Prof. Amin Wibowo, S.E., MBA., Ph.D., Dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Manajemen. Menyampaikan pidato pengukuhan pada Kamis (11/12/2025) di Balai Senat UGM berjudul “Tantangan Membangun Kepemimpinan Berkelanjutan Generasi Milenial dan Z”, ia menekankan soal pentingnya kepemimpinan berorientasi keberlanjutan sebagai kebutuhan strategis di tengah dinamika generasi muda yang mendominasi tenaga kerja Indonesia.
“Keberlanjutan bukan lagi sekadar pilihan moral, tetapi menjadi keharusan strategis dalam kepemimpinan modern,” tegasnya Kamis (11/12) di Balai Senat UGM.
Amin menyampaikan bahwa Generasi milenial dan Z kini mendominasi angkatan kerja. Pada tahun 2025 Indonesia memiliki sekitar 149 juta tenaga kerja, dengan komposisi terbesar berasal dari Generasi Milenial sebanyak 52,06 juta dan Generasi Z 33,92 juta.
“Generasi Milenial dan Generasi Z membawa nilai-nilai baru berupa kesadaran lingkungan, inklusivitas, dan kesejahteraan kolektif,” ucapnya.
Generasi milenial dan generasi Z memiliki karakteristik berbeda yang dibentuk oleh pengalaman unik dan konteks budaya mereka. Mereka sangat piawai dalam hal yang berkaitan dengan digital sejak usia muda. Mereka juga memiliki karakteristik khas yang membedakan dengan generasi sebelumnya. Karakteristik utamanya adalah mereka lebih memiliki kesadaran sosial, lebih mengutamakan kesimbangan kerja-hidup, lebih kuat menekankan pada keadilan sosial, keterwakilan, dan inklusivitas, sangat perhatian terhadap keberlanjutan dan menuntut akuntabilitas dari merek, perusahaan dan pemerintah.
“Konsekuensinya mereka berekspektasi pada pemimpin modern dengan gaya yang dapat mengakomodasi karakteristik mereka. Bagi mereka, pemimpin modern yang mementingkan strategi berkelanjutan bertindak sebagai pengelola sumber daya, mengadopsi gaya kepemimpinan yang berfokus pada keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dan komunitas untuk menciptakan perubahan yang positif,” urainya.
Amin menyebutkan pemimpin di era saat ini dituntut mampu mengintegrasikan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) ke dalam strategi organisasi. Keberlanjutan mencakup keseimbangan antara kelayakan ekonomi, keadilan sosial, dan pelestarian lingkungan, yang seluruhnya harus menjadi bagian dari visi dan praktik kepemimpinan masa depan.
Kepemimpinan berkelanjutan juga menuntut transformasi pada tataran individu dan kelembagaan. Pemimpin perlu mengembangkan karakter empatik, visioner, dan berpikir sistemik agar mampu menginspirasi dan menggerakkan organisasi menuju perubahan positif.
“Oleh sebab itu dunia akademik berperan besar melalui kurikulum, pembelajaran, dan jejaring strategis dalam membentuk calon pemimpin yang memiliki kesadaran keberlanjutan, terutama di sekolah bisnis yang masih minim intervensi kurikulum keberlanjutan,” terangnya.
Menurutnya penguatan kepemimpinan berkelanjutan di Indonesia membutuhkan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil. Kemitraan publik-swasta, teknologi hijau, pendidikan karyawan, transparansi, dan dukungan terhadap UKM berkelanjutan merupakan langkah konkret menuju masa depan yang tangguh.
“Pemimpin modern harus mampu menyeimbangkan profit dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta menumbuhkan budaya organisasi yang adaptif, inklusif, dan berorientasi masa depan. Dengan demikian, generasi milenial dan Z bukan hanya menjadi bagian dari perubahan, tetapi juga penggerak utama kepemimpinan berkelanjutan di Indonesia,” pungkasnya.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum






