Tidak Seperti Kisah Candi Roro Jonggrang, Mewujudkan Cita-cita Besar menjadi Negara Maju Tidak Bisa Selesai dalam Satu Malam
- Detail
- Ditulis oleh Sony
- Kategori: Berita
- Dilihat: 1592
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama Pengurus Pusat Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (PP KAFEGAMA), Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Daerah Istimewa Yogyakarta (KAFEGAMA DIY), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), menyelenggarakan Seminar Nasional dengan topik: Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal (Perpres 10/2021 dan PMK 18/2021). Seminar Nasional ini didukung oleh Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu RI (DJPK RI) , dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) diselenggarakan melalui platform Zoom Webinar dan disiarkan langsung kanal YouTube Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM dihadiri oleh 1345 peserta.
Seminar nasional ini dihadiri oleh Perry Warjiyo, Ph.D Gubernur Bank Indonesia, Ketua Umum PP KAFEGAMA, dan Ketua ISEI yang akan membawakan Opening Speech untuk mengawali seminar. Turut hadir juga Sri Mulyani Indrawati, Ph.D, Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Keynote Speech dalam seminar nasional kali ini. Narasumber yang akan membahas topik diskusi adalah Hestu Yoga Saksama (Direktur Peraturan Perpajakan I di Direktorat Jendral Pajak Kemenkeu RI), Darussalam (Konsultan Pajak di Danny Darussalam) dan Rosan Perkasa Roeslani (Ketua Umum KADIN Indonesia). Seminar nasional ini dimoderatori oleh Amirullah Setya Hardi, Cand.Oecon., Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama, dan Alumni.
Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D, Dekan FEB UGM, mengawali acara seminar nasional dengan pemberian sambutan. Eko menyampaikan bahwa terwujudnya webinar ini adalah bentuk sumbangsih dari segenap panitia kepada masyarakat. "Webinar ini diselenggarakan sebagai bentuk sumbangsing kepada masyarakat akademik, bisnis, pemerintah daerah, serta masyarakat pada umumnya. Ini adalah upaya kami, KAFEGAMA DIY, ISEI DIY, bersama FEB UGM untuk selalu bergotong royong dan guyub rukun serta migunani, terimakasih untuk seluruh panitia dan para pendukung acara ini", kata Eko Suwardi.
Selanjutnya adalah penyampaian sambutan oleh Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng., selaku Rektor Universitas Gadjah Mada. Prof. Panut membuka acara dengan menceritakan kembali usaha pemerintah untuk mengakselerasi kemajuan Indonesia. "Memulai periode kedua masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo pada tahun 2019 memaparkan lima bidang prioritas, antara lainpembangunan infrastruktuir, SDM, reformasi birokrasi, APBN, serta mempermudah investasi unruk penciptaan lapangan kerja", papar Rektor UGM ini.
"Mempermudah investasi untuk penciptaan lapangan kerja memiliki arti sangat penting karena, adanya Pandemi Covid-19 menyebabkan peningkatan pengangguran yang cukup tajam hingga 10 juta orang", ungkapnya. Dengan adanya investasi, menurutnya, akan meningkatkan roda ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Sehubungan dengan hal tersebut, terkait Perpres 10/2021 dan PMK 18/2021. UGM menyambut gembira dan berkomitmen dalam mengambil peran penting dengan lulusan yang mumpuni, berdedikasi, dan berintegritas tinggi. Tidak hanya menyiapkan lulusan siap kerja, kata Panut, UGM juga mendorong lulusannya untuk membuka lapangan kerja, dan menjadi entrepreneur yang handal.
Sesi selanjutnya adalah opening speech dari Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. Perry mengawali sambutan dengan menyampaikan tujuan dari penyelenggaraan seminar nasional ini. "Kegiatan webinar ini adalah bagian rangkaian untuk menumbuhkan optimisme, untuk menunjukkan sinergi yang sangat antara BI, OJK, Kemenkeu, LPS, Perbankan, KADIN, serta Pengusaha dalam rangka memulihkan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia maju", ungkap Perry.
Dengan semangat membangun optimisme, Penguatan sinergi antara Pemerintah, BI, OJK, Perbankan, Kemenkeu, dan Dunia Usaha yang didukung dengan stimulus fiskal terus mendukung pemulihan ekonomi, serta penananaman modal yang didukung melalui UU Cipta Kerja, Perry yakin bahwa ekonomi bangsa pada tahun ini akan lebih baik dari pada tahun lalu. Ia menyebut, Ekonomi Indonesia dapat tumbuh 4,3 sampai 5,3 persen didukung ekspor, stimulus fiskal, serta kenaikan investasi
Kontribusi BI dalam rangka memulihkan perekonomian nasional, diantaranya adalah pada menurunkan suku bunga menjadi terendah dalam sejarah bangsa yaitu 3,5%, memastikan likuditas di perbankan tetap di angka yang longgar, Quantitative easing terbesar di emerging market, serta digitalisasi sistem pembayaran dan mendukung upaya bersama melalui Gerakan Nasional membeli produk dalam negeri dan berwisata di Indonesia.
Sesi selanjutnya adalah Keynote speech oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI. Sri Mulyani memberi pengantar terkait diskusi Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal. Sri Mulyani menyampaikan bahwa sampai saat ini, Indonesia memberikan perhatian besar pada terjadinya Pandemi Covid-19. Namun, menurutnya, hal tersebut tidak melupakan fokus pada tujuan bernegara, yaitu mencapai Indonesia yang maju dan sejahtera.
"Saat ini kita sudah masuk dalam kelompok ekonomi G-20 dengan ukuran dari perekonomian bangsa masuk 20 terbesar. 70 persen masyarakat kita adalah kelas menengah, income per kapita kita 23.199 dan masuk dalam (kategori) middle upper class. Kita berharap struktur perekonomian kita ke depannya akan didukung oleh struktur perekonomian yg memiliki daya kompetisi dan memiliki nilai tambah yang tinggi, Ini adalah visi sekaligus roadmap bagi kita untuk mencapai sebuah cita-cita yang harus disiapkan", paparnya.
Ada yang menarik dalam pernyataan yang disampaikan Menteri Keuangan RI kali ini. Menurutnya, untuk mencapai Indonesia yang maju tidak seperti Kisah Candi Roro Jonggrang.
"Mewujudkan cita-cita besar menjadi negara maju dengan peringkat ekonomi yang baik dan stabil, tidak seperti Kisah Candi Roro Jonggrang yang meminta dibuatkan candi dan selesai dalam satu malam.", ungkap Sri Mulyani.
Mencapai kemajuan bangsa membutuhkan berbagai persiapan dan persyaratan, diantaranya yaitu bagaimana membangun Sumber Daya Manusia, memperbaiki infrastruktur, menjadi inventor teknologi, memperbaiki kualitas sektor publik, menata ruang dan wilayah sebagai negara kepulauan, serta termasuk bagaimana menggunakan sumber daya ekonomi dengan baik dan sehat. Inilah syarat utama yang harus dipenuhi untuk mencapai Indonesia sebagai negara maju dan keluar dari Middle Income Trap.
Mengutip kata pemenang nobel, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia terlalu banyak tumbuh menggunakan otot dan keringat (banyak modal dan tenaga kerja), tapi tidak menciptakan nilai tambah berdasarkan inovasi. Inilah persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini.
"Demografi muda memang merupakan kekuatan Indonesia, akan tetapi jika SDM kita belum mampu berinovasi dan bisa bekerja dengan teknologi, maka kita akan selalu out of compute. 36 persen penduduk kita berpendidikan rendah (SMP ke bawah) yang mayoritas bekerja di tempat informal. Ini adalah fakta yang kita semua menyadari", tegas Sri Mulyani.
"Segmen inilah yang seharusnya mendapat manfaat UU Cipta Kerja. Perekonomian kita mengalami perkembangan selama beberapa dekade terakhir, akan tetapi belum bisa memenuhi kriteria sebagai negara maju, kompetitif, inovatif, high income, yang didasarkan pada sektor-sektor yang high value added", tambahnya.
Ia memberi contoh sektor manufaktur yang sempat industrialisasi pada tahun 70-an, saat ini mengalami stagnasasi sejak kita reformasi. Hal tersebut, menurutnya, menunjukkan iklim competitiveness yang menciptakan lapangan kerja kian merosot. Begitu juga pada sektor jasa yang kelihatan stabil, akan tetapi didominasi oleh sektor informal dengan nilai tambah yang rendah. Ini adalah tantangan yang menurutnya harus bersama-sama kita diselesaikan oleh policy maker, dunia usaha, dan dunia kampus.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa product market, labor market, skill, health service, dan adopsi teknologi informasi kita masih sangat kurang meski kita menghasilkan unicorn yang cukup banyak. Dari sisi logistik kita melihat dari arus barang, mulai dari impor ekspor, hingga manufaktur ke tempat market, itu masih menunjukkan ketiadaan kompetisi yang cukup tinggi, karena ada faktor infrastruktur yang harus dibangun agar tercipta connectivity.
Hal yang penting menurutnya, adalah penyederhanaan untuk faktor yang menghalangi doing business di Indonesia. Diantaranya adalah trading across border yaitu bagaimana membayar pajak dengan waktu yang efisien dan pasti. Selain itu untuk mendukung starting business di Indonesia, perlu adanya penyederhanaan dalam dealing with construction permit, registering property, serta enforcing contract atau kepastian hukum. Hal Ini menurut Sri Mulyani, adalah bagian yang menjadi ukuran apakah suatu negara menciptakan suatu lingkungan yang sehat, kompetitif dan sederhana. Sebab, seringkali masyarakat dihadapkan pada kesulitan membangun suatu bisnis, salah satunya terkait dengan persoalan kontrak yang rumit, yang menyebabkan orang akan berpikir ribuan kali untuk membangun sebuah bisnis.
Berbicara mengenai krisis, Sri Mulyani bercerita pengalaman Indonesia dalam menangani berbagai krisis. "Saat kita hampir berhasil mengatasi masalah fundamental, guncangan sering kali terjadi. Sekarang misalnya, kita mengalami Covid-19, global financial crisis, oleh karena itu perlu kita siapkan fiscal policy untuk mempersiapkan kondisi seperti sekarang untuk menjaga kestabilan fiskal. Selain itu, penting juga menjaga macro economic agar tetap stabil.", katanya.
"Apalagi, Pandemi telah menghantam demand dan supply, Akselerasi dalam pemulihan ekonomi harus terus diterapkan, kita harus ters melakukan reformasi, negara tidak boleh tenggelam dalam krisis, negara harus melihat krisis sebagai way to reform, seperti saat kita menghadapi krisis 1997-1998. Pada saat global financial krisis kita juga membentuk OJK, saat krisis saat ini kita membangun omnibus law.", ungkapnya.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) No 10/2021 merupakan turunan dari UU CIpta Kerja Pasal 77 dan pasal 185 B, dimana terdapat penentuan daftar positif investasi yang memberikan dukungan pengembangan bidang usaha yang merupakan 245 bidang usaha prioritas.
"Perpres sebelumnya adalah daftar negatif investasi yang membahas tentang pembatasan investasi sektor apa yang harus ditutup atau terbuka dengan persyaratan. UU Cipta Kerja adalah sebaliknya, meningkatkan potensi untuk kegiatan produktif, masyarakat kita dipermudah untuk berusaha dan meningkatkan produktivitasnya.", papar Sri Mulyani.
Pemerintah juga memberi dukungan dalam insentif fiskal, yang dapat memberikan dukungan untuk mengakselerasi pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Salah satunya diwujudkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 18/2021 yang membahas mengenai Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), dimana salah satunya terdapat pembahasan pengenaan pembebasan Pengenaan PPh yang bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja, dan memastikan modal tetap pada tingkat produktif.. Kedua aturan baru Ini diselenggarakan untuk menciptakan ekosistem yang dapat memperbaiki fundamental Indonesia.
Reportase: Sony Budiarso/Kirana Lalita Pristy