Mengawali Perayaan Dies Natalis ke-64, FEB UGM Menggelar Seminar Economic Outlook and Key Policy Challenges in Emerging Asia
- Detail
- Ditulis oleh Leila
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2113
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) rayakan Dies Natalis ke-64 dengan semangat peningkatan kualitas mutu pendidikan setelah kembali sukses pertahankan akreditasi The Association to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB) International. Mengusung tema "Bersatu Meneguhkan Mutu", rangkaian acara peringatan Dies dibuka dengan seminar ekonomi bertajuk "Economic Outlook and Key Policy Challenges in Emerging Asia", Jumat (21/6). Acara ini menggandeng Kensuke Tanaka, Head of Asia Desk The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) Development Center sebagai pembicara. Turut hadir pula Sekar Utami Setiastuti, Ph. D., Person In Charge of Macroeconomic Dashboard, Departemen Ilmu Ekonomi, UGM sebagai pembahas diskusi pagi itu. Acara dimoderatori oleh Gunawan, B.Sc., M.Sc., salah satu dosen Departemen Ilmu Ekonomi, UGM.
Acara dimulai dengan penyampaian materi tentang Economic Outlook for Southeast Asia, China, and India: Smart Urban Transportation and Digitalization oleh Tanaka. Tanaka menjelaskan mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di negara-negara berkembang Asia Tenggara, China, dan India terlepas dari hambatan eksternal dan domestik. Prospek ekonomi dari negara-negara, khususnya di Asia Tenggara, China, dan India 2019 serta berbagai tantangannya menuju Smart Urban Transportation.
Di Asia Tenggara, tingkat ekspansi ekonomi tetap unggul meskipun terlihat menurun. Pertumbuhan ekspor bruto saat ini telah bertahan dengan cukup baik dari ketidakpastian kebijakan perdagangan. Proyeksi dalam waktu dekat dan menengah juga akan menguntungkan bagi negara berkembang di Asia. Namun, jika ingin mempertahankan pertumbuhan dengan kuat, Tanaka menilai diperlukan kebijakan tambahan, antara lain memaksimalkan kesempatan dan mengurangi risiko dari financial technology, memperkuat kinerja ekspor di tengah meningkatnya kebijakan proteksionisme, serta mengurangi risiko dari bencana alam.
Tanaka menegaskan bahwa fintech saat ini tidak hanya menjadi mobile payments, tetapi juga dapat berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Digitalisasi di bidang perdagangan (e-commerce) juga diprediksi akan bertumbuh dengan cepat di kancah Asia. Dalam hal infrastruktur, Tanaka menambahkan bahwa dalam menilai kelayakan pembangunan infrastruktur yang selama ini dilakukan melalui Net Present Benefit (NPB) bukanlah suatu metode yang benar secara mutlak. Adanya kontribusi terhadap peningkatan pendapatan dan juga pajak terhadap daerah dinilai lebih penting dari pada NPB. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu mengubah konsep dari infrastruktur.
Sesi kedua dilanjutkan oleh Sekar yang mengupas implikasi OECD Report secara mendetail kaitannya dalam perkembangan transportasi dan digitalisasi di Indonesia. Sekar menilai pembangunan infrastruktur yang terus digenjot oleh pemerintah akan tidak bernilai apabila tidak diutilisasi oleh masyarakat. Oleh karena itu, edukasi dinilai sangat krusial dalam menarik awareness masyarakat sehingga program yang digalakkan oleh pemerintah akan menjadi efektif, tidak sekadar pemborosan anggaran pemerintah saja. Hal ini akan berimplikasi pada naiknya produktivitas dalam perekonomian.
Indonesia diprediksikan akan bertumbuh 5,3% selama tahun 2019 hingga 2023. Gemuruh trade war yang tengah terjadi antara China dan Amerika Serikat dinilai akan berimbas pada perekonomian, akan tetapi terbatas pada jangka pendek saja. Current Account Deficit (CAD) yang memiliki kebocoran saat ini salah satunya dipengaruhi minyak dan gas yang berkontribusi negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia. Key take away yang bisa dilakukan dengan dilakukannya penyesuaian terhadap kebijakan minyak dan gas.
Chrisentianus, Dekan Fakultas Ekonomi dari Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta sangat tertarik dengan isu yang dikupas karena transportasi dan digitalisasi dinilai memiliki kekuatan baru di Asia Pasifik dan China. "Kita ingin melihat posisi Indonesia sekarang terutama dengan proyek-proyek yang digalakkan pemerintah, seperti infrastruktur, digital economy, fintech salah satunya. Paling tidak kita ada gambaran tentang posisi Indonesia, khususnya di Southeast Asia".
Sumber: Leila Chanifah Zuhri dan Sony Budiarso