Prof. Mahfud Sholihin, Guru Besar FEB UGM yang Tertarik pada Akuntansi dari Sebuah Film
- Detail
- Ditulis oleh Sony
- Kategori: Sudut Dosen
- Dilihat: 4231
Prof. Mahfud Sholihin, PhD adalah Dosen Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Dosen yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FEB UGM ini menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Jurusan Akuntansi UGM tahun 1998 dan memperoleh Gelar Master of Accounting dari University of Western Australia pada tahun 2003. Tahun 2009, Prof. Mahfud meraih gelar Doctor of Philosophy di University of Bradford, Inggris. Dalam dunia riset dan akademik, Prof. Mahfud telah berkontribusi melalui sejumlah publikasi dalam jurnal internasional seperti Accounting and Business Research, British Accounting Review, Financial Accountability and Management, dan Journal of Applied Accounting Research. Selain jurnal, Prof. Mahfud juga aktif menulis Buku. Buku yang pernah ditulis adalah Akuntansi Manajemen: Soal dan Pembahasan (2003), Akuntansi Internasional (2005), dan Analisis SEM-PLS dengan WarpPLS 3.0 (2014).
Dengan serangkaian publikasi ilmiahnya, siapa sangka, Guru Besar di bidang Ilmu Akuntansi ini tertarik masuk dunia akuntansi berawal dari menonton tayangan film di televisi. Film tersebut menceritakan seorang akuntan yang pergi ke desa menyelesaikan persoalan keuangan di sebuah KUD.
“Ketika itu, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah Sastra Inggris dan akhirnya memilih di Akuntansi.”, ujarnya.
Dosen yang memiiki research interest pada Akuntansi Keperilakuan, Etika Bisnis, Corporate Governance, serta Akuntansi dan Keuangan Syariah ini memang pada awalnya sempat merasakan kuliah di tiga jurusan saat jenjang Sarjana. Awalnya, Prof. Mahfud menekuni Pendidikan di jurusan Aqidah dan Filsafat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta (saat ini menjadi UIN Sunan Kalijaga). Tak puas dengan satu jurusan, Mahfud berniat menekuni bidang lain, yakni bidang bahasa asing di Jurusan Sastra Inggris UGM.
“Jadinya saya kuliah dobel, di Akuntasi UGM dan di IAIN,” ujar Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS – IAI) ini.
Pengalaman kuliah di dua jurusan, menurutnya, bukan suatu keputusan yang mudah. Pilihan itu dia teguhkan, mengingat permintaan sang almarhumah ibu yang ingin Mahfud tetap melanjutkan belajar di Jurusan Aqidah dan Filsafat.
Prof. Mahfud memiliki cerita unik ketika ia menempuh Pendidikan sarjana. Menurut Prof. Mahfud, belajar di Kampus Kerakyatan UGM merupakan suatu kebanggaan sekaligus meninggalkan kesan. Sebab, selain bertemu dengan para guru dan pengalaman yang menginspirasi, di kampus inilah Mahfud bertemu dengan jodohnya.
Selain sama-sama belajar di Akuntansi UGM, sang istri juga tinggal di daerah yang sama dengan Mahfud.
“Kalau yang dekat saja ada yang baik, ngapain cari yang jauh,” katanya.
Segala pencapaian yang telah diraih Prof. Mahfud hingga saat ini, tidak terlepas dari motto hidupnya, ia meyakini bahwa ketika bekerja harus diupayakan untuk bersungguh-sungguh dan selalu merasa bersyukur dengan segala sesuatu yang telah dilalui.
“Sesuai firman Allah, ‘Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau mereka tidak mengubah’. Makanya kita harus inisiatif, punya motivasi, keinginan, target, dan doa,” ungkapnya.
Selain itu, Berkarier di bidang Pendidikan memang merupakan passion dan cita-cita Prof. Mahfud sejak kecil. Kedua orang tua Mahfud yang berprofesi sebagai guru juga turut menginspirasi perjalanan kariernya.
Sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FEB UGM, Prof. Mahfud selalu mengupayakan agar mahasiswa merasakan kenyamanan belajar secara lahir dan batin. Untuk menciptakan suasana tersebut Mahfud menaruh perhatian khusus dengan iklim senioritas perkuliahan yang seringkali menggunakan metode atau budaya kekerasan fisik, mental, atau metode lain yang sangat mengganggu kenyamanan mahasiswa baru dalam belajar di kampus, dan mengganggu mahasiswa junior dalam menyerap materi pembelajaran. “Saya berpesan pada mahasiswa senior untuk tidak menakut-nakuti mahasiswa junior,” jelasnya.
Selain itu, kenyamanan di kampus juga berusaha ia wujudkan dengan menyediakan berbagai fasilitas belajar untuk mahasiswa. Mulai dari kemudahan mengakses buku elektronik, hingga keberadaan student longue yang didesain dengan suasana kekinian.
Pria kelahiran 47 tahun lalu itu pun tak sungkan mengakrabkan diri dengan mahasiswa yang ditemuinya di student longue. Sesekali Mahfud juga membahas soal kenyamanan tempat belajar yang diinginkan dari perspektif mahasiswa.
“Prinsip saya, bagaimana mahasiswa itu nyaman dan enjoy kuliah di FEB.”, pungkasnya.
Sumber: Kagama.co