap pendidikan bertaraf internasional sangat tidak tepat dan sebaiknya dibatalkan,” tegas pria yang pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Pendidikan dan Agama, Kemenko Kesra (2010-2014) dan Deputi Bidang Pendidikan dan Agama, Kemenko PMK (2014-2021).
Pengenaan pajak di sektor pendidikan ini, lanjut Agus, menjadi sangat tidak tepat terlebih melihat tantangan terhadap akses pendidikan di tanah air yang masih terbatas. Data Badan Pusat Statistik (BP) memproyeksikan populasi penduduk usia 19-23 tahun mencapai 27,39 juta jiwa di tahun 2025. Sementara, angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi ditargetkan sebesar 35%. Artinya, jumlah mahasiswa akan mencapai 9,58 juta. Jumlah tersebut menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas akses pendidikan untuk 1,27 juta mahasiswa.
“Pertanyaan mendasar adalah mengapa pada saat pemerintah kesulitan meningkatkan akses justru berencana menambah beban berupa PPN 12%? Belum lagi berbicara bagaimana mengatasi luaran pendidikan yang tidak mampu diserap industri,” pungkasnya.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals