
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) menggelar diskusi bertajuk Seminar Micro-Economic Talks (MET): “Just Energy Transition and Social Protection in Indonesia pada 19-20 Maret 2025 dengan tema perlindungan sosial dalam mendukung transisi berkeadilan di tengah perubahan iklim. Dalam acara yang berlangsung pada 19-20 Maret 2025 lalu, Ippei Tsuruga, Manajer Program Perlindungan Sosial International Labour Organization (ILO) untuk Indonesia dan Timor-Leste, menyoroti pentingnya peran perlindungan sosial dalam menghadapi perubahan menuju ekonomi hijau.
Ippei mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki berbagai skema perlindungan sosial, baik bagi pekerja penerima upah maupun bukan penerima upah sejak diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2004. Kendati begitu, dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, cakupan perlindungan sosial di Indonesia masih tergolong rendah.
Manfaat perlindungan sosial untuk anak-anak dan pekerja di Indonesia disebutkan Ippei hanya sebesar 25,4%, kecelakaan kerja sebesar 22,8%, sementara penyandang disabilitas hanya mendapatkan manfaat sebesar 2,5%. Masyarakat lanjut usia pun hanya menerima manfaat sebesar 14,8%. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara ketiga terbawah dalam penyediaan perlindungan sosial bagi kelompok tersebut.
Dalam kesempatan itu, Ippei juga menyampaikan Indonesia dapat belajar dari berbagai negara yang telah sukses menerapkan perlindungan sosial dalam transisi energi. Misalnya, Jepang yang menawarkan tunjangan pengangguran hingga 80% selama tiga tahun, pelatihan vokasi gratis, serta bantuan relokasi bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat transisi energi. Pendekatan serupa juga dilakukan di Argentina, Fiji, dan Filipina, dengan skema perlindungan sosial diperluas untuk merespons dampak perubahan iklim, seperti dengan memperlonggar syarat kontribusi tunjangan pengangguran dan meningkatkan nilai manfaatnya bagi pekerja yang kehilangan pendapatan akibat bencana alam.
Sementara Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM, Qisha Quarina, S.E., M.Sc., Ph.D., mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai jaminan sosial bagi pekerja tambang batu bara. Hasilnya, diketahui terdapat sekitar 336.000 pekerja di sektor batu bara yang sebagian besar diantaranya merupakan pekerja formal yang memperoleh jaminan sosial ketenagakerjaan.
Hanya saja, lanjut Qisha, pada pekerja dengan skema Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), memiliki kerentanan karena jaminan sosial yang diperoleh tidak lengkap seperti pada pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Jaminan sosial pada pekerja PKWT biasanya tidak meliputi Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Pada pekerja PKWT tidak berhak menerima manfaat Jaminan Kehilangan Pekerja (JKP) kalau kontraknya habis dan tidak diperpanjang,” jelasnya.
Reportase: Orie Priscylla Mapeda Lumalan
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals