Kisah Agnes Wisudawan Terbaik FEB UGM Peraih IPK 3.97, Kuliah Sambil Kembangkan Bisnis
- Detail
- Ditulis oleh Kurnia
- Kategori: Berita
- Dilihat: 689
Ini adalah cerita tentang Agnes Puspita Sari yang menjadi wisudawan terbaik Program Magister Manajemen Kampus Yogyakarta pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Ia berhasil lulus dengan predikat cumlaude dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,97 yang diraih selama studi 1 tahun 7 bulan 3 hari.
Di usianya yang menginjak 36 tahun 7 bulan 12 hari, Agnes akhirnya dapat mewujudkan impiannya yang sempat tertunda untuk melanjutkan kuliah. Bagi sebagian anak muda saat ini, melanjutkan studi S2 merupakan hal yang sudah cukup umum. Namun, bagi wanita berhijab ini bisa berkuliah di program magister merupakan sebuah pembuktian dan komitmen pada dirinya sendiri. Ia harus menunggu lebih dari 10 tahun untuk bisa kuliah ke jenjang selanjutnya. “Cara hidupku mungkin berubah, tapi mimpiku tidak. Yang terpenting, apa yang saya lakukan hari ini insyaAllah tidak lagi menghadirkan penyesalan saya kelak di hari tua. Keinginan untuk melanjutkan hidup dengan senyum ikhlas tanpa kata “andaikan atau seandainya” menurut saya penting dan menjadi berkah yang luar biasa,” paparnya Rabu (24/7) usai menjalani prosesi wisuda di Grha Sabha Pramana UGM.
Keinginan Yang Tertunda
Agnes menjalani pendidikan program sarjana dari 2005 hingga 2009 di jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP Universitas Brawijaya. Ia mengaku keinginan untuk melanjutkan studi S2 sudah ada sejak masih menempuh pendidikan S1. Hanya saja, kala itu ia harus menahan keinginan besarnya karena terkendala soal biaya pendidikan.
Berbekal semangat sebagai lulusan baru, wanita asal Kabupaten Malang, Jawa Timur ini membulatkan tekad untuk mencari kerja terlebih dahulu. Ia berhasil diterima bekerja di salah satu anak perusahaan Group Danone Specialized Nutrition, tepatnya di PT. Sarihusada Generasi Mahardika. Saat awal masuk di perusahan tersebut ia langsung diamanahi jabatan Production Supervisor.
Meski sudah bekerja di perusahaan bergengsi, hasrat Agnes untuk melanjutkan studi masih membara. Di sela-sela waktu luangnya, ia pun mencari beasiswa studi lanjut S2. Alhasil, di saat awal bekerja, tepatnya tahun 2010, ia berhasil mendapatkan beasiswa dan diterima kuliah di Program Studi (prodi) Magister Sistem Teknik (MST) UGM. “Saya sempat kuliah di MST UGM selama 1-2 bulan dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kuliah karena kesulitan dalam mengatur ritme kerja dengan kuliah. Akhirnya saya pun fokus untuk berkarir terlebih dulu,” ungkapnya mengenang masa-masa itu.
Agnes lalu memfokuskan diri untuk mengejar karir di perusahaan. Selama 12 tahun bekerja di perusahaan tersebut ia menjalani berbagai peran mulai dengan mengemban jabatan sebagai Production Supervisor, Production Manager, Project & Improvement Manager, hingga Performance & Factory System Manager. Hingga suatu saat keinginan untuk kuliah timbul lagi dan kian menguat. “Setelah sekian lama, setiap kali mendengar kabar teman-teman yang sedang menempuh kuliah S2 selalu timbul motivasi, lalu surut, lalu termotivasi lagi begitu seterusnya,” tuturnya.
Lantas motif apa yang sebenarnya mendorong Agnes untuk melanjutkan studi? Menurutnya, jawabannya cukup sederhana. “Bisa belajar sebanyak-banyaknya adalah tentang meningkatkan peluang. Apapun itu saya yakin sebuah perubahan ke arah positif akan terjadi,” ucapnya.
Keputusan Besar
Akhirnya di tahun 2022, Agnes membuat sebuah keputusan besar yang merubah jalan hidupnya. Di masa pandemi Covid-19, ia mendapatkan banyak hikmah kala itu. Mimpi-mimpi yang dulunya sempat meredup, kala itu kembali berkobar terlebih dengan adanya dukungan dari sang suami untuk mewujudkan salah satu mimpinya untuk melanjutkan kuliah. Tak tanggung-tanggung, di waktu yang bersamaan Agnes membuat sebuah momen perubahan karir yang signifikan dalam hidupnya yakni resign dari pekerjaanya yang terbilang cukup mapan dan menjadi impian banyak orang. “Resign dari pekerjaan rutin, belajar berbisnis, dan kuliah lagi di jurusan bisnis untuk mendukung kebutuhan utama saat itu yaitu membangun bisnis sendiri,” ujarnya.
Di tahun 2022 akhirnya Agnes melanjutkan studi di Prodi Master of Business Administration (MBA) di Kampus Yogyakarta dengan mengambil Program Senior Executive MBA (SEMBA). “Ternyata mimpi 10 tahun lalu tidak berubah. Apa yang diimpikan dahulu terhambat karena keterbatasan, kini bisa dilakukan. Mimpi tidak berubah, hanya jalan untuk merealisasikan saja yang berbeda,” urainya.
Menjawab Tantangan Pelaku Bisnis F&B Lewat Kitchensync
Sembari merajut mimpi mendapatkan gelar MBA., ia merintis bisnis di bidang Food and Beverage (FnB). Agnes menjalankan perusahaan rintisan bernama Kitchensync melalui kolaborasi dengan tiga rekannya. Kitchensync didirikan untuk menyediakan solusi bagi para pelaku bisnis FnB, terutama restoran kecil hingga menengah (UMKM), yang membutuhkan layanan dukungan operasional. Kitchensync memiliki bisnis inti yaitu menyediakan bahan baku dan produk setengah jadi, serta layanan riset dan pengembangan produk. Perusahaan ini berafiliasi dengan beberapa merek restoran seperti Nolda Pocha (restoran bertema makanan jalanan Korea), Nasi Iskandar (restoran bertema Melayu/Nasi Kandar), dan Oetak-oetak (Pempek dari Palembang), yang total cabangnya kini berjumlah lebih dari 15 cabang, tersebar di Jawa, Bali, dan Sumatra. “Selain itu kita juga memiliki merek restoran sendiri bernama Udon Mura yaitu restoran bertema Jepang yang berlokasi di Tangerang Selatan,” ucap Agnes yang menjadi Co-Founder dan COO Kitchensync.
Menjalankan bisnis bukanlah hal yang mudah, terlebih bagi dirinya yang tergolong pemain baru. Bisnis yang masih seumur jagung ini sempat mengalami kondisi maju dan mundur. Sebut saja saat awal memulai bisnis, salah satu founder tiba-tiba mundur begitu saja. Selain itu turn over karyawan cukup tinggi. “Namun, show must go on dengan berbekal visi dan misi dan jelas kami terus melanjutkan apa yang sudah dirancang dan syukurlah pada akhirnya bisa terus berlanjut hingga sekarang,” jelasnya sembari menambahkan saat ini mereka sedang mengembangkan bisnis berkelanjutan dengan merancang bisnis berbasis Cloud Kitchen.
Jangan Takut Bermimpi
Agnes mengaku tidak memiliki pengalaman apapun saat memulai bisnis. Namun, ia memiliki kemauan dan tekad yang kuat untuk berbisnis. Karenanya ia mendorong siapa pun yang ingin berbisnis untuk tidak takut bermimpi besar. “Mulai saja, sebesar apapun bisnis selalu dimulai dari hal kecil. Asalkan memiliki mimpi yang besar dan bentuk lingkaran pertemanan yang mendukung. Sebab, orang-orang terdekatmu adalah cerminan dirimu di masa kini dan mendatang,” tuturnya.
Menurutnya, bisnis bisa dimulai dari mana saja. Bisnis tidak harus dimulai dengan modal besar, tetapi bisa dari hal yang paling sederhana. Terlebih di era digital saat ini, selama memiliki ponsel dan jaringan internet, bisnis dapat dijalankan tanpa harus menunggu esok hari.
“Sebagai generasi milenial saya mengalami masa transisi akhir menuju era teknologi digital seperti saat ini. Saya dulu masih berpikir untuk memulai bisnis, maka saya harus mengumpulkan modal, dengan menabung atau investasikan penghasilan saya selama bekerja sebagai karyawan,” jelasnya.
Lalu di suatu waktu, ia melihat beberapa kolega di kantornya yang merasa gelisah ketika mendekati masa-masa pensiun dan berpikir untuk memiliki usaha atau bisnis sendiri. Kondisi tersebut mendorongnya untuk memulai bisnis sejak usia muda.
“Saya berpikir kalau menunggu memulai berbisnis di usia 50-an tahun nanti akan berbeda kondisinya ketika dilakukan saat usia muda. Jika saya memulai bisnis sejak muda, risiko ketika mengalami kegagalan mungkin akan bisa disikapi dengan cepat dan bisa segera bangkit lagi, semangat dan tenaga di masa muda pasti akan lebih besar dari pada nanti di usia tua. Hal itu yang mendorong saya untuk menarik garis waktu (timeline) untuk memulai bisnis sedini mungkin daripada kebanyakan orang biasanya memulai bisnis di usia tua,” jelasnya.
Manajemen Waktu Jadi Kunci
Menjalani kuliah sekaligus berbisnis tentu tidaklah mudah untuk dijalani. Namun Agnes mengakui dengan manajemen waktu yang baik, keduanya bisa berjalan beriringan. Untuk membantu proses pembelajaran di sela-sela merajut mimpi untuk menjadi pebisnis, ia menerapkan beberapa trik. Salah satunya dengan membuat rangkuman dari berbagai buku literatur dan slide dari dosen per chapter dengan tulisan tangan.
Upaya lain yang Agnes lakukan adalah rutin mengakses informasi melalui berbagai media pembelajaran terkait bisnis. Biasanya rutinitas itu ia lakukan 30 menit hingga 1 jam menjelang tidur. Lalu, disela-sela perjalanan dari Jakarta, kota tempat bermukim Agnes saat ini, ke Yogyakarta untuk berkuliah, ia sempatkan membaca materi yang akan dibahas saat perkuliahan.
“Saya memanfaatkan waktu perjalanan kereta Jakarta-Jogja setiap minggu untuk membaca materi yang akan dibahas di perkuliahan esok harinya di kelas weekend atau fullday di hari Sabtu. Selain itu juga melakukan diskusi dengan teman-teman kuliah untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda-beda dari berbagai profesi dan industri,” paparnya.
Agnes menyampaikan menjadi bagian dari keluarga besar MM UGM Yogyakarta adalah sebuah kebanggaan dan kesempatan emas yang tidak semua orang bisa rasakan. Di sini, dia tidak hanya belajar tentang teori dan konsep-konsep manajemen, tetapi juga menyerap berbagai nilai-nilai penting yang akan membentuk karakter dan kesiapan kita dalam menghadapi dunia profesional. “Beberapa nilai berharga yang saya ambil selama menjalani kuliah adalah soal integritas dan etika, kemandirian dan inovasi untuk menjadi pemimpin yang visioner, serta kolaborasi dan kerja sama. Nilai-nilai itu sangat membantu saya, terlebih dalam mengembangkan bisnis,” pungkasnya.
Reportage: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals