Meninjau Polemik Jaminan Hari Tua dan Isu Jaminan sosial Pekerja Indonesia
- Detail
- Ditulis oleh Kirana
- Kategori: Berita
- Dilihat: 5895
Pada Selasa (22/02), Center of Microeconomics Research and Dashboard Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM meluncurkan program keduanya yang berjudul Meet The Expert. Program ini akan mengundang berbagai ahli dalam topik mikroekonomika dan membahas isu terkini melalui perspektif ekonomi. Meet the Expert yang perdana ini membahas mengenai perspektif ilmu ekonomi dalam melihat polemik Jaminan Hari Tua (JHT) dalam BPJS Ketenagakerjaan dan bagaimana perkembangan kebijakan perlindungan sosial bagi pekerja di Indonesia saat ini.
Pada kesempatan kali ini, program webinar dilaksanakan berkolaborasi dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Seperti judul programnya, webinar ini pun turut mengundang pembicara yang ahli di topik pembicaraan sesi kali ini, yakni Muhammad Hanri, Ph.D., selaku Kepala Kelompok Kajian Perlindungan Sosial dan Ketenagakerjaan LPEM FEB UI, dan Qisha Quarina, Ph.D., selaku Koordinator Bidang Kajian Microeconomics Dashboard FEB UGM.
Baru-baru ini, isu JHT ramai diperbincangkan publik akibat diterbitkannya Permenaker No. 2 Tahun 2022 tentang tata cara persyaratan pembayaran manfaat JHT. Pada sesi pemaparan topiknya yang berjudul "Permenaker dalam Angka," Muhammad Hanri menjelaskan tentang adanya perubahan ketentuan di mana pencairan JHT bagi pekerja yang berhenti bekerja baru dapat dilakukan setelah memasuki usia pensiun (56 tahun).
Meskipun JHT ditujukan untuk melindungi pekerja ketika memasuki masa non-produktif, tetapi di masa pandemi Covid-19 ini cukup banyak pekerja yang mengalami PHK dan akan terasa memberatkan jika harus menunggu usia 56 tahun baru dapat mencairkan dananya. Di akhir sesinya, menurut Hanri terdapat 3 poin yang masih memiliki ruang untuk dikembangkan lebih baik lagi bagi kebijakan ini kedepannya, yaitu timing antar kebijakan, literasi keuangan, dan memformalkan sektor informal.
Selanjutnya adalah sesi pemaparan oleh pembicara kedua, Qisha Quarina, dengan topik berjudul "Jaminan Sekarang atau Nanti? Menelaah Tantangan dan Akar Masalah Perlindungan Sosial Pekerja di Indonesia." Dalam materinya, Qisha menjabarkan tiga tantangan-tantangan perluasan perlindungan sosial pekerja di Indonesia. Tantangan tersebut adalah terjadinya peningkatan gap jumlah pekerja formal-informal pada masa pandemi Covid-19, cakupan kepesertaan BPJS-Jamsostek relatif masih sangat rendah untuk kepesertaan pekerja informal, dan terdapatnya missing social protection untuk para pekerja PHK sukarela, pekerja waktu tertentu, dan pekerja informal.
Selain itu, Qisha juga menjelaskan polemik isu JHT dari dua sisi. Sisi yang pertama dari masyarakat, permasalahan yang terjadi diantaranya adalah adanya distorsi ekspektasi, timing yang tidak tepat, JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) masih baru dan belum tersosialisasi dengan baik, dan minimnya kepercayaan pada institusi. Sedangkan, dari sisi pemerintah perlu melakukan suatu upaya seperti mengembalikan fungsi JHT sebagaimana mestinya, mempersiapkan era ageing population yang tidak dapat dihindari, dan memastikan sustainable financing lansia di masa mendatang. Akhir kata, Qisha berpesan jangan sampai polemik JHT ini melupakan kebutuhan jangka panjang akan sistem perlindungan sosial pekerja yang lebih menyeluruh.
Reportase: Kirana Lalita Pristy.