Peran Asosiasi Ilmiah dalam Membangun Ekosistem Penelitian dan Inovasi yang Lebih Baik
- Detail
- Ditulis oleh Kirana
- Kategori: Berita
- Dilihat: 1870
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Indonesian Regional Science Association (IRSA) telah menyelenggarakan Konferensi Internasional Indonesian Regional Science Association ke-16 secara sukses. Konferensi tahunan yang bertemakan "Institutions, Human Capital, and Development" ini diselenggarakan secara virtual melalui Zoom pada 12-13 Juli 2021. Setelah melangsungkan agenda di hari kedua berupa book launching oleh Prof. Iwan Jaya Azis (Cornell University) dan sesi pleno ke-2 oleh Prof. Sabina Alkire (Oxford University) serta Dr. Asep Suryahadi (SMERU Research Institute), rangkaian acara konferensi pun tiba pada sesi terakhirnya, yakni seminar penutupan.
Seminar penutupan tersebut dimoderatori oleh Prof. Budy P. Resosudarmo dari Australian National University dan mendiskusikan topik seputar "Building a Better Ecosystem for Research and Innovation: The Role of Scientific Communities and Associations". Seperti yang kita ketahui, sains adalah aspek penting dalam mengakumulasi pengetahuan demi memegang kendali atas kehidupan. Agar perkembangan ilmu pengetahuan dapat meningkat dan meluas diperlukan adanya ekosistem yang sehat. Hadirnya asosiasi ilmiah memungkinkan terbangunnya ekosistem yang akan memajukan ilmu pengetahuan.
Dua sosok pembicara menarik dihadirkan pada kesempatan itu, mereka adalah Prof. Jenny Corbett dari Australian National University dan Prof. Arief Anshory Yusuf dari Universitas Padjajaran. Sebagai pembicara pertama, Prof. Jenny Corbett membicarakan poin utama dari lingkup pengalaman internasional terkait asosiasi ilmiah dalam membangun ekosistem penelitian dan inovasi. Menurutnya, asosiasi ilmiah ada bertujuan untuk memfasilitasi pengembangan berbagai disiplin ilmu. Berdasarkan ragamnya, ia mengelompokkan asosiasi ilmiah ke dalam dua kategori, yaitu asosiasi akademik/profesional dan asosiasi berorientasi masalah.
Selanjutnya, Prof. Corbett menjelaskan fungsi-fungsi umum suatu asosiasi ilmiah yang berkontribusi membangun ekosistem penelitian di suatu negara. Secara internal, banyaknya kegiatan asosiasi dapat dibagi menjadi empat fungsi penting. Yang pertama adalah pembangunan komunitas dengan mengadakan konferensi dan menawarkan jasa konsultasi. Yang kedua, produksi tata kelola sains yang dilakukan dengan menerbitkan publikasi jurnal dan mengumpulkan data. Ketiga, reproduksi bidang dalam artian memastikan adanya keberlanjutan bidang dengan mendorong penelitian generasi berikutnya. Keempat, menghadirkan "modal" akademik (indikator harga diri) dengan misalnya memberi penghargaan pada anggotanya.
Prof. Corbett kemudian mengemukakan dampak-dampak positif dari asosiasi ilmiah terhadap penelitian dan inovasi, diantaranya mampu membantu meningkatkan kualitas penelitian serta terbangunnya jejaring komunitas lintas institusi. Selain itu, fenomena internasionalisasi pun juga menjadi tantangan terkait peluang bagi asosiasi lokal yang dibahas Prof. Corbett. Meskipun demikian, menurutnya asosiasi lokal akan tetap memiliki peran-perannya tersendiri secara domestik.
Diskusi berlanjut ke pembicara kedua, Prof. Arief Anshory Yusuf, yang lebih berfokus pada ekosistem penelitian dan peran asosiasi ilmiah yang ada di Indonesia. Di awal sesinya, Prof. Arief menampilkan beberapa fakta seperti Indonesia yang menjadi produsen paper terbesar di jurnal tidak kredibel dan juga status World Class University yang rasanya jauh sekali untuk bisa disandang universitas di Indonesia. Fakta-fakta itu merupakan permasalahan yang perlu bersama-sama dipecahkan. Menurutnya, permasalahan di Indonesia tersebut hadir salah satunya karena faktor struktural seperti rendahnya anggaran pendidikan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia jika dibandingkan negara lain. Beliau menyebutkan ketergantungan sistem pendidikan tinggi di Indonesia akan sistem insentif yang kurang baik juga menjadi salah satu penyebabnya.
Lantas, bagaimana peran asosiasi ilmiah seperti IRSA di dalam lingkungan Indonesia yang menantang ini? Menurut Prof. Arief, terdapat empat fungsi terpenting yang dapat menggambarkan bagaimana asosiasi mampu berperan. Pertama, fungsi komunikatif yang memajukan komunikasi saintifik dan berperan mempublikasikan jurnal. Kedua adalah fungsi profesional yang mendukung karir individu dan mewakilkan kepentingan kolektif. Ketiga, yaitu fungsi transfer dengan menyediakan wadah bertemunya peneliti dan pengguna hasil riset. Keempat adalah fungsi promosi di mana asosiasi dapat memberi saran pada keputusan kebijakan suatu institusi dan mengadvokasi scientific temper kepada masyarakat.
Asosiasi IRSA sendiri di Indonesia telah berhasil berperan menjadi wadah yang menyatukan 57 institusi berbeda baik dari sektor pendidikan maupun sektor pemerintahan atau swasta terkait dalam konferensi tahunannya. Acara pun berlanjut dengan sesi tanya jawab antara partisipan seminar dan pembicara yang kemudian diakhiri penutupan konferensi secara seremonial oleh Prof. Devanto S. Pratomo selaku Wakil Ketua IRSA. Prof. Devanto hadir memberikan ucapan penutup yang resmi mengakhiri keseluruhan acara, setelah sebelumnya juga ada pengumuman BKF best paper award dan LGI research award.
Reportase: Kirana Lalita Pristy/Sony Budiarso.