Penegakan IFRS, Penanganan Greenwashing, hingga Blockchain sebagai Penggerak Kewirausahaan Sosial
- Detail
- Ditulis oleh Hayfaza
- Kategori: Berita
- Dilihat: 705
Serangkaian dengan The 11th Gadjah Mada International Conference on Economics and Business (GAMAICEB) 2023, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) menggelar plenary session di Hotel Alana Yogyakarta. Plenary session ini dihadiri oleh peserta dan presenter GAMAICEB. Plenary session hari ke-2 (26/09) mengundang tiga pemapar dengan ekspertis mendalam masing-masing topik. Ketiga narasumber ini ialah: Prof. Holger Daske (Professor at University of Mannheim), Dr. Frendy (Associate Professor at Nagoya University of Commerce and Business), Dr. Yanto Chandra (Associate Professor at City University of Hong Kong). Ketiga tema yang dipaparkan selaras dengan tema GAMAICEB tahun ini "Collaborative Research and Policy Action for Achieving Sustainable Development Goals". Plenary session pada hari kedua GAMAICEB ini selaras dengan SDGs Tujuan 8 pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi serta Tujuan 16 perdamaian, keadilan, kelembagaan yang tangguh.
Sesi Prof. Holger Daske: Penegakan IFRS Berbasis Prinsip
Plenary session diawali oleh pemaparan Prof. Holger Daske mengenai penegakan International Financial Accounting Standard (IFRS) yang berbasis prinsip dalam pelaporan keuangan. Prof. Daske menjelaskan bahwa penegakan hukum yang kuat atau “strong enforcement”. Pada prinsipnya, IFRS melibatkan “keputusan” jika ditangani dengan prinsip luas, serta menggunakan frasa “substance over form”. Dalam pengukuran, pertimbangan ini menggunakan perkiraan nilai fair-value. Penerapan keputusan lantas akan menghasilkan solusi akuntansi yang diterima berdasarkan IFRS, tambah Prof. Daske. Prof. Daske melanjutkan pemaparannya mengenai tantangan dalam penegakan IFRS serta peran pemangku kepentingan dan banyak pihak mulai dari institusi, pengadilan, kekuatan politik, firma audit, hingga literatur dalam penegakannya. Ia juga menambahkan bahwa penemuan kesalahan berkonsekuensi kecil pada firma dan pasar modal, namun berdampak fatal pada karir individual (akuntan).
Sesi Dr. Frendy: Greenwashing dalam Konteks Pelaporan Korporat
Dr. Frendy melanjutkan plenary session dengan paparanya mengenai greenwashing dalam perspektif peraturan dan riset. Dr. Frendy memulai presentasinya dengan memaparkan bahwa di balik meningkatnya tren Environment, Social, Governance (ESG) dalam pelaporan keuangan, terdapat peningkatan komunikasi menyesatkan pada pelaporan topik seputar dan Greenwashing secara global. Menghadapi hal ini, IFRS menguatkan prinsip pelaporan, menyesuaikan dengan aturan regional misalnya regulasi Sustainable Finance Disclosure Regulation (SFDR) dan wajibnya jaminan eksternal yang diadopsi Uni Eropa. Pada konteks negara lain yaitu Jepang, Dr. Frendy memaparkan bahwa pemerintah Jepang mendorong ekspansi pasar ESG serta reformasi governansi korporat. Namun, terdapat peringatan yaitu tuduhan greenwashing yang perlu diperhatikan: False Positive Risk. Dr. Frendy lantas menyimpulkan paparannya dengan solusi berbasis riset PADERC: penggunaan AI yaitu natural language processing (NLP) dalam mendeteksi potensi greenwashing pada perusahaan beremisi besar, tak lupa disertai penerapan regulasi yang diadopsi pada region terkait.
Sesi Dr. Yanto Chandra: Blockchain sebagai Penggerak Baru Kewirausahaan Sosial
Dr. Yanto melanjutkan plenary session dengan pemaparan mengenai teknologi blockchain untuk memastikan keberdampakan dan kebermanfaatan sosial dari kewirausahaan sosial. Dr. Yanto memulai presentasinya dengan paparan abstraknya: pemberdayaan eksternal dalam kewirausahaan yang ia coba rumuskan menggunakan blockchain sebagai solusi agar bisnis dapat berkontribusi pada keberlanjutan. Dr. Yanto melanjutkan presentasinya dengan mengenalkan prinsip kewirausahaan ssial yang memanfaatkan nilai terbaik dari tiga dimensi: pasar, pemerintah, dan masyarakat yang mengintegrasikan penciptaan nilai dari sisi sosial dan penangkapan nilai dari sisi ekonomi. Lebih jauh, perbincangan hangat mengenai kewirausahaan sosial menemui titik tantangan mulai dari performa karyawan yang seringkali belum optimal, profitabilitas yang kurang sufisien sebab profit diinvestasikan kembali untuk pemberdayaan, legitimasi yang kurang jelas, penekanan yang terlalu kuat terhadap teori, dan beberapa tantangan lain.
Menghadapi berbagai rupa permasalahan dan tantangan kewirausahaan sosial, Dr. Yanto mengusulkan penerapan blockchain, dimulai dari penggunaan Web 3.0 yang terdesentralisasi dalam manajemen informasi, transaksi, dan perlindungan terhadap data dan transaksi. Blockchain ia usulkan sebagai alat governansi dan pemberdayaan eksternal untuk memicu transformasi kewirausahaan. Dr. Yanto lantas memaparkan contoh studi perusahaan, mulai dari Quartier Storm: perusahaan listrik lokal di Swiss yang menggunakan blockchain, BlocRice: penggunaan blockchain pada petani organik untuk memudahkan pembayaran, menghubungkan dengan pembeli tanpa tengkulak dan memprediksi pasar. Pada intinya, Dr. Yanto menyimpulkan bahwa teknologi blockchain yang didasari implementasi riset yang baik berpotensi menjadi pemberdaya kewirausahaan sosial di dunia.
Reportase: Hayfaza Nayottama