
Siapa sangka, hobi membuat kerajinan tangan sejak kecil bisa menghantarkan Tatsbita Ratqa Amany, mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UGM angkatan 2022, membangun bisnis kreatif yang kini menjangkau puluhan kota di Indonesia? Berawal dari kegemaran pribadi, Tatsbita mendirikan Day of Art, platform workshop kerajinan yang sukses menggandeng ratusan brand nasional hingga internasional. Perjalanan yang penuh tantangan ini menjadi bukti bahwa passion, jika dikelola dengan serius, bisa tumbuh menjadi bisnis yang berdampak dan berkelanjutan.
Tatsbita menjelaskan bahwa keinginannya mendirikan bisnis ini muncul dari dorongan untuk mencoba hal baru. Belum lagi, sejak kecil, ia memang sudah menyukai dunia kerajinan dan bisnis. Bahkan, sejak duduk di bangku SD, Tatsbita sudah sering menjual hasil karyanya kepada teman-teman, di kantin sekolah, hingga melalui media daring.
Saat memasuki dunia perkuliahan dan aktif di organisasi mahasiswa, Tatsbita baru menyadari bahwa dirinya memiliki passion yang kuat dalam bidang event dan kolaborasi. Pengalamannya yang pernah gagal saat menjadi volunteer dalam sebuah acara besar juga turut memotivasinya untuk membangun platform sendiri. Bersama dengan satu temannya yang memiliki minat serupa, mereka pun mulai merintis Day of Art dari nol. Melalui platform ini, mereka berharap dapat membantu lebih banyak orang untuk berkembang melalui kegiatan kreatif.
Menjalankan bisnis sambil kuliah tentu bukanlah hal yang mudah. Di awal merintis, Tatsbita harus menangani hampir seluruh proses acara sendiri, mulai dari mencari tempat, menyusun materi dan konsep, mendesain poster, melakukan promosi, menjadi admin, hingga mengurus logistik. Semua itu dilakukannya di tengah kesibukan kuliah dan organisasi, yang mana membuat manajemen waktu saat itu menjadi tantangan besar. Selain itu, membangun kepercayaan dari mitra maupun peserta di awal pun cukup sulit, karena saat baru berdiri, Day of Art belum memiliki rekam jejak ataupun portofolio.
Namun semua kesulitan tersebut pada akhirnya berbuah manis. Kini, Day of Art telah berhasil menyelenggarakan lebih dari 500 workshop dan berkolaborasi dengan 300 brand nasional/internasional, menjangkau 15 kota di Indonesia, serta dikelola oleh tim yang terdiri dari 26 orang. Bagi Tatsbita, perjalanan ini merupakan ruang luar biasa yang membantunya mengasah berbagai keterampilan, seperti kepemimpinan, komunikasi, dan manajemen waktu. Tak hanya itu, ia juga memperoleh banyak wawasan baru dari kolaborasi dengan berbagai mitra dan peserta workshop.
“Aku bisa menyalurkan hobiku di bidang kerajinan dan kolaborasi sehingga apa yang aku kerjakan tidak terasa seperti beban. Aku juga jadi punya ruang untuk berkembang bareng banyak orang yang punya semangat yang sama,” ungkapnya.
Tatsbita pun memberikan tips bagi mahasiswa yang ingin memulai bisnis workshop atau komunitas. Menurutnya, untuk berbisnis tidak perlu menunggu segalanya sempurna untuk memulainya. Namun, bisnis dapat dimulai dari apa yang dimiliki dan bisa dilakukan terlebih dahulu. Ia pun menekankan pentingnya memanfaatkan media sosial seperti Instagram dan TikTok untuk menjangkau pasar. Melakukan dokumetasi kegiatan juga penting untuk mebangun kepercayaan dan memperkuat branding. Selain itu, membangun tim dengan visi yang sama, membagi peran, serta memberi ruang bagi anggota tim untuk berkembang merupakan hal yang tidak kalah penting. Terakhir, evaluasi rutin dan mendengarkan masukan dari peserta juga merupakan kunci untuk terus berkembang. Jika di awal bisnis masih sepi, jangan langsung panik, coba ubah strategi promosi atau perluas komunikasi, serta menjangkau komunitas lain.
“Turning what you love into what you do is the bravest art of all,” ungkapnya.
Tatsbita telah membuktikan bahwa dengan keberanian dan passion pada apa yang dilakukan, maka hobi pun dapat tumbuh menjadi bisnis yang menguntungkan dan berdampak bagi masyarakat luas. Berawal dari kesenangan pribadi menciptakan kerajinan tangan, ia berhasil membangun platform yang mendorong lebih banyak orang untuk mengekspresikan diri melalui karya kerajinan.
“Buatku, kunci dari bertahan dan berkembang sampai sekarang adalah karena aku memang benar-benar mencintai apa yang aku lakukan, sehingga semua rasa lelah, ingin menyerah, dan masalah akan sirna ketika aku melihat hasil dari karya banyak orang,” pungkasnya.
Penulis: Najwah Ariella Puteri
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals