Menjadi Pemimpin yang Mampu Bersaing di Industri 4.0, Analisa: Berfikir Positif dan Empati adalah kuncinya
- Detail
- Ditulis oleh Erma
- Kategori: Berita
- Dilihat: 4695
Pelatihan kepemimpinan bagi tenaga kependidikan FEB UGM level middle management kembali diadakan oleh Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) pada selasa (26/3). Bertempat di Gedung Pusat Pembelajaran lantai 6 FEB UGM pembicara yang didatangkan kali ini adalah CEO APDC (Analisa Personality Development Center) Indonesia, Analisa Widyaningrum, M.Psi, Psikolog. Pelatihan kali ini berkaitan dengan era industri 4.0, dengan tema "How to be a Competitive Manager in The Industry 4.0".
Pelatihan kali ini dibuka langsung oleh Kepala Kantor Administrasi FEB UGM, Agus Ridwan, S.P., M.M. "Pelatihan untuk tenaga kependidikan secara rutin dilakukan dengan tujuan adalah meningkatkan dan mendapat ilmu baru agar dapat mempermudah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh FEB. Keberagaman status tenaga kependidikan di lingkungan FEB UGM diharapkan tidak menjadi halangan dalam melayani mahasiswa dan stakeholder lainnya” ungkap Agus.
Memasuki awal pemaparan materi pelatihan, Analisa membuka dengan memberikan penjelasan mengenai bagaimana perkembangan revolusi industri yang terjadi di dunia. Mulai dari revolusi industri 1.0 hingga 4.0 yang terjadi saat ini beserta solusi menghadapinya, "Masing-masing generasi mempunyai keunggulan dan kekurangan, yang menjadi tantangannya adalah bagaimana managing people agar bisa berkomunikasi dalam satu mindset yang sama” ujar Analisa. Ia juga menyampaikan bahwa sebagai pemimpin yang baik, harus mengetahui kemampuan tim yang dipimpinnya.
Pada sesi yang sama, Analisa memulai membahas mengenai perbedaan perilaku generasi milenial dengan generasi sebelumnya. Baginya, mengelola SDM dari generasi milenial sering kali banyak disalah artikan sebagai generasi instan, karena mereka dilahirkan pada saat teknologi sudah didepan mata. Oleh karena itu, FEB UGM harus mengupayakan untuk dapat menghadapi tantangan ini. "Pemimpin yang baik akan mencetak generasi pemimpin yang baru, positive thinking and empathy is the key" ungkapnya pada sekitar 40-an peserta yang hadir.
Namun, ia juga menyampaikan bahwa generasi milenial bisa memberikan nilai positif di dalam sebuah institusi "Diversity tidak bisa kita hindari dan akan terus berganti generasi, jadi dapat dibayangkan gak kalau dalam satu organisasi isinya generasi baby boomers atau generasi Y saja? Atau sebaliknya isinya generasi X saja?” tanya ibu dua orang anak ini. Ia mengungkapkan bahwa kesuksesan dalam satu organisasi atau institusi adalah dengan tidak mengeluhkan keadaan tapi dengan menyelesaikan keluhannya.
Setelah pemaparan menarik sesi 1 berlalu, kemudian dilanjutkan sesi 2 dengan tema pelatihan coaching beserta prakteknya. Peserta tampak antusias mengetahui dengan jelas apa perbedaan antara mentoring, counseling dan coaching. Analisa menjelaskan "Pelatihan coaching dalam hal ini memiliki pendekatan yang khas sekali. Coaching percaya betul bahwa solusi itu sebenarnya ada pada setiap orang. Setiap individu akan menemukan solusi bagi masalahnya sendiri. Seorang coach tidak akan memberikan suatu pengetahuan tertentu, tetapi dia harus mampu menggali informasi dan mengajukan powerful questions sehingga coachee menemukan sendiri solusi dari permasalahannya". Jadi, ketika seseorang mulai melakukan coaching dituntut untuk bisa menguasai situasi, emosi, body language dan mensejajarkan posisi dengan coachee, "Lepaskan semua atribut kepemimpinan Anda, karena coaching tidak akan berhasil kalau Anda masih menganggap sebagai atasannya", tambah Analisa. Sesi akhir pelatihan, peserta diminta praktek menjadi coach dan coachee, setelah itu diakhiri dengan testimoni dari para peserta.
Sumber: Erma Wheni