Ketahanan Bisnis di Masa Pandemi Covid-19
- Detail
- Ditulis oleh Merisa
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2871
Kondisi bisnis di seluruh dunia pada masa pandemi Covid-19 bisa dikatakan sangat tidak stabil. Membahas hal tersebut, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) menggelar webinar sebagai bagian dari virtual summer program yang diselenggarakan pada Senin (27/06) yaitu International Week (I-Week) 2022. Pada pelaksanaannya, seri kuliah pertama I-WEEK ini menghadirkan seorang pembicara ahli terkait topik tersebut, yaitu Rai Sengupta selaku Economics and Statistics Analyst di Asian Development Bank (ADB) dengan membawakan topik "Post-covid Business Recovery, Continuity, and Resilience: Outlook at the Global Level."
Rai menjelaskan efek yang terjadi akibat adanya Covid-19 yang berdampak pada GDP, sektor pariwisata, terganggunya supply chain produksi, dan masih banyak lagi. Ia memaparkan bahwa terjadinya kehilangan output di negara berkembang Asia yang awalnya memiliki nilai 6,0 hingga 9,5 persen dari PDB regional tahun 2020 dan 3,6 hingga 6,3 persen pada tahun 2021. Ia juga memaparkan dampak pertumbuhan PDB di Indonesia yang pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 5,2 persen sementara pertumbuhan PDB aktualnya adalah -2,1 persen. Ketika terjadi penurunan output secara luas dan penurunan tingkat pertumbuhan di negara-negara yang terjadi pada ekonomi makro dan mikro, maka secara otomatis akan memengaruhi unit ekonomi individu dalam rumah tangga dan juga bisnis.
Dalam paparannya, Rai menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 di dunia usaha memiliki pengaruh. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh 300 eksekutif senior di Eropa, 42% mengatakan bahwa krisis Covid-19 telah melemahkan daya saing perusahaan mereka. Untuk mengatasi masalah Covid-19, bisnis memiliki strategi ketahanan. Sebuah survei yang dilakukan terhadap 300 bisnis di Eropa menekankan bahwa inovasi model bisnis adalah pembeda utama ketahanan selama pandemi. Berdasarkan survei tersebut, hasil menunjukkan bahwa selama krisis, perusahaan sangat efektif 1,5 kali melaporkan telah melakukan inovasi model bisnis. Strategi ketahanan bisnis tersebut berfokus pada bidang pengalaman digital baru, kemitraan baru, rantai pasokan, penyesuaian model operasi, perubahan modal penjualan, dan pengembangan produk yang lebih cepat.
Rai menjelaskan pariwisata sebagai salah satu sektor tertentu yang terdampar akibat Covid-19. Pada tahun 2020 saja, Filipina telah menolak 84 persen penerbangan internasional dan Indonesia menolak sebanyak 75 persen penerbangan internasional. Selain itu, untuk menciptakan pariwisata yang ramah lingkungan, pariwisata harus meningkatkan tuntutan akan kesehatan dan kebersihan. Terdapat peluang untuk memulihkan bisnis pariwisata selama pandemi, yaitu dengan memulihkan permintaan, membangun saluran permintaan baru, membangun kapasitas untuk mendukung permintaan di masa depan, dan meningkatkan ketahanan industri. Di akhir pemaparan, Rai menjelaskan faktor kunci keberlanjutan bisnis adalah tempat fiskal, vaksinasi, dan digitalisasi.
Reportase: Merisa Anggraini
Simak video selengkapnya https://youtu.be/m98cCC4hliM