• Tentang UGM
  • SIMASTER
  • SINTESIS
  • Informasi Publik
  • SDGs
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
  •  Tentang Kami
    • Sekilas Pandang
    • Sejarah Pendirian
    • Misi dan Visi
    • Nilai-Nilai
    • Pimpinan Fakultas
    • Pimpinan Senat
    • Pimpinan Departemen
    • Pimpinan Program Studi
    • Pimpinan Unit
    • Dewan Penasihat Fakultas
    • Laporan Tahunan
    • Fasilitas Kampus
    • Identitas Visual
    • Ruang Berita
    • Dies Natalis ke-70
  • Program Akademik
    • Program Sarjana
    • Program Magister
    • Program Doktor
    • Program Profesi
    • Program Akademik Singkat
    • Program Profesional & Sertifikasi
    • Kalender Akademik
    • Ruang dan Kegiatan
  • Fakultas & Riset
    • Keanggotaan Fakultas
    • Akreditasi Fakultas
    • Jaringan Internasional
    • Dosen
    • Profesor Tamu dan Rekan Peneliti
    • Staf Profesional
    • Publikasi
    • Jurnal Yang Diterbitkan
    • Kertas Kerja
    • Bidang Kajian
    • Unit Pendukung
    • Kemitraan Konferensi Internasional
    • Call for Papers
    • Pengabdian Kepada Masyarakat
    • Perpustakaan
  • Pendaftaran
  • Home
  • Suara Akademisi

Mengukur Biaya Sosial Kejahatan Terorganisir

  • Suara Akademisi
  • 2 Juli 2019, 08.39
  • Oleh : Admin
Rimawan Pradiptyo

EB News

Dampak Kejahatan

Setiap kejahatan pada umumnya hanya menguntungkan pelaku kejahatan, namun menciptakan beban terhadap korban, pemerintah, sektor usaha dan juga masyarakat. Jika terjadi penodongan dan perampasan uang, misalnya, maka terjadi ‘semacam subsidi’ dalam bentuk aliran dana dari korban penodongan kepada pelaku penodongan. Secara finansial, korban penodongan kehilangan uang Rp500.000 dan si penodong mendapatkan hasil kejahatan Rp500.000. Jika kedua nilai uang ditambahkan hasilnya adalah Rp0 atau tidak terjadi perubahan kesejahteraan di masyarakat.

Namun demikian, masalah tidak berhenti sampai di sini. Korban penodongan mungkin akan menderita stress dan memerlukan perawatan psikologis. Jika masyarakat melaporkan penodongan tersebut kepada polisi, tentu saja polisi akan melakukan penyelidikan, dan jika si pelaku tertangkap akan menuntut ke pengadilan. Jika pelaku dihukum penjara, misalnya, maka timbul biaya untuk memenjarakan si pelaku. Ketika penodongan terjadi di pusat keramaian, pasti hal ini akan menyebabkan masyarakat takut (fear of crime) dan berusaha menghindari kawasan tersebut. Hal ini dapat berdampak negative pada kondisi usaha di daerah sekitar lokasi penodongan. Jika semua manfaat dan biaya tersebut dijumlahkan, maka nilai biaya tentu jauh lebih besar daripada manfaat, dan total biaya inilah yang disebut dengan biaya sosial kejahatan.

Di negara maju, perhitungan biaya sosial kejahatan dilakukan untuk berbagai jenis kejahatan (lihat antara lain Loomes, dkk 1999, Brand and Price, 2000, McDougall dkk, 2003, Dubough dan Hamed, 2005). Salah satu fungsi penghitungan biaya ini adalah untuk keperluan evaluasi kebijakan. Di negara-negara maju, adalah jamak melakukan berbagai inovasi terkait program-program penanganan dan pencegahan kejahatan. Sebelum program-program tersebut diterapkan secara nasional, umumnya dilakukan program percobaan (pilot project) terlebih dahulu. Biaya sosial kejahatan sangat bermanfaat untuk analisis manfaat-biaya berbagai program percobaan tersebut. Jika suatu program mampu menurunkan angka kejahatan tertentu di suatu kawasan sebesar 100 kasus pada tahun tertentu, misalnya, dan rata-rata biaya sosial kejahatan tersebut adalah Rp300 juta, maka manfaat dari program tersebut adalah Rp30 miliar. Bagaimana manfaatbiaya dari program tersebut, kita tinggal membandingkannya dengan biaya pelaksanaan program.

Biaya Sosial Kejahatan

Secara umum, kejahatan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis: a) kejahatan melawan individu/rumah tangga; b) kejahatan melawan dunia usaha; dan c) kejahatan melawan pemerintah. Pencopetan atau penodongan dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan melawan individu/rumah tangga. Praktik bajing luncat dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan melawan dunia usaha. Perusakan fasilitas umum dapat dikategorikan sebagai kejahatan melawan pemerintah. Kerusuhan dan holigamisne, misalnya, adalah kejahatan multidimensi, karena berpotensi melawan individu/rumah tangga, dunia usaha dan pemerintah (fasilitas umum).

Perlu dicatat bahwa estimasi biaya sosial kejahatan tidak saja menghitung kejahatan tercatat (recorded crime), atau yang dilaporkan dan ditangani penegak hukum, namun juga menghitung kejahatan yang tidak tercatat (unrecorded crime). Upaya untuk mengestimasi jumlah kejahatan yang tidak tercatat dapat dilakukan melalui survei, baik kepada rumah tangga, dunia usaha maupun pemerintah.

Di Inggris, misalnya, setiap dua tahun sekali dilakukan survei kejahatan, yang dikenal dengan the British Crime Survey. Salah satu kelompok pertanyaan dalam survei ini menanyakan kepada individu/rumah tangga, apakah selama 12 bulan terakhir responden menjadi korban dari suatu tindak kejahatan. Hasil survei memungkinkan kita untuk membandingkan antara jumlah korban suatu kejahatan dan berapa proporsi korban tersebut yang melaporkan kepada penegak hukum. Perbandingan angka tersebut dapat digunakan untuk mengukur multiplier of offences. Angka multiplier ini membandingkan antara jumlah responden yang menjadi korban suatu kejahatan dengan proporsi korban yang melaporkan kejahatan kepada penegak hukum. Estimasi total kejahatan dilakukan dengan mengalikan angka multiplier ini dengan data statistik kejahatan dari kepolisian (recorded crime). Didasarkan pada estimasi jumlah kejahatan tersebut, biaya sosial kejahatan dihitung yang pada dasarnya terdiri dari tiga elemen: a) biaya antisipasi terhadap kejahatan, b) biaya akibat kejahatan, dan c) biaya reaksi terhadap kejahatan (Brand and Price, 2000).

Estimasi Biaya Kejahatan Terorganisir di Indonesia

Estimasi biaya sosial kejahatan di negara maju masih terbatas pada jenis-jenis kejahatan konvensional, misalnya pencurian, perampokan, pencurian mobil, pencurian dari mobil, dll. Biaya kejahatan terorganisir, misalnya perampasan lahan (land grabbing), pencurian ikan, korupsi hingga pembalakan liar, belum banyak dilakukan. Permasalahan kejahatan terorganisir cenderung lebih marak terjadi di negara berkembang daripada di negara maju. Aspek kelembagaan di negara berkembang cenderung tidak sebaik di negara maju, sehingga tidak mengherankan kejahatan terorganisir di atas cenderung lebih marak di negara berkembang. Kebutuhan mengestimasi biaya sosial kejahatan terorganisir sangat mendesak dilakukan di Indonesia. Kejahatan terorganisir tersebar di berbagai sektor dan ilustrasi berikut menggambarkan intesitas masalah yang dihadapi di Indonesia. Kasus konflik lahan, yang pada dasarnya banyak diwarnai oleh praktik perampasan lahan, marak di Indonesia. Selama periode 2004-2014 tercatat 1.391 kasus konflik lahan di wilayah seluas 5.711.396 Ha yang melibatkan 926.700 KK1. Di tahun 2016, terjadi 450 konflik pertanahan di wilayah seluas 1.265.027 Ha dan melibatkan 86.745 KK2.

Di bidang perikanan tangkap, pencurian ikan adalah masalah serius yang terjadi di kawasan laut di Indonesia. Potensi PDB sektor kelautan di tahun 2012 mencapai Rp 72,02 triliun namun hal ini tidak sebanding dengan nilai pajak dan PBNP di sektor tersebut yang berturut-turut adalah Rp54,38 miliar (0,07%) dan Rp229,35 milliar (0,3%) (KPK, 2014). Hal ini tidak terlepas dari maraknya praktik pencurian ikan di wilayah laut Indonesia, sehingga potensi laut yang demikian besar tidak sebanding dengan sumbangan terhadap penerimaan pemerintah.

Di bidang penanggulangan korupsi, nilai kerugian negara akibat korupsi selama periode 2002-2015 adalah Rp203,9 triliun (harga 2015), meskipun nilai hukuman finansial3 yang dijatuhkan pengadilan (inkracht) hanya Rp 21.26 triliun (Pradiptyo, Partohap dan Pramashavira, 2016). Eksplorasi lebih lanjut menunjukkan bahwa 59% dari nilai kerugian negara akibat korupsi dilakukan oleh korupsi korporasi swasta (Pradiptyo, Wibisana dan Wigita, 2018).

Upaya untuk mengukur biaya sosial kejahatan terorganisir tersebut masih terbatas dilakukan di Indonesia. Hasil kajian KPK (2013) menunjukkan bahwa biaya sosial korupsi minimum adalah 2,5 kali lipat dari kerugian keuangan negara akibat korupsi. Hasil kajian Zakaria (2018) menunjukkan terjadinya penurunan pendapatan rumah tangga sekitar 36,79% dibandingkan dengan tingkat pendapatan sebelum konflik lahan sawit terjadi. Sementara itu beban perusahaan akibat konflik lahan menyebabkan peningkatan biaya operasional perusahaan sawit antara 51%-88% dan 102%-177% dari biaya investasi per hektar per tahun (Daemeter Consultant, 2017). Hingga saat ini belum diketahui berapa peningkatan beban pemerintah akibat konflik lahan sawit.

Mengingat maraknya kejahatan teroganisir di Indonesia, kebutuhan untuk melakukan estimasi biaya sosial kejahatan terorganisir sangat mendesak untuk dilakukan. Hasil estimasi tersebut akan membantu pemerintah dalam mengevaluasi dampak berbagai program penindakan dan pencegahan kejahatan terorganisir. Pekerjaan rumah di bidang ini masih banyak dan diperlukan sinergi antar para pakar di berbagai bidang untuk mengestimasi biaya sosial kejahatan terorganisir yang terjadi di berbagai sektor.

Referensi

1Lihat, Siaran Pers Komnas HAM, KPA dan WALHI, (2014) dalam Zakaria dkk (2018).
2Lihat KPA, (2017), dalam Zakaria, (2018).
3Hukuman finansial terdiri dari denda, uang pengganti dan aset finansial yang dirampas pengadilan sebagai barang bukti. Aset non finansial tidak dimasukkan ke dalam estimasi, mengingat tidak ada informasi mengenai konversi nilai aset tersebut ke nilai finansialnya.

—

Artikel Dosen: Mengukur Biaya Sosial Kejahatan Terorganisir
Dimuat pada majalah EB NEWS Edisi 30 Tahun 2019

Views: 532

Related Posts

Tatsbita Ratqa Amany tersenyum sambil memegang hasil kerajinan tangan di acara workshop Day of Art

Mahasiswa FEB UGM Sukses Bangun Bisnis Kerajinan yang Gandeng Ratusan Brand 

Sudut Mahasiswa Jumat, 16 Mei 2025

Siapa sangka, hobi membuat kerajinan tangan sejak kecil bisa menghantarkan Tatsbita Ratqa Amany, mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UGM angkatan 2022, membangun bisnis kreatif yang kini menjangkau puluhan kota di Indonesia? Berawal dari kegemaran pribadi, Tatsbita mendirikan Day of Art, platform workshop kerajinan yang sukses menggandeng ratusan brand nasional hingga internasional.

Agenda Dies Natalis ke-70

Dies Natalis Jumat, 16 Mei 2025

Agenda Kegiatan Dies Natalis ke-70
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

 

Agenda Kegiatan

Tanggal Kegiatan Dokumentasi
24 Mei IAI APAFEST 2025, detil
26-27 Juni Konferensi Internasional

  • Accounting and Accountability in Emerging Economies (AAEE) 2025, detil
14-25 Juli Global Summer Week 2025, detil
23-25 Juli Konferensi Internasional

  • The 13th Gadjah Mada International Conference on Economics and Business (GAMAICEB 2025), detil
Agustus Seminar Internasional

  • The 9th Mubyarto Public Policy Forum (MPPF 2025)
13-14 September Family Fun Evening

  • Fun Game
  • Kuliner
19 September Sidang Senat Terbuka

  • Pidato Laporan Tahunan Dekan: Prof. Didi Achjari, S.E., M.Com., Ph.D., Ak.
    Menko Abdul Muhaimin Iskandar menyampaikan strategi pemberdayaan UMKM melalui investasi inklusif di seminar FEB UGM.

    Menko Muhaimin Dorong Mahasiswa Lahirkan Inovasi Pemberdayaan Ekonomi

    Berita Jumat, 16 Mei 2025

    Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) Republik Indonesia, Dr. (HC) Drs. Abdul Muhaimin Iskandar mendorong mahasiswa untuk terus berinovasi dan berkarya untuk memberikan solusi nyata terhadap berbagai persoalan bangsa, termasuk dalam bidang sosial dan ekonomi.

    Dosen FEB UGM, Muhammad Edhie Purnawan, memberikan pandangan tentang diplomasi ekonomi Indonesia di tengah proteksionisme AS.

    Bertarung di Meja Diplomasi, Menjaga Kedaulatan Ekonomi 

    Suara Akademisi Jumat, 16 Mei 2025

    Oleh Muhammad Edhie Purnawan, S.E., M.A., Ph.D
    Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

    Di tengah proteksionisme ekonomi Amerika Serikat yang semakin ketat, Indonesia menghadapi ujian berat.

    Berita Terkini

    • Mahasiswa FEB UGM Sukses Bangun Bisnis Kerajinan yang Gandeng Ratusan Brand 
      Mei 16, 2025
    • Agenda Dies Natalis ke-70
      Mei 16, 2025
    • Menko Muhaimin Dorong Mahasiswa Lahirkan Inovasi Pemberdayaan Ekonomi
      Mei 16, 2025
    • Bertarung di Meja Diplomasi, Menjaga Kedaulatan Ekonomi 
      Mei 16, 2025
    • FEB UGM Bahas Potensi Kolaborasi Riset dan Akademik dengan Hochschule Osnabrück
      Mei 15, 2025

    Artikel Terkait

    • Mahasiswa FEB UGM Sukses Bangun Bisnis Kerajinan yang Gandeng Ratusan Brand 
      Mei 16, 2025
    • Agenda Dies Natalis ke-70
      Mei 16, 2025
    • Menko Muhaimin Dorong Mahasiswa Lahirkan Inovasi Pemberdayaan Ekonomi
      Mei 16, 2025
    • Bertarung di Meja Diplomasi, Menjaga Kedaulatan Ekonomi 
      Mei 16, 2025
    • FEB UGM Bahas Potensi Kolaborasi Riset dan Akademik dengan Hochschule Osnabrück
      Mei 15, 2025
    Universitas Gadjah Mada

    Universitas Gadjah Mada
    Fakultas Ekonomika dan Bisnis

    Jln. Sosio Humaniora No.1, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia 55281

    Peta & Arah
    Informasi Kontak Selengkapnya

    Departemen

    • Akuntansi
    • Ilmu Ekonomi
    • Manajemen

    Direktori Fakultas

    • Informasi Publik
    • Manajemen Ruang
    • Manajemen Aset
    • Manajemen Makam

    Alumni

    • Komunitas Alumni
    • Layanan Alumni
    • Pelacakan Studi
    • Pekerjaan & Magang
    • Beasiswa

    Social Media

    © 2025 Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

    Kebijakan PrivasiPeta Situs

    Buka percakapan
    1
    💬 Butuh bantuan?
    FEB UGM Official WhatsApp
    Halo 👋
    Bisakah kami membantu Anda?