Mendobrak Stereotip dan Batasan, Kepemimpinan Perempuan Tak Semestinya Diragukan
- Detail
- Ditulis oleh Adella
- Kategori: Berita
- Dilihat: 1827
Jum'at (17/11), Master of Business and Administration Universitas Gadjah Mada (MBA UGM) Jakarta mengadakan acara Executive Series dengan tema "Female Leadership: Celebrating Courage in Diversity". Acara ini dihadiri oleh kurang lebih 355 peserta, meliputi Dosen MBA UGM Jakarta, Sekjen Keluarga Alumni FEB UGM (KAFEGAMA), Student Association of MBA (MBA SA), serta para mahasiswa, baik secara luring (di Auditorium Samator MBA UGM Jakarta) maupun daring. Acara ini dipandu oleh Sari Sitalaksmi, M.Mgt., Ph.D., Dosen Departemen Manajemen FEB UGM sebagai moderator dan dibuka oleh Prof. Dr. Eduardus Tandelilin, M.B.A, Direktur MBA UGM Jakarta. Acara ini selaras dengan Sustainable Development Goals No. 4 (Quality Education) dan 17 (Partnership for the Goals).
Pada kesempatan ini, Lucia Karina, atau yang kerap disapa Karin, dari Coca-Cola Europacific Partners Indonesia, hadir sebagai narasumber. Beliau membuka presentasi dengan menceritakan perjalanan karirnya selama kurang lebih 30 tahun, baik di sektor publik maupun swasta. Pada tahun 1992, saat masih kuliah, beliau bergabung dengan perusahaan lokal yang berfokus pada pengerjaan pondasi. Di sana, beliau tergabung dalam sebuah tim yang bertugas memperbaiki tugu pahlawan yang miring. Saat itu, beliau mendapatkan shift malam, sementara pekerja laki-laki mendapatkan shift pagi dan siang. Dengan tanggung jawab besar melakukan dewatering sendirian di malam hari, beliau memberanikan diri mengambil kesempatan dengan konsekuensi pekerjaan yang cukup besar kala itu.
Pada usia 34 tahun, Karin memperoleh kesempatan luar biasa untuk memimpin sebagai Country VP Marketing and Solution Engineering pada BlueScope Steel (BSS), dengan tanggung jawab penuh terhadap pengembangan seluruh produk program baja. Dedikasinya untuk terus menghadapi tantangan dan membuktikan bahwa sebagai seorang perempuan, beliau mampu mengambil langkah-langkah besar dengan konsekuensi yang tidak jarang menantang, menjadi pendorong utama kesuksesannya dalam karir.
Percaya pada potensi dirinya sebagai pemimpin, Karin terus mengukir prestasi. Salah satu momen bersejarah dalam perjalanan karirnya terjadi ketika dia menerima tantangan dari Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, beserta Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto kala itu, Kuntoro Mangkusubroto, untuk membangun 500 rumah dalam waktu tiga bulan. Karin menerima tantangan tersebut dengan memberikan syarat untuk memiliki kendali penuh dalam pengaturan dan penentuan seluruh material yang diperlukan.
Dengan keberanian dan komitmen tinggi, Karin berhasil mewujudkan tantangan tersebut dengan membangun 1000 rumah dalam waktu tiga bulan yang diresmikan langsung oleh Presiden SBY. Mencapai prestasi tersebut, perjuangannya tidaklah mudah karena Karin harus menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang melakukan perlawanan. Meskipun nyawanya berpotensi terancam, Karin tidak gentar mengambil risiko demi membuktikan bahwa niatnya adalah tulus membantu demi pembangunan. Akhirnya, dengan determinasi yang kuat, proyek tersebut berjalan dengan baik. Keberhasilan ini mencerminkan Sustainable Development Goals No. 16: Peace Justice, and Strong Institutions.
Dalam menjabat sebagai pemimpin di bidang human resource (HR), baik di perusahaan sekarang maupun sebelumnya, Karin menekankan pentingnya tidak ada perbedaan gaji (pay gap) antara laki-laki dan perempuan selama mereka melakukan pekerjaan dengan posisi dan tanggung jawab yang sama. Beliau juga menegaskan bahwa seorang perempuan harus memiliki keberanian perempuan untuk menyuarakan hak-haknya. Baginya, perempuan tidak perlu takut dianggap mendominasi. Meskipun demikian, Karin berpendapat bahwa tidak seharusnya kesempatan diberikan berdasarkan gender. "Jangan berikan kesempatan kepada perempuan karena dia seorang perempuan, melainkan karena kemampuan yang dimilikinya. Hal ini berlaku sama, baik kepada perempuan maupun laki-laki. Prinsip-prinsip tersebut perlu diupayakan demi terwujudnya Sustainable Development Goals No. 1 (No Poverty) dan 5 (Gender Equality).
Pentingnya mempromosikan kesetaraan gender dan budaya kerja inklusif juga menjadi fokusnya. Beliau menyampaikan empat pendekatan komprehensif: penyesuaian struktural untuk kesetaraan gender, praktik ketenagakerjaan yang adil, budaya kerja inklusif, serta advokasi untuk dukungan pria dalam kesetaraan gender (male allyship). Karin juga menggarisbawahi bahwa sebagai seorang wanita, mempertahankan keseimbangan antara peran sebagai pemimpin di dunia kerja serta sebagai istri dan ibu dalam sebuah rumah tangga adalah kunci keberhasilan seorang wanita karir. "Bagaimana kita membuat orkestra kehidupan seorang wanita karir itu menjadi nyata dan bisa menjadi teladan bagi yang lain," tambahnya.
Karin memberikan pesan berharga bagi perempuan muda yang ingin mulai membangun karir. Beliau mendorong mereka untuk terus belajar, menjelajahi tantangan baru, dan tidak takut mengambil risiko sebagai peluang pertumbuhan profesional. Menurutnya, menjadi seorang pemimpin bukan berarti menjadi bos, tetapi bagaiman kita bisa menjadi contoh dan memberikan pelayanan. Beliau juga menekankan pentingnya menjaga integritas dan kredibilitas, terutama di tengah kondisi indeks korupsi Indonesia yang saat ini sedang menurun. "Terwujudnya visi Indonesia Emas tahun 2045 ada di tangan kita semua," pungkasnya menutup presentasi.
Reportase: Adella Wahyu Pradita
Lihat video selengkapnya di https://youtu.be/fU4kK3PGEsc