
Suara denting logam menggema di sebuah workshop kerajinan perak di Kotagede, Yogyakarta. Di atas landasan besi, lempengan perak ditempa perlahan oleh tangan-tangan terampil. Sementara di sudut lain asap patri mengepul halus, berpadu dengan aroma logam panas yang menguar di udara.
Pemandangan ini menjadi pengalaman berkesan bagi Ali Matough Ali Essa, mahasiswa University of Glasgow, Inggris. Raut muka penuh kekaguman nampak jelas di wajah pria asal Libya ini ketika melihat proses produksi industri perak untuk pertama kalinya di salah satu industri kerajinan perak Yogyakarta, HS Silver.
“Melihat langsung bagaimana perhiasan dibuat dengan tangan dan ketekunan yang luar biasa itu adalah pengalaman yang langka,” ungkapnya belum lama ini di sela-sela field trip peserta Global Summer Week 2025 yang diselenggarakan FEB UGM beberapa ke beberapa industri di Yogyakarta.
Selain melihat proses bisnis di industri kerajinan perak, sebelumnnya mahasiswa diajak berkunjung ke PT Sarihusada Generasi Mahardhika (SGM) Prambanan Factory, sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai produk nutrisi untuk ibu hamil & menyusui dan anak. Mereka diajak berkeliling pabrik untuk melihat bagaimana proses produksi susu, pengemasan yang melewati pengecekan berlapis, hingga penyimpanan produk di gudang.
Dewi Puspitasari, mahasiswa jurusan Bisnis Digital Universitas Negeri Surabaya berdecak kagum saat mengetahui bahwa bahan yang tak lolos standar bukan dibuang, bahan melainkan diolah menjadi pakan ternak. “Inovasi zero waste-nya luar biasa. Ini bentuk nyata keberlanjutan yang nyata,” ucapnya antusias.
Di lain hari peserta GSW 2025 juga diajak berkunjung ke Paradise Batik, sebuah industri tekstil yang mengusung prinsip green industry ramah lingkungan. Di sinilah para peserta mengenal lebih dalam tentang prinsip green industry yang mereka dengar dalam kelas. Pada kunjungan itu, mereka melihat bagaimana perusahaan ini memanfaatkan kain perca batik diubah menjadi busana baru yang menarik dan bernilai jual.
Namun yang paling memukau adalah ketika mereka tiba di area mencanting dimana proses menggambar motif batik dengan malam panas di atas kain mori dilakukan. Mikkel Stjernholm Micheelsen, mahasiswa dari Copenhagen Business School, mencobanya langsung.
“Mencanting ternyata sangat menantang. Ini tidak sesederhana melukis di kanvas karena lilin cair dapat meluber jika tidak hati-hati. Saya jadi lebih menghargai kerumitan batik,” ucapnya.
Nurul Natasya binti Ismayudin, mahasiswa University of Canterbury turut menyampaikan kekagumannya terhadap batik. Menurutnya, batik adalah seni yang sangat istimewa karena membutuhkan banyak kesabaran dan fokus untuk menciptakan desain dan hasil akhir yang begitu indah.
“Setiap polanya yang unik dan memiliki makna di balik setiap desainnya. Benar-benar menunjukkan kekayaan budaya Yogyakarta,” ucapnya.
Destinasi terakhir dalam rangkaian eksplorasi bisnis ini adalah Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM. Disini peserta diajak mengenal lebih dekat bagaimana RSA UGM mengintegrasikan pelayanan kesehatan, inovasi teknologi medis, dan pariwisata kesehatan dalam satu ekosistem pelayanan.
Field trip ini merupakan bagian dari Business Immersion Project dalam program Global Summer Week 2025. Melalui pengalaman langsung di industri, para peserta tidak hanya memperluas wawasan tentang praktik bisnis berkelanjutan, tetapi juga mendapatkan inspirasi nyata tentang bagaimana nilai-nilai keberlanjutan dapat diintegrasikan dalam kegiatan ekonomi. Pendekatan ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman mereka sebagai calon pemimpin masa depan yang peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan.
Reportase: Shofi Hawa Anjani
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals