Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Perguruan Tinggi dalam Menghadapi Tantangan Sektor Jasa di Indonesia
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2350
Bertujuan untuk menjembatani dialog antara pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi guna menjawab tantangan sektor jasa Indonesia, diskusi publik diselenggarakan oleh Kantor Staf Presidenan (KSP) yang bekerja sama dengan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) di Auditorium BRI, Program Magister Sains dan Doktor FEB UGM (9/3). Denni P. Purbasari, Ph.D selaku Deputi III Kepala Staf Kepresidenan membuka diskusi melalui pembahasan beberapa poin permasalahan yang terkait. "Seringkali, diskusi publik terlalu fokus pada industri manufaktur. Tidak salah, namun tidak lengkap. Jasa adalah komplemen industri manufaktur. Sektor jasa yang tidak efisien dapat menghambat daya saing industri manufaktur," ungkapnya.
Tidak lama setelah itu, Rimawan Pradiptyo, Ph.D sebagai moderator mempersilakan tiga pemapar dari tiga pihak yang berbeda. Masing-masing merepresentasikan pemerintah, perusahaan, dan perguruan tinggi. Pemapar pertama yang adalah Massimo G. Grosso, Ph.D tengah menjabat posisi Head of Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Jakarta Office. Massimo mengatakan bahwa kita harus melihat sektor jasa karena jasa mudah diperdagangkan (internet, biaya perjalanan yang lebih murah, dan facilitated incorporation). Berbicara tentang sektor jasa, tidak lepas dari pengukuran yang digunakan OECD, yaitu pada umumnya terjadwal di bawah General Agreement on Trade and Service (GATS) dan Regional Trade Agreements (RTAs), berhubungan dengan negosiasi ke depannya atas aturan dari World Trade Organization (WTO) atau GATS, dan bertanya kepada pemegang saham.
Gumilang A. Sahadewo, Ph.D yang melakukan pemaparan kedua dari pihak perguruan tinggi menegaskan reformasi dalam tenaga kerja perlu ada. Di Indonesia, GDP tumbuh, tetapi tidak sebesar negara mitra lain. "Satu catatan penting, kita sudah mendekati the end of resources boom. Indonesia sudah berkomitmen agar meningkatkan anggaran pendidikan sekitar 20%, tidak hanya akses, melainkan juga outcomes. Namun demikian, tantangan hadir dalam pasar tenaga kerja mulai dari peluang yang terbatas dan membutuhkan reformasi yang cukup struktural," katanya. Indonesia memiliki bonus demografis, tetapi pengangguran dan keterampilan juga masih rendah. Dampaknya, produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih rendah. Produktivitas yang rendah tentunya mengakibatkan competitiveness yang juga ikut rendah.
Pemapar terakhir dalam sesi I diisi oleh Taufikurrahman, MA, CEPA, CA selaku Anggota Dewan Penasihat Indonesia Services Dialogue (ISD). Taufik mendukung pernyataan dari Gumilang mengenai strategi yang bisa dikembangkan, yaitu guideline yang memadai, sumber daya baik manusia maupun pendanaan, dan desain kurikulum, serta kualitas program. Dia juga menambahkan bahwa adanya kenaikan 1% sektor jasa bisa menyebabkan kenaikan produktivitas lebih dari 0,8%. Oleh karena itu, sumber daya memegang peranan penting sebab pelaku usaha tidak jarang membutuhkan berbagai karyawan yang berkompeten. Dengan demikian, Triple Helix Model (Government – University – Industry) diungkapkan oleh Taufik sebagai bentuk kolaborasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya.
Setelah sesi pemaparan selesai, sesi dua yang merupakan sesi tanggapan disampaikan oleh Prof. Ainun Na’im dan Dra. Rahma Iryanti, M.T. Diskusi berjalan cukup alot sampai akhir acara.
Sumber: Santini/FEB