Mantan Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan menyebutkan bahwa ketidakpastian hukum dan lemahnya implementasi kebijakan menjadi faktor utama penyebab rendahnya daya saing Indonesia. Kondisi tersebut menghambat arus investasi masuk, termasuk di sektor pendidikan.
Gita Wirjawan mencontohkan dalam upaya peningkatan kualitas guru memerlukan investasi yang tidak hanya pada pelatihan kompetensi guru saja, tetapi juga kompensasi layak. Selain itu, ia menekankan urgensi memperkuat investasi di bidang STEM agar Indonesia mampu bersaing di era ekonomi berbasis teknologi.
Hal itu ia sampaikan secara daring dalam The 20th FSDE Seminar yang digelar Forum Studi dan Diskusi Ekonomi (FSDE) FEB UGM di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM pada Minggu (16/11/2025). Seminar bertema “Navigating Structural Bottlenecks in Investment Climate: Toward a Competitive and Resilient Economy of Indonesia”.
Gita Wirjawan dalam kesempatan tersebut turut memaparkan bagaimana persaingan global kini tidak lagi hanya bertumpu pada kekuatan militer, tetapi juga pada kapasitas ekonomi, teknologi, dan kualitas pendidikan. Ketimpangan ini memicu konsentrasi kekuatan ekonomi dunia pada beberapa wilayah saja atau polarisasi. Menurutnya, pemerataan kemampuan kognitif melalui pendidikan, peningkatan kesejahteraan, dan kondisi sosial yang baik, merupakan syarat utama agar sebuah negara termasuk indonesia dapat tetap bersaing.
Hal inilah yang menurut Gita masih menjadi kelemahan Indonesia. Berbeda dengan Singapura dan Vietnam telah menunjukkan kemajuan dalam pemerataan pendidikan. Ia juga membandingkan Indonesia dengan Tiongkok. Meski memiliki jumlah universitas lebih sedikit, tetap Tiongkok mampu menyumbang hampir separuh riset akademik dunia berkat investasi besar, birokrasi yang efisien, dan sentralisasi sektor strategis. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa Indonesia perlu mengambil langkah serupa, terutama dalam mengatasi fenomena brain drain dari desa yang mengurangi pasokan SDM berkualitas secara merata.
Gita Wirjawan menambahkan bahwa Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada faktor eksternal melalui penguatan konsumsi domestik. Ia juga menekankan pentingnya memanfaatkan technological excess dari kerja sama dengan Tiongkok untuk memperkuat kemampuan teknologi nasional.
“Tanpa upaya ini, risiko stagnasi dan ketidakseimbangan ekonomi akan semakin besar,” pungkasnya.
Reportase: Najwah Ariella Puteri
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals
